𝗕𝗔𝗚𝗜𝗔𝗡 𝗞𝗘 𝗩 : 𝗕𝗨𝗞𝗧𝗜 𝗜𝗭𝗭 𝗔𝗕𝗗𝗨𝗦𝗦𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗦𝗘𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗔𝗦𝗬’𝗔𝗥𝗜
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Al imam Izz bin Abdussalam rahimahullah adalah salah satu ulama besar yang dalam bidang fiqih disebut telah mencapai derajat mujtahid, seorang mufassir dan muhaddits terkemuka. Dan yang paling istimewa dari gelar yang disematkan kepada beliau, sang imam mendapatkan julukan sulthanul ulama (rajanya para ulama) dan disebut-sebut sebagai mujadid Islam abad ketujuh Hijriyah.[1]
Imam Izz Abdussalam memiliki karya dalam berbagai bidang, seperti dalam ilmu Tafsir al-Kabir li Ibn Abdissalam. Dalam ilmu fiqih, ada al Imam fi Adillatil Ahkam, Qawaidusy Syari’ah al Fawaid, dan Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, dan kitab-kitab lainnya.
Dan berikut ini adalah beberapa data yang bisa menjadi bukti bahwa sang imam dalam masalah Aqidah bermadzhab dengan madzhab Asy’ariyah.
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 : 𝗣𝗲𝗺𝗶𝗸𝗶𝗿𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮
Kita mengetahui posisi sang imam sebagai salah satu ulama yang bermadzhab Aqidah Asy’ariyah di antaranya adalah lewat karya-karya beliau yang secara gamblang mengungkap hal tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut :
الحمد لله ذي العزة والجلال والقدرة والكمال والإنعام والإفضال الواحد الأحد الفرد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد ليس بجسم مصور ولا جوهر محدود مقدر ولا يشبه شيئا ولا يشبهه شيء ولا تحيط به الجهات ولا تكتنفه الأرضون ولا السموات
"Segala puji bagi Allah, Dzat yang memiliki keperkasaan dan kemuliaan, kekuasaan dan kesempurnaan, anugerah dan keutamaan. Yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Dia bukanlah jasad yang memiliki bentuk, bukan pula substansi yang terbatas ukurannya. Dia tidak menyerupai apa pun, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dia tidak dikelilingi oleh arah, tidak diliputi oleh bumi maupun langit.”[2]
Beliau juga berkata :
استوى على العرش المجيد على الوجه الذي قاله وبالمعنى الذي أراده استواء منزها عن المماسة والاستقرار والتمكن والحلول والانتقال فتعالى الله الكبير المتعال عما يقوله أهل الغي والضلال بل لا يحمله العرش بل العرش وحملته محمولون بلطف قدرته مقهورون في قبضته
“Dia beristawa di atas 'Arsy yang agung dengan cara sebagaimana Dia firmankan dan dengan makna yang Dia kehendaki. Bersemayam yang disucikan dari sentuhan, kestabilan, tempat tinggal, penyatuan, atau perpindahan. Maha Tinggi Allah yang Maha Besar dari apa yang diucapkan oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang. 'Arsy tidaklah memikul-Nya, tetapi 'Arsy beserta para malaikat yang memikulnya berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, dikuasai oleh keagungan-Nya.”[3]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮 : 𝗦𝗶𝗸𝗮𝗽𝗻𝘆𝗮
Posisi beliau sebegai pembela Aqidah ahlusunnah madzhab Asy’ariyah bisa kita dapati dari sikap tegas beliau kepada sebagian pihak yang menyimpang kaitannya dengan isu Qur’an makhluk. Seperti kisah berikut ini :
وكانت طائفة من مبتدعة الحنابلة القائلين بالحرف والصوت ممن صحبهم السلطان في صغره يكرهون الشيخ عز الدين ويطعنون فيه وقرروا في ذهن السلطان الأشرف أن الذي هم عليه اعتقاد السلف وأنه اعتقاد أحمد بن حنبل رضي الله عنه وفضلاء أصحابه واختلط هذا بلحم السلطان ودمه وصار يعتقد أن مخالف ذلك كافر حلال الدم
Ada sekelompok kaum bid’ah dari kalangan Hanabilah yang berpandangan bahwa kalam Allah itu berupa huruf dan juga suara. Mereka adalah orang-orang yang pernah berhubungan dengan Sultan ketika ia masih kecil. Mereka tidak menyukai Syekh Izzuddin, bahkan mencela beliau. Mereka menanamkan dalam pikiran Sultan Al-Asyraf bahwa pandangan mereka adalah keyakinan salaf dan keyakinan Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu serta ulama besar lainnya dari mazhab tersebut.
Keyakinan ini begitu meresap dalam diri Sultan hingga menjadi bagian dari daging dan darahnya, sehingga ia menganggap siapa pun yang berbeda pandangan dengan itu adalah kafir yang halal darahnya….”[4]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮 : 𝗞𝗮𝗿𝘆𝗮-𝗸𝗮𝗿𝘆𝗮𝗻𝘆𝗮
Dalam banyak karyanya sang imam telah menjelaskan bahwa madzhab Asy’ariyah adalah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Aqidahnya kaum salaf terdahulu. Seperti dalam kitabnya Qawaid al Ahkam fi Mashalih al Anam dan dalam kitab tafsirnya al Izz Abdissalam.
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 : 𝗞𝗲𝘀𝗮𝗸𝘀𝗶𝗮𝗻 𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗮𝘁𝗮𝘀𝗻𝘆𝗮
Tentang madzhab Asy’ariyah yang beliau berada di atasnya, telah secara terang dinyatakan oleh para ulama seperti al imam Taqiyuddin as Subki dalam kitabnya Thabaqat Asy Syafi’iyyah, al imam Suyuthi dan lainnya.[5]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮 : 𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗺𝗯𝗲𝗹𝗮𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮
Beliau rahimahullah berkata :
واعتقاد الأشعري رحمه الله مشتمل على ما دلت عليه أسماء الله التسعة والتسعون التي سمى بها نفسه في كتابه وسنه رسول الله صلى الله عليه
“Dan aqidah Imam al Asy'ari رحمه الله mencakup apa yang ditunjukkan oleh 99 nama Allah yang Dia sandangkan kepada diri-Nya dalam kitab-Nya dan yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ…”[6]
Beliau juga berkata :
فهذا إجمال من اعتقاد الأشعري رحمه الله تعالى واعتقاد السلف وأهل الطريقة والحقيقة نسبته إلى التفصيل الواضح كنسبة القطرة إلى البحر الطافح
“Inilah ringkasan Aqidah Imam al Asy’ari yang merupakan Aqidah salaf, serta para ahli tarekat dan hakikat. Jika dibandingkan dengan rincian yang jelas, maka ringkasan ini bagaikan setetes air dibandingkan dengan lautan yang melimpah..”[7]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗲𝗻𝗮𝗺 : 𝗠𝗲𝗿𝘂𝗷𝘂𝗸 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗶𝗺𝗮𝗺 𝗔𝘀𝘆’𝗮𝗿𝗶𝘆𝗮𝗵
Sang imam rahimahullah menjadikan ulama-ulama Asy’ariyah sebagai salah satu rujukan dalam banyak pendapat dan penjelasan yang beliau sampaikan dalam karya-karyanya. Misalnya ucapan beliau :
وقول الأشعري لا يلزم ذلك لأن
"Dan pendapat dari imam Asy'ari: 'Hal itu tidaklah wajib, karena...”[8]
Dan perkataan beliau :
وقد كثرت مقالات الأشعري حتى جمعها ابن فورك في مجلدين
"Dan sungguh, tulisan-tulisan al Asy’ari sangat banyak hingga Ibnu Furak mengumpulkannya dalam dua jilid."[9]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝘁𝘂𝗷𝘂𝗵 : 𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗮𝗻 𝗽𝗶𝗵𝗮𝗸 “𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻”
Al imam Ibnu Taimiyah sendiri Ketika “mencela” sang imam Izz Abdussalam dengan pemahaman Asy’ariyahnya beliau berkata :
وأبو محمد و أمثاله سلكوا مسلك
"Abu Muhammad (imam Ibnu Abdisssalam) dan orang-orang seperti dia yang mengikuti jalan ...”[10]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗱𝗲𝗹𝗮𝗽𝗮𝗻 : 𝗗𝗶𝗸𝗲𝗻𝗮𝗹 𝘀𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝘀𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗦𝘂𝗳𝗶
Imam Suyuthi rahimahullah berkata :
له كرامات كثيرة ولبس خرقة التصوف من الشهاب السهروردي
"Ia memiliki banyak karamah, dan ia mengenakan jubah sufisme dari Syihabuddin as Suhrawardi.”[11]
Imam adz Dzahabi rahimahullah berkata: 'Meskipun ia dikenal sangat keras, ia memiliki keahlian berbicara yang baik, menyampaikan kisah-kisah menarik dan syair. Ia menghadiri majelis sama’.” [12]
Bersambung ke bagian ke VI : imam Ibnu Jauzi..
_______
[1] Al A’lam (4/21)
[2] Thabaqat Asy Syafi’iyyah (8/219)
[3] Al Mausu’ah al Maisarah (2/1244)
[4] Thabaqat Asy Syafi’iyyah (8/218)
[5] Thabaqat Asy Syafi’iyyah (8/218-238), Husn Al-Muhadharah (1/273)
[6] Thabaqat Asy Syafi’iyyah (8/219)
[7] Thabaqat Asy Syafi’iyyah (8/222)
[8] Qawaid al Ahkam (1/205)
[9] Qawaid al Ahkam (1/201)
[10] Naqd Al-Manthiq hal. 131
[11] Husn al Muhadharah (1/273)
[12] Al‘Ibar (3/299)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq