
𝗔𝗗𝗔𝗕 𝗗𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗕𝗘𝗥𝗗𝗭𝗜𝗞𝗜𝗥 𝗦𝗘𝗟𝗘𝗦𝗔𝗜 𝗦𝗛𝗔𝗟𝗔𝗧
Ahmad Syahrin Thoriq
Berikut ini adalah diantara adab-adab yang hendaknya dijaga ketika berdzikir selesai shalat.
𝟭. 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝘀𝘂𝗮𝗿𝗮 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗱𝗮𝗿 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗯𝘂𝘁𝘂𝗵𝗸𝗮𝗻
Dzikir secara umum diperintahkan untuk diucapkan dengan suara yang rendah, namun dibolehkan mengeraskannya bila ada maslahat yang hendak dicapai. Tentang mengeraskan dzikir ini telah disebutkan dalam beberapa hadits di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, di mana beliau berkata :
كَانَ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dulu, meninggikan suara ketika berdzikir setelah menunaikan shalat fardhu adalah biasa dilakukan pada masa Nabi ﷺ.” (HR. Bukhari)
Yang dimaksudkan mengeraskan di sini adalah memperdengarkan lafadz dzikir tersebut, bukan dibaca terlalu pelan apalagi hanya dilafadzkan di dalam hati. Ukuran di sini tentu dengan batasan tidak sampai mengganggu orang lain jika itu dilakukan saat shalat berjama’ah. Hal ini dipahami dengan mengkompromikan anjuran umum dalam berdzikir untuk memelankan suara ketika melafadzkan kalimat-kalimat dzikir, Allah ta’ala berfirman :
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ
"Dan sebutlah (ingatlah) Tuhanmu dalam dirimu dengan penuh kerendahan hati dan rasa takut, dan janganlah kamu melakukannya dengan suara keras, kecuali sedikit ucapan." (QS. Al A’raf :205)
Sebagian ulama menjelaskan bahwa mengangkat suara di sini boleh dengan suara nyaring bila tujuannya untuk memberikan pengajaran, seperti imam yang menyaringkan dzikirnya untuk mengajari jama’ah agar hafal dzikir-dzikir ba’da shalat.
Al Imam Syafi‘i rahimahullah menjelaskan:
وأحسب إنما جهر قليلاً أي: رسول الله صلى الله عليه وسلم ليتعلم الناس منه؛ وذلك لأن عامة الروايات التي كتبناها مع هذا وغيرها ليس يذكر فيها بعد التسليم تهليل ولا تكبير، وقد يذكر أنه ذِكْرُ بعد الصلاة بما وصفت.
“Dan saya menduga beliau sedikit menjadikan suara nyaring— maksudnya Rasulullah ﷺ — agar orang-orang belajar darinya; karena sebagian besar riwayat yang kami tulis bersama ini dan selainnya, tidak disebutkan di dalamnya setelah salam terdapat ucapan tahmid atau takbir, meskipun kadang disebutkan bahwa itu adalah dzikir setelah shalat sebagaimana yang saya jelaskan.”
𝟮. 𝗠𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗗𝘇𝗶𝗸𝗶𝗿 𝗱𝗶 𝘁𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝘀𝗵𝗮𝗹𝗮𝘁
Adab dan kesunnahan ini bisa dipahami dari dalil hadits seperti :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِذَا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ: "سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
“Rasulullah ﷺ apabila telah selesai shalat, beliau membaca: ‘Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar.’”(HR. Muslim)
Ketika menjelaskan hadits tersebut al imam Batthal rahimahullah berkata :
من أراد أن تحط عنه ذنوبه من غير تعب فليغتنم ملازمة مصلاه بعد الصلاة ليستكثر من دعاء الملائكة واستغفارهم له، فهو مرجو إجابته
“Siapa yang ingin agar dosa-dosanya dihapus tanpa usaha yang berat, hendaklah ia memanfaatkan kesempatan untuk tetap berada di tempat shalatnya setelah shalat, agar ia memperbanyak kesempatan mendapatkan doa para malaikat dan istighfar mereka untuknya. Dan doa mereka itu diharapkan lebih dikabulkan.”
𝟯. 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗸𝗲 𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗸𝗶𝗯𝗹𝗮𝘁
Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَيِّدًا، وَإِنَّ سَيِّدَ الْمَجَالِسِ قُبَالَةَ الْقِبْلَةِ
“Sesungguhnya setiap sesuatu memiliki pemimpin/yang utama, dan sesungguhnya yang utama dalam majelis adalah menghadap ke arah kiblat.” (HR. Thabrani)
Al imam as Safarini rahimahullah berkata :
ومن كمال هيئة الذاكر أن يستقبل القبلة لأنه أفضل الجلوس
“Dan termasuk dari kesempurnaan adab orang yang berdzikir ialah hendaknya menghadap kiblat, karena itu adalah posisi duduk yang terbaik.”
Sedangkan dalam shalat berjama’ah justru dimakruhkan bagi imam untuk terus menerus menghadap kiblat setelah selesainya shalat berjama’ah. Ia disunnahkan untuk segera menghadapkan wajahnya ke arah jama’ah atau bergeser ke samping kanan atau kirinya.”
Al imam Buhuti rahimahullah berkata :
(و) يكره (مكثه) أي: الإمام (كثيرا) بعد المكتوبة (مستقبل القبلة وليس ثم) بفتح المثلثة، أي: هناك (نساء) لحديث عائشة «كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا سلم لم يقعد إلا مقدار ما يقول: اللهم أنت السلام، ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
“Makruh bagi imam untuk tinggal lama setelah shalat fardhu menghadap kiblat bukan karena ada kebutuhan lain seperti wanita keluar. Artinya : Imam tidak disunnahkan duduk terlalu lama di tempat shalatnya setelah selesai shalat fardhu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah ﷺ apabila selesai salam, beliau tidak duduk lebih lama daripada yang diucapkannya: ‘Allahumma anta as-salam wa minka as-salam, tabarakta ya dhal-jalali wal-ikram.’”
𝟰. 𝗗𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝗲𝗮𝗱𝗮𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝘀𝘂𝗰𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗶𝗵
إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طَهَرٍ
"Sesungguhnya aku tidak suka menyebut (berdzikir kepada) Allah, Yang Maha Agung, kecuali dalam keadaan suci." (HR. Ahmad)
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata :
ومن الادب أن يكون الذاكر نظيف الثوب طاهر البدن طيب الرائحة، فإن ذلك مما يزيد النفس نشاطا
“Dan termasuk adab bagi orang yang berdzikir adalah: berpakaian bersih, badan dalam keadaan suci dan wangi. Karena hal itu menambah semangat jiwa.”
𝟱. 𝗕𝗲𝗿𝗱𝘇𝗶𝗸𝗶𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗳𝗮𝗱𝘇 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮’𝘁𝘀𝘂𝗿
Dalilnya untuk adab ini tentu adalah pengajaran dari Nabi ﷺ terhadap dzikir-dzikir selesai shalat ini. Seandainya itu bukan perkara penting dan besar manfaatnya tentu Nabi tidak akan mengajarkannya. Al imam Thurthusi rahimahullah berkata :
من العجب العجاب أن تعرض عن الدعوات التي ذكرها الله تعالى في كتابه عن الأنبياء والأولياء والأصفياء مقرونة بالإجابة ثم تقتفى ألفاظ الشعراء والكتاب كأنك في زعمك في دعوت بجميع دعواتهم ثم استعنت بدعوات من سواهم.
"Sungguh mengherankan bahwa seseorang meninggalkan doa-doa yang disebutkan Allah Ta’ala dalam Kitab-Nya tentang para nabi, wali, dan orang-orang pilihan, yang disertai dengan janji dikabulkannya, kemudian ia mengikuti kata-kata para penyair dan penulis, seolah-olah ia dalam keyakinannya telah memanjatkan semua doa mereka, lalu menambahkan doa-doa dari orang lain.”
𝟲. 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗵𝗶𝘁𝘂𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝘇𝗶𝗸𝗶𝗿
Disunnahkan ketika berdzikir untuk menghitungnya dengan jari jemari. Hal ini disandarkan kepada sebuah dalil hadits, di mana Rasulullah ﷺ bersabda :
عليكنَّ بالتّسبيحِ والتَّهليلِ والتَّقديسِ واعقِدْنَ بالأناملِ فإنهن مَسئولاتٌ مُستنطَقاتٌ ولا تغْفَلْنَ فتنسِين الرَّحمةَ
“Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, menyucikan Allah dan hitunglah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa bicara (di hari Kiamat) maka janganlah kalian lalai sehingga lupa terhadap rahmat Allah.” (HR. Tirmidzi)
Adapun menghitung dzikir dengan menggunakan tasbih, hukumnya adalah diperbolehkan. Berikut adalah fatwa para ulama dalam masalah ini :
Al imam Nawawi rahimahullah berkata :
ولو اتخذ سبحة فيها خيط حرير لم يحرم استعمالها
“Seandainya seseorang berdzikir dengan menggunakan tasbih yang ada bundelan dari bahan sutra, maka itu tidaklah haram untuk digunakan.”
𝟳. 𝗠𝗲𝗹𝗮𝗳𝗮𝗱𝘇𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗸𝗵𝘂𝘀𝘆𝘂’
Allah ta’ala berfirman :
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan merendah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf : 55)
Dan firmanNya :
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan merendah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf : 55)
Dinyatakan dalam Darr Ifta’ Mishriyah :
أما اللسانى فقط مع الغفلة عن معنى الذكر وعدم الإحساس بجلال من يذكره الذاكر فلا أثر له فى الوجدان والسلوك، والله وحده هو الذي يقدره
“Adapun dzikir yang hanya sekadar lisan, sementara hati lalai dari makna dzikir dan tidak merasakan keagungan Zat yang diingat, maka dzikir itu tidak memberi pengaruh dalam jiwa maupun perilaku. Allah-lah yang menilai kadar nilainya.”
𝟴. 𝗠𝗲𝗻𝘆𝗲𝗺𝗽𝘂𝗿𝗻𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗼𝗮
Tentang adab atau kesunnahan ini, kita dapati bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
يا رسولَ اللهِ أيُّ الدعاءِ أَسْمَعُ ؟ قال جَوْفَ الليلِ الآخِرِ ودُبُرَ الصلواتِ المَكْتُوباتِ
“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Di akhir malam dan di akhir salat wajib” (HR. Tirmidzi)
Atas dasar hadits ini, sebagian ulama menganjurkan untuk berdoa setelah salat. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,
واستحب أيضاً أصحابنا وأصحاب الشافعي الدعاء عقب الصلوات، وذكره بعض الشافعية اتفاقاً
“Ulama madzhab Hambali dan juga madzhab Syafi’i menganjurkan untuk berdoa setelah salat, bahkan sebagian Syafi’iyyah menukil adanya ittifaq (sepakat dalam hal ini).”
Wallahu a'lam
_______________
Ini adalah petikan bab dari buku kami yang berjudul Dzikir Ma’tsur Bada Shalat Wajib yang sudah bisa disimak sebagiannya di https://astofficial.id
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq