𝗕𝗔𝗚𝗜𝗔𝗡 𝗞𝗘 𝗩𝗜: 𝗕𝗨𝗞𝗧𝗜 𝗜𝗠𝗔𝗠 𝗜𝗕𝗡𝗨 𝗝𝗔𝗨𝗭𝗜 𝗕𝗘𝗥𝗠𝗔𝗗𝗭𝗛𝗔𝗕 𝗔𝗦𝗬’𝗔𝗥𝗜
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Al imam Ibnu al Jauzi rahimahullah dalam bidang fiqih diketahui pasti bermadzhab Hanbali sebagaimana hal ini bisa dilihat dalam karya-karyanya dan juga masuknya nama beliau ke dalam Thabaqat al Hanabilah.[1] Sedangkan dalam ilmu Aqidah beliau bermadzhab Asy’ari dengan bukti sebagai berikut.
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 : 𝗣𝗲𝗿𝗻𝘆𝗮𝘁𝗮𝗮𝗻 𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮
Al imam Ibnu rajab al Hanbali rahimahullah berkata :
فظهر منه بعض تأوّلٌ لبعض الصفات إلى أن مات رحمه الله
Maka telah nampak padanya (imam Ibnu Jauzi), ia menta’wil terhadap sebagian sifat-sifat Allah, hingga ia wafat semoga Allah merahmatinya.”[2]
Beliau juga berkata : “Ibnu al Jauzi sangat mengagungkan Abu al Wafa Ibn Aqil (ulama Asy’ariyah) dan banyak mengikuti sebagian besar pandangannya…”[3]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮 : 𝗣𝗲𝗺𝗶𝗸𝗶𝗿𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮
Imam Ibnu Jauzi saat menjelaskan beberapa sifat Khabariyah, beliau menggunakan dua pendekatan yakni Tafwidh dan juga terkadang mentakwil, yang mana dua hal ini adalah metode dalam madzhab Asy’ariyah. Berikut di antara contohnya ketika beliau menjelaskan firman Allah : “Apakah mereka menunggu selain Allah datang kepada mereka dalam naungan dari awan ?” (QS. A Baqarah : 210) yaitu dengan naungan."[4]
Ketika beliau menjelaskan sifat ityan (datang) bagi Allah ta’ala sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
إِذَا تَلَقَّانِي عَبْدِي بِشِبْرٍ؛ تَلَقَّيْتُهُ بِذِرَاعٍ، وَإِذَا تَلَقَّانِي بِذِرَاعٍ؛ تَلَقَّيْتُهُ بِبَاعٍ، وَإِذَا تَلَقَّانِي بِبَاعٍ؛ جِئْتُهُ وَأَتَيْتُهُ بِأَسْرَعَ.
"Jika hambaku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekatinya sehasta; jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekatinya sedepa; jika ia mendekat kepada-Ku sedepa, Aku akan datang dan mendatanginya dengan lebih cepat." (HR, Muslim)
Beliau juga melakukan takwil terhadap hadist tersebut.[5]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮 : 𝗣𝗲𝗿𝗻𝘆𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗸𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝘁𝗿𝗮 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮𝗻𝘆𝗮
Al imam Ibnu Qudamah ketika menilai pemikiran sang imam yang condong ke madzhab Asy’ariyah berkata :
ابن الجوزي إمام أهل عصره في الوعظ، وصنف في فنون العلم تصانيف حسنة، وكان صاحب فنون، كان يصنف في الفقه، ويدرس وكان حافظًا للحديث، إلا أننا لم نرض تصانيفه في السنة، ذلك أن ابن الجوزي قد خالف الحنابلة في الكثير من مسائل الاعتقاد، حتى جلب على نفسه كثيرًا من المشاكل
“Ibnu al Jauzi adalah imam ahli zamannya dalam bidang nasihat. Ia telah menyusun berbagai karya yang bagus dalam berbagai cabang ilmu dan merupakan seorang ahli di banyak bidang. Ia juga menulis dalam ilmu fikih, mengajar, serta seorang penghafal hadis.
Namun, kami tidak merasa puas dengan karya-karyanya dalam bidang sunnah, sebab Ibnu al-Jauzi telah menyelisihi pandangan mazhab Hanbali dalam banyak masalah akidah, hingga hal itu mendatangkan banyak masalah baginya.”[6]
Beliau juga berkata saat menukil dari imam al Muwaffaquddin :
وكان حافظا للحديث، وصنَّف فيه إلا أننا لم نَرْضَ تصانيفه في السُّنَّة ولا طريقته فيها
“Ia adalah seorang hafidz dalam ilmu hadits dan telah menulis karya-karya dalam bidang itu. Namun, kami tidak ridha dengan karya-karyanya dalam bidang sunnah/aqidah, begitu pula dengan thariqah dia dalam aqidah.”[7]
Al imam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
فيوجد له من المقالات المتناقضة بحسب اختلاف حاله، كما يوجد لأبي حامد (الغزالي) والرازي وأبي الفرج بن الجوزي وغيرهم
"Terdapat padanya berbagai pernyataan yang saling bertentangan tergantung pada keadaannya, sebagaimana yang terjadi pada Abu Hamid al-Ghazali, Ar Razi, Abu a Faraj Ibnu Jauzi dan lainnya."[8]
Juga dari kalangan ulama Salafi kontemporer Mesir, Abu Asybal al Mishri berkata :
ابن الجوزي عليه رحمة الله- أشعري أصيل، وتجد له أحياناً أقوالاً في غاية الروعة والجمال في مذهب أهل السنة والجماعة، ونبذ الابتداع، وتضليل المبتدعة، والأمر بلزوم وسلوك سبيل السلف، ولكن القضية كانت عند ابن الجوزي غير منضبطة، فهو يأمر باتباع السلف ويخالفهم، فقد قال في قوله تعالى: {وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ} [الرحمن: قال المفسرون: معناه يبقى ربك، ففسر الوجه بالذات.
“Ibnu Jauzi rahimahullah adalah seorang Asy’ari yang murni. Terkadang, dalam ucapannya terdapat ungkapan-ungkapan yang sangat indah dan mengagumkan dalam mendukung mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menjauhi bid‘ah, menyesatkan para pelaku bid‘ah, dan memerintahkan untuk mengikuti serta meniti jalan para salaf.
Namun, permasalahannya pada Ibnu Jauzi adalah ketidakkonsistenan. Ia memerintahkan untuk mengikuti salaf, tetapi di sisi lain ia menyelisihi mereka.
Sebagai contoh, dalam tafsir firman Allah Ta’ala : “Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan” (QS. Ar-Rahman: 27), ia berkata: “Para mufasir mengatakan bahwa maknanya adalah tetap kekal Tuhanmu,” sehingga ia menafsirkan kata wajah sebagai dzat.”[9]
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 : 𝗞𝗮𝗿𝘆𝗮𝗻𝘆𝗮
Diantara kitab beliau yang dianggap oleh sebagian kalangan membela madzhab Asy’ari adalah yang berjudul Daf‘ Syubah at Tasybih bi Akuff at Tanzih. Kitab ini ditulis untuk membantah pandangan-pandangan tasybih (penyerupaan sifat Allah dengan sifat makhluk) yang berkembang di kalangan sebagian pengikut madzhab Hanbali pada masanya.
𝗕𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮 : 𝗞𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸 𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗔𝘀𝘆’𝗮𝗿𝗶𝘆𝗮𝗵
Sebagian pihak terkadang mengatakan bahwa seorang ulama bukan Asy’ariyah, atau telah bertaubat dari madzhab ini dengan dalih adanya kritik mereka terhadap sebagian takwil yang dilakukan dalam madzhab ini. Padahal dalam setiap madzhab saling kritik itu adalah hal yang biasa, karena pendapat ulama dalam madzhab tersebut tidaklah maksum.
Adapun kritiknya beliau terhadap Ibnu Furak dalam ta’wil-ta’wilnya, tidak diragukan lagi bahwa banyak dari kalangan mutaakhkhirin Asy’ariyah telah berlebihan dalam melakukan ta’wil. Adapun celaan terhadap ta’wil secara mutlak, hal itu tidak sepatutnya keluar dari seseorang yang memiliki keutamaan. Bahkan salaf sendiri tidak mampu menghindarinya sehingga mereka terpaksa melakukan ta’wil terhadap sejumlah nash. Berikut beberapa contohnya:
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menafsirkan kata as-saq dalam firman Allah Ta’ala: “Pada hari betis disingkapkan” (QS. Al-Qalam: 42) dengan kesulitan. Hal ini dinukil oleh al Hafizh Ibnu Hajar dan imam Thabari yang mengatakan, “Sejumlah sahabat dan tabi’in dari kalangan ahli ta’wil mengatakan bahwa itu berarti urusan yang sangat berat.”[10]
Ibnu Abbas juga menafsirkan kata al-aydi dalam firman Allah Ta’ala: “Dan langit itu Kami bangun dengan tangan-tangan” (QS. Adz-Dzariyat: 47) dengan kekuatan. Hal ini disebutkan oleh imam Thabari, sedangkan al-aydi adalah bentuk jamak dari al-yad (tangan).[11]
Imam Ahmad menafsirkan firman Allah Ta’ala: “Dan datanglah Tuhanmu” (QS. Al-Fajr: 22) dengan datangnya pahala-Nya. Ini dinukil oleh Ibnu Katsir dalam al Bidayah wa an Nihayah dari Imam al Baihaqi dalam Manaqib Imam Ahmad, dan al Baihaqi menyebutkan sanadnya, lalu berkata: “Ini sanad yang tidak ada masalah padanya.”
Imam Ahmad juga menafsirkan firman Allah Ta’ala: “Tidak datang kepada mereka suatu peringatan dari Tuhan mereka yang baru” (QS. Al-Anbiya: 2) dengan mengatakan: “Kemungkinan yang dimaksud adalah penurunan wahyu kepada kami yang baru.”[12]
Imam Bukhari rahimahullah menafsirkan tertawa yang disebutkan dalam beberapa hadits dengan rahmat.[13]
Bersambung ke Bagian VII : imam Thabari dan Qurthubi...
baca juga :
- Ulama Asy'ariyah dan Maturidiyah
- Asy'ariyah Maturidiyah Dari Kalangan Ulama Madzhab Fiqih
- Mana Bukti Mereka Asy'ariyah?
- Mereka Adalah Asy'ariyah
- Bukti Imam Nawawi Seorang Asy'ari
- Ibnu Hajar Ulama Asy'ari
- Bukti Izz Abdussalam Seorang Asy'ari
- Imam Dalam Dakwah dan Pemilik Nasehat Indah
- Bukti Imam Ibnu Jauzi Bermadzhab Asy'ari
________________
[1] Dzail Thabaqat al Hanabilah (2/458 -512)
[2] Thabaqat al Hanabilah (1/144)
[3] Dzail Thabaqat al Hanabilah (1/414)
[4] Daf’ Shubhat al-Tashbih hal. 141
[5] Ibid
[6] Siyar A;lam Nubala (21/381)
[7] Al Mughni li Ibnu Qudamah (1/13)
[8] Dar’ Ta‘arudh (9/160)
[9] Syarah Ushul I’tiqad Ahlussunnah (21/62)
[10] Fath al-Bari (13/428), Tafsir Ath Thabari (29/38)
[11] Tafsir at Thabari (7/27)
[12] Al Bidayah wa Nihayah (10/327)
[13] Asma wa Sifat hal. 470
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq