Alumni Azhar Merendahkan Azhar
Dr. Rajab Bayumi menulis:
Ada seseorang belajar di Al-Azhar selama lebih kurang sembilan tahun. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan ke Darul Ulum. Kemudian ia pergi ke Inggris selama tujuh tahun. Sepulang dari Inggris ia telah mengantongi ijazah S3. Ia lalu diangkat sebagai dosen di sebuah Universitas di Mesir.
Dalam setiap kuliahnya, setiap ada kesempatan ia selalu menyerang al-Azhar. Ia menyebut al-Azhar sangat mundur dari segi keilmuan. Buku-buku yang diajarkan jauh dari metode ilmiah modern. Kalau ia ditanya, apakah tidak ada satu buku pun di al-Azhar yang memenuhi standar ilmiah, ia menjawab dengan penuh percaya diri, “Selembarpun tak ada.”
Komentar-komentar miringnya tentang Azhar pun tersebar. Bahkan dalam beberapa diktat kuliah yang ia tulis, secara transparan ia menyeru kepada metode baru yang berbeda dengan apa yang sudah dipelajari di berbagai buku di Mesir, khususnya buku-buku Al-Azhar yang ia nilai ‘tak mengenyangkan’ sama sekali.
Pada satu waktu, salah seorang kerabatnya yang kuliah di Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar di-DO karena absen terlalu lama tanpa alasan. Kerabatnya ini meminta tolong padanya untuk berbicara dengan Dekan Fakultas Bahasa Arab agar ia tidak di-DO. Waktu itu, yang menjadi Dekan adalah Syekh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, penulis Tuhfah Saniyyah Syarah Ajurrumiyah.
Ia memenuhi permintaan kerabatnya itu. Datanglah ia ke kampus untuk menemui sang Dekan. Tak ada yang tak kenal Syekh Muhyiddin; keilmuannya, wibawanya, dan ketegasannya.
Saat tiba di ruang Dekan, Syekh Muhyiddin memandang tajam kepadanya. Syekh Muhyiddin sudah mendengar bahwa ia mengolok-olok al-Azhar di dalam perkuliahannya dan diktat yang ditulisnya. Syekh Muhyiddin mulai menghisabnya atas komentar-komentarnya tentang al-Azhar selama ini. Karena ia datang untuk meminta bantuan, ia berusaha membela diri. Ia mengatakan bahwa ia juga ‘anak’ al-Azhar, ia sudah baca buku-buku al-Azhar dan menguasai semua isinya.
Mendengar itu Syekh Muhyiddin menjadi emosi. Matanya merah menatap dengan tajam. Dengan suara tinggi ia berkata, “Orang sepertimu tidak akan paham buku-buku al-Azhar. Engkau tidak punya potensi untuk memahami buku-buku itu.” Kemudian Syekh memanggil penjaga (bawwab) dan berkata, “Ambilkan kitab al-Mawaqif karya ‘Adhududdin al-Iji dan Sullam al-Wushul karya al-Isnawi.” Yang pertama tentang ilmu kalam dan yang kedua tentang ushul.
Setelah buku itu dihadirkan, Syekh berkata padanya: “Ini buku-buku al-Azhar. Apakah engkau bisa membaca bab pertama dari kedua kitab ini?” Dengan bingung ia berkata, “Apakah saya diuji?” Syekh Muhyiddin berkata, “Bukankah engkau mengaku telah membaca kitab-kitab al-Azhar? Sekarang saya tantang engkau untuk memahami sedikit saja dari dua kitab yang ada di depanmu. Ayo! Apa engkau mengira kitab-kitab al-Azhar itu hanya tentang sirah dan sejarah saja? Kitab-kitab al-Azhar itu adalah kitab-kitab ilmu Mantiq, Ushul, Falsafah, dan Taujih, dan engkau sama sekali kosong dari semua itu.”
Akhirnya ia keluar dengan perasaan malu bercampur kesal. Misi pun gagal.
***
Jangan tanya siapa alumni Azhar sembilan tahun yang telah dipermalukan oleh Syekh Muhyiddin dalam kisah ini, karena Dr. Rajab Bayumi sendiri juga tidak menyebutkan namanya dalam tulisan itu.
(Sumber: Thara`if wa Musamarat)
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi
Saya jadi ingat bualan awam-awam nabitah, yang bilang, "Saya pun dulu adalah seorang Asy'ari, namun alhamdulilah mendapatkan hidayah untuk kembali kepada Alquran dan sunnah sesuai pemahaman Ibnu Taim, eh, pemahaman salaf,"
Ketika ditanya Asy'ari macam apa yang dia pahami, dia jawab, Asy'ari yang menyatakan bahwa sifat Allah itu cuma 20. Entah Asy'ari mana yang membatasi sifat Allah cuma 20. Ia katakan Asy'ari yang menyatakan bahwa Allah ada dimana-mana, entah Asy'ari mana yang mengajarkan i'tiqad demikian.
Ketika diminta membaca kitab Asy'ari, ia tak mampu. Menyebutkan kitab rujukan utama saja ia tak bisa.
Tapi anehnya, dengan PD dia katakan, bahwa dulu dia juga Asy'ari. Padahal nyatanya, dulu dia bodoh, dan sampai saat ini pun dia hijrah kepada kebodohan yang lain.
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi