Dosa Besar Menghina Ulama, Etika Kritik, dan Bahaya Ghibah

Integritas Lisan: Dosa Besar Menghina Ulama, Etika Kritik, dan Bahaya Ghibah

Daging Ulama Itu Beracun

​Kehormatan ulama adalah kehormatan ilmu itu sendiri. Ulama adalah pewaris Nabi, dan melukai mereka sama dengan merusak sumber otentisitas Syariat. Sayangnya, di era informasi ini, menghina ulama terdahulu atau bahkan ulama kontemporer telah menjadi praktik yang tersebar luas, terutama di kalangan mereka yang menyerukan untuk "Tinggalkan Ulama dan Ikuti Dalil". Sikap ini tidak hanya melanggar adab, tetapi juga melanggar hukum Syariat yang melarang ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).

​Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa Daging Para Ulama Beracun, membahas Dosa Besar Menghina Ulama Terdahulu, serta menekankan pentingnya Berhati-hatilah dalam Menyalahkan Pendapat Para Ulama.

​1. Dosa Besar Menghina Ulama: Prinsip Hurmah

Dosa Besar Menghina Ulama Terdahulu timbul dari konsep hurmah (kesucian atau kehormatan) ilmu.

  • Daging Para Ulama Beracun: Ungkapan ini adalah peringatan keras dari ulama salaf bahwa lisan yang mencela ulama akan dibalas dengan sanksi keras, baik di dunia (hilangnya barakah ilmu) maupun di akhirat. Ulama yang mencela sering kali menjadi sasaran celaan berikutnya.
  • Tuduhan Buruk Wahhabi: Kritik ini seringkali diarahkan kepada mereka yang gemar mencari kesalahan (tuduhan buruk) terhadap tokoh-tokoh besar Ahlussunnah (seperti Al-Azhar al-Syarif atau ulama Asy'ariyah/Maturidiyah) dengan label-label buruk (bid'ah atau syirik), yang justru merusak kepercayaan awam pada ulama (Nabitah).
  • Etika Kritik: Ulama sejati diajarkan untuk mengkritik dengan ilmu, bukan dengan caci maki. Ibn Taimiyah dan Celaannya kepada Ulama adalah contoh kasus yang sering diperdebatkan di mana ulama terbagi dalam menanggapi kerasnya kritik yang ia lontarkan kepada para ahli fikih dan teologi (terutama Asy'ariyah) pada masanya.

​2. Batasan Adab: Berhati-hatilah dalam Menyalahkan

​Bagi seorang Muslim awam atau bahkan penuntut ilmu pemula, ada batasan ketat dalam menyikapi perbedaan pendapat:

  • Berhati-hatilah Dalam Menyalahkan Pendapat Para Ulama: Ini adalah prinsip fundamental. Seorang penuntut ilmu pemula tidak berhak secara sembarangan menyalahkan pendapat ulama mujtahid dari mazhab yang sah (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali), karena mereka adalah Para Pelita Dunia dan Akhirat yang ilmunya sudah teruji.
  • Membedakan Kapasitas: Jika seseorang beranggapan "Tinggalkan Ulama dan Ikuti Dalil", ia menunjukkan kegagalan dalam sadar kapasitas. Ulama adalah Fikih Bagaikan Dokter dan Hadits Bagaikan Obat. Tanpa dokter (ulama), obat (dalil) bisa membunuh karena dosis dan cara penggunaannya salah. Hanya ulama mujtahid yang memiliki perangkat metodologis (ushul) untuk mengolah dalil.
  • Ironis Masyarakat: Adalah Ironis Masyarakat Kita tentang Ulama jika mereka mudah mengabaikan ulama yang ahli dalam fikih, namun mudah mengikuti fatwa dari orang yang minim sanad dan minim penguasaan perangkat ushul.

​3. Bahaya Nabitah: Merusak Kepercayaan

​Konsep Nabitah—yang berarti "tumbuhan muda" atau mereka yang baru belajar dan langsung berani berfatwa—adalah penyakit yang merusak struktur keilmuan Islam:

  • Nabitah, Penyakit yang Merusak Kepercayaan Awam pada Ulama: Nabitah adalah orang-orang yang hanya belajar sepenggal-sepenggal, namun dengan cepat menggunakan lisan mereka untuk mencela ulama besar yang menghabiskan hidupnya untuk ilmu.
  • Dampak Sosial: Dampak terbesar Nabitah adalah menciptakan perpecahan (tafarruq) dan membuat umat awam bingung dan kehilangan pegangan. Mereka didorong untuk meninggalkan otoritas keilmuan yang mapan, yang pada akhirnya membawa mereka kepada penafsiran dalil yang dangkal dan berlebihan (ghuluw).
  • Menghindari Ghibah: Sikap terbaik adalah menjaga lisan kita agar tidak terjerumus dalam ghibah atau celaan, baik kepada ulama yang masih hidup maupun yang sudah wafat, demi menjaga keutuhan hati dan ilmu.

Adab sebagai Mahkota Ilmu

​Integritas lisan adalah cerminan integritas ilmu. Memahami Dosa Besar Menghina Ulama Terdahulu dan mengapa Daging Para Ulama Beracun seharusnya menjadi benteng yang melindungi kita dari ghibah dan fitnah lisan.

​Seorang penuntut ilmu sejati akan selalu berhati-hati dalam menyalahkan pendapat para ulama, memilih untuk merujuk pada otoritas yang mapan, dan berusaha menyerap ilmu dengan adab dan tawadhu', menyadari bahwa ilmu diperoleh melalui kerendahan hati.

​Sumber : Kajian Ulama

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Dosa Besar Menghina Ulama, Etika Kritik, dan Bahaya Ghibah - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®