Disyari'atkan (Masyru') Bertabarruk Dengan Orang-Orang Shalih Dan Peninggalan Mereka Menurut Para Imam Ahli Hadits.
Seluruh ulama Salaf sepakat - kecuali sedikit yang syadz - tentang Disyari'atkan praktik bertabarruk dengan orang-orang saleh dan peninggalan mereka baik saat hidup maupun setelah wafat, sebagaimana mereka juga memperbolehkan bertabarruk dengan baginda Nabi Muhammad baik saat hidup maupun setelah wafatnya.
Kami menegaskan bahwa tidak ada alasan yang kuat bagi mereka yang melarang bertabarruk, kecuali sangkaan mereka bahwa bertabarruk adalah jalan menuju kesyirikan dan dapat menyebabkan pengkultusan terhadap orang yang ditabarruki. Keduanya adalah kesalahpahaman besar yang masih beredar di tengah-tengah masyarakat.
Tidaklah bertabarruk berarti mengkuduskan benda mati karena dzat benda itu sendiri. Tidaklah bertabarruk dengan orang-orang saleh berarti menyembah mereka.
Kemudian, jika Anda mengucapkan hal tersebut, Anda akan terkejut mendengar salah satu dari mereka akan mengatakan: Perkataan Anda ini sama dengan perkataan orang-orang musyrik:
ما نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى [الزمر : ٣]
Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mendekatkan kami kepada Allah dengan kedekatan yang lebih dekat.(QS. Al-Zumar: 3)
Maka katakan kepada mereka: Kamu saat ini mengikuti jejak Khawarij, yang sengaja mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang musyrik, lalu menerapkan ayat-ayat tersebut kepada orang-orang mukmin, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Sayyidina Ibn Umar:
[إنهم انطلقوا إلى آيات نزلت في الكفار ، فجعلوها على المؤمنين]
"Mereka (yaitu khawarij) mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka menerapkan ayat-ayat tersebut kepada orang-orang mukmin."
Menerapkan ayat tersebut kepada orang-orang mukmin yang ber-Tauhid adalah perilaku Khawarij di masa lalu, dan sekarang diterapkan oleh Wahhabiyah, yaitu Khawarij zaman sekarang.
Dan hal yang penting adalah bahwa praktik tabarruk para sahabat dengan peninggalan (atsar) Nabi Muhammad ﷺ difahami Para ulama Hadits berdasarkan keumumannya. Maksudnya, tindakan tersebut diperbolehkan tidak hanya dengan peninggalan (atsar) Nabi ﷺ, tetapi juga peninggalan orang-orang saleh lainnya. Membatasi praktik ini hanya boleh dilakukan pada Nabi ﷺ saja adalah tindakan yang tidak berdasar dan tidak ada salaf yang mendukung mereka dalam hal itu. Sebaliknya, pernyataan ulama Hadits adalah hujjah (dalil) yang menentang pandangan mereka tersebut.
Banyak ulama besar seperti Ibn Hibban, Ibn Baththal, Ibn Abdil Barr, Qadhi Iyadh, An-Nawawi, Al-'Ala'i, Ibn Al-Mulaqqin, Al-Badr Al-'Ayni, Ibn Hajar, As-Suyuthi dan lainnya, baik sebelum maupun sesudah Ibn Taimiyah, telah menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan diperbolehkannya bertabarruk, seperti ungkapan mereke:
[وفيه جواز التبرك بالصالحين وآثارهم]
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil diperbolehkan bertabarruk dengan orang-orang saleh dan peninggalan mereka."
Dan ini saja sudah menunjukkan seberapa besar kesalahpahaman Wahhabi yang membatasi tabarruk hanya pada peninggalan Nabi, padahal banyak pernyataan ulama-ulama terdahulu untuk menekankan bahwa tabarruk dengan orang-orang saleh, baik hidup maupun setelah wafat, adalah bersifat umum. Inilah pemahaman Salaf, seperti tercermin dalam teks-teks berikut:
Dalam Kitab Shahihnya, al-Imam Ibn Hibban memuat tiga bab dengan judu:
[ذكر ما يستحب للمرء التبرك بالصالحين وأشباههم]
"Bab menyebutkan tentang Dianjurkan dalam syariat islam bagi seseorang bertabarruk dengan orang-orang saleh dan semisalnya."
[استحباب التبرك للمرء بعشرة مشايخ أهل الدين والعقل]
"Dianjurkan dalam syariat islam bertabarruk bagi seseorang dengan 10 orang ulama ahli agama & ilmu"
[ذكر إباحة التبرك بوضوء الصالحين من أهل العلم إذا كانوا متبعين لسنن المصطفى دون أهل البدع منهم]
"Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah"
Imam Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr yang wafat pada tahun 463 H berkata dalam menjelaskan hadis dengan teks sebagai berikut:
[إِذَا كُنْتَ بَيْنَ الْأَخْشَبَيْنِ مِنْ مِنًى ، وَنَفَخَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ ، فَإِنَّ هُنَاكَ وَادِيًا يُقَالُ لَهُ السُّرَرُ بِهِ شَجَرَةٌ سُرَّ تَحْتَهَا سَبْعُونَ نَبِيًّا]
رواه مالك في الموطاء (۲۱۹)، واحمد في المسنده (۱۲۳۳)، و ابن حبان في الصحيحه (٦٢٤٤)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika kalian berada di antara dua bukit (al-Akhshabayn) dekat Mina," sambil menunjuk ke arah timur dengan tangannya yang terbuka, "kalian akan menemukan sebuah lembah bernama as-Surar terdapat pohon . Di bawah pohon itu, tujuh puluh nabi telah dilahirkan."
Imam Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr berkata:
[الحديث دليل على التبرك بمواضع الأنبياء والصالحين ومقاماتهم و مساكنهم]
التمهيد للحافظ ابن عبد البر (۱۷/۱۳)
"Hadits ini menjadi dalil tentang disyariatkan tabarruk dengan tempat-tempat para Nabi dan orang-orang saleh, seperti makam dan tempat tinggal mereka."
Imam Qadhi Iyadh (wafat 544 H) ketika menjelaskan hadits 'Itban bin Malik yang meminta Nabi ﷺ untuk shalat di rumahnya, mengatakan:
[فيه التبرك بالفضلاء، ومشاهد الأنبياء وأهل الخير ومواطنهم، ومواضع صلاتهم، وإجابة أهل الفضل لما رغب إليهم فيه من ذلك، تعاوناً على طاعة الله، وتنشيطاً على عبادته]
إِكمَالُ المُعْلِمِ بفَوَائِدِ مُسْلِم (٦۳۱/۲)
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil bertabarruk dengan orang-orang yang memiliki keutaman (bertaqwa), makam para Nabi dan orang-orang baik serta tempa-tempat ibadah mereka, tempat shalat mereka, dan respon persetujuan dari orang-orang yang memiliki keutamaan terhadap permintaan tersebut merupakan tolong menolong dalam ketaatan kepada Allah dan meningkatkan ibadah".
Imam Abu Al-Abbas Al-Qurtubi yang wafat tahun 656 H menjelaskan tentang hadits tabarruk dengan air sumur yang pernah diminum unta Nabi Shalih:
[أَمْرُهُ صلى الله عليه وآله وسلم أن يستقوا من بئر الناقة دليلٌ على التبرك بآثار الأنبياء والصالحين، وإن تقادمت أعصارهم وخفيت آثارهم، كما أنَّ في الأول دليلًا على بغض أهل الفساد وذم ديارهم وآثارهم. هذا، وإن كان التحقيق أن الجمادات غير مؤاخذات، لكن المَقْرُون بالمحبوب محبوب، والمقرون بالمكروه المبغوض مبغوض]
المفهم لما أشكل من تلخيص كتاب مسلم (۳۵۵/۷)
"Perintah Nabi untuk mengambil air dari sumur unta tersebut menunjukkan diperbolehkannya bwrtabarruk dengan peninggalan Nabi dan orang-orang saleh. Meskipun zaman mereka telah lama berlalu dan jejak mereka telah hilang, hal ini juga menunjukkan kebencian terhadap orang-orang yang fasik dan celaan terhadap tempat-tempat serta peninggalan mereka. Lebih lanjut, meskipun benda mati tidak diminta pertanggungjawaban, namun yang berhubungan dengan yang dicintai (Allah) adalah dicintai, dan yang berhubungan dengan yang dibenci(Allah) adalah dibenci."
Syaikhul Islam An-Nawawi yang wafat tahun 676 H berkata, saat menyebutkan faedah hadits 'Itban bin Malik,
[ومنها التبرك بالصالحين وأثارهم والصلاة في المواضع التي صلوا بها وطلب التبريك منهم]
شرح النووي على مسلم (۱۱۱/۵)
"antara lain: sebagai dalil tabarruk dengan orang-orang shaleh dan peninggalan mereka, melakukan shalat di tempat-tempat yang pernah mereka gunakan untuk shalat, Memohon berkah dari mereka."
Imam Alauddin Ibn Al-'Aththar (wafat 724 H) menjelaskan tentang hadits Abu Juhaifah dan Bilal tentang shalat di Madinah:
[وفي الحديث فوائد كثيرة: منها: إتيان أهل القدوة وأهل الفضل إلى أماكنهم، في السفر والحضر؛ للتبرك بهم، والاقتباس منهم، وحكاية حالهم، وذكر منازلهم. ومنها: استعمال فضل طهورهم، وطعامهم، وشرابهم، ولباسهم، والتبرك بآثارهم.]
العدة في شرح العمدة» (۳۸۰/۱).
"Dan dalam hadits ini terdapat banyak faidah, antara lain:
Dalam hadis terdapat banyak manfaat: di antaranya: mendatangi orang-orang yang menjadi teladan dan orang-orang yang memiliki keutamaan di tempat mereka, baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal; untuk bertabarruk dengan mereka, mengambil pelajaran dari mereka, menceritakan keadaan mereka, dan menyebutkan tempat tinggal mereka. Dan di antara faidah lainnya: menggunakan sisa air wudhu, makanan, minuman, dan pakaian mereka dan bertabarruk dengan peninggalan mereka".
Imam Abu Abdullah Al-Fasi, dikenal sebagai Ibn Al-Hajj Al-Maliki (wafat 737 H), dalam kitabnya "Al-Madkhal", menjelaskan tentang tawassul dan tabarruk dengan kubur orang-orang shaleh:
[وَقَدْ تَقَرَّرَ فِي الشَّرْعِ وَعُلِمَ مَا لِلَّهِ تَعَالَى بِهِمْ مِنْ الِاعْتِنَاءِ، وَذَلِكَ كَثِيرٌ مَشْهُورٌ، وَمَا زَالَ النَّاسُ مِنْ الْعُلَمَاءِ، وَالْأَكَابِرِ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ مَشْرِقًا وَمَغْرِبًا يَتَبَرَّكُونَ بِزِيَارَةِ قُبُورِهِمْ وَيَجِدُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ حِسًّا وَمَعْنًى]
المدخل لابن الحاج (٢٥٥/١).
"Dan telah ditetapkan dalam syariat dan diketahui apa yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka dari kasih sayang, dan itu banyak dan terkenal. Dan senantiasa orang-orang dari kalangan ulama dan para tokoh, dari generasi ke generasi, baik di Timur maupun di Barat, terus-menerus bertabarruk dengan mengunjungi makam-makam mereka dan merasakan berkah tersebut secara inderawi dan maknawi".
Imam Syamsuddin Al-Kirmani (wafat 786 H) berkata tentang hadits membuat cincin sebagai tanda berkah dengan cincin Nabi:
[وفيه التبرك بآثار الصالحين ولبس لباسهم]
الكواكب الدراري شرح صحيح البخاري (۹۹/۲۱).
"Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bertabarruk dengan peninggalan orang-orang shaleh dan mengenakan pakaian mereka."
Imam Agung Ibn al-Mulaqqin yang wafat pada tahun 804 H berkata ketika Nabi ﷺ mengalirkan air wudhu-nya kepada Sayyidina Jabir:
[وفيه: التبرك بآثار الصالحين لا سيما سيد الصالحين ﷺ]
التوضيح لشرح الجامع الصحيح (٣٢٧/٤)
"Di dalamnya terdapat dalil bertabarruk dengan atsar orang-orang saleh, terutama pemimpin orang-orang saleh ﷺ."
Imam Syamsuddin al-Birmawi yang wafat pada tahun 831 H berkata tentang hadits tabarruk sahabat dengan wudhu beliau ﷺ yang mulia:
[ففيه جَوازُ ضَرْب الخيام والقباب، والتبرك بآثار الصالحين، وطهارة المستعمل، ونَصْبُ علامة بين يدي المصلي، وخدمة السادات]
اللامع الصبيح بشرح الجامع الصحيح، (٤٦١/١٤).
"Didalamnya terdapat dalil kebolehan mendirikan tenda dan kubah, beratabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh, kesucian air musta'mal, menempatkan tanda di depan orang yang shalat, dan melayani para pemimpin."
Imam Syamsuddin Ibn Al-Jazari (wafat 833 H) tentang makam Imam Asy-Syathibi, imam qira'at berkata:
[وقبره مشهور معروف، يقصد للزيارة، وقد زرته مرات، وعرض علي بعض أصحابي الشاطبية عند قبره، ورأيت بركة الدعاء عند قبره بالإجابة رحمه الله ورضي عنه]
غاية النهاية في طبقات القراء (۲) ۲۳).
"Makam Imam Syathibi terkenal dan dikunjungi banyak orang. Aku sendiri pernah berkali-kali mengunjunginya, dan beberapa teman saya dari kalangan Syathibiyah meminta saya untuk berdoa di dekat makamnya. Aku menyaksikan sendiri berkah berdoa di sana, yaitu dengan doa yang mustajab (dikabulkan). Semoga Allah merahmati dan meridhai beliau."
Imam Syihabuddin Ibn Ruslan Al-Syafi'i yang wafat pada tahun 844 H berkata tentang hadis menuangkan air wudhu beliau ﷺ pada orang sakit:
[وفيه التبرك بآثار الصالحين من فضل طهور وأكل ولبس وغير ذلك مما ترتجى به البركة؛ ولأنه مما يتداوى به]
شرح سنن أبي داود لابن رسلان (۱۲/ ٤۱۷).
"Di dalamnya terdapat dalil bertabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh berupa sisa bersuci, makan, pakaian, dan hal-hal lain yang diharapkan membawa berkah; dan karena itu adalah salah satu cara untuk berobat."
Syaikh al-Islam al-Hafizh Ibn Hajar yang wafat pada tahun 852 H ketika menyebutkan hadits 'Itban bin Malik mengatakan:
[وقد تقدم حديث عتبان وسؤاله النبي الله أن يصلي في بيته ليتخذه مُصَلَّى وإجابة النبي الله إلى ذلك، فهو حجة في التبرك بآثار الصالحين]
فتح الباري لابن حجر (١/ ٥٦٩).
"Telah disebutkan hadits 'Itban dan permintaannya kepada Nabi Allah untuk shalat di rumahnya agar dijadikan sebagai tempat shalat, dan Nabi ﷺ menyetujui permintaannya tersebut, maka ini adalah hujjah tentang tabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh."
Bahkan, Al-Hafiz Ibn Hajar dalam bukunya: Al-Matalib Al-Aliyah bi Zawa'id Al-Masanid Al-Tsamaniyah, mengkhususkan sebuah bab dengan judul:
باب التبرك بآثار الصالحين
Bab Tabarruk dengan peninggalan Orang-orang Saleh.
Imam al-Badr al-'Ayni yang wafat pada tahun 855 H berkomentar ketika Nabi ﷺ berkata kepada Umm 'Atiyyah radhiallahu anha ketika memandikan jenazah putrinya Zainab radhiallahu anha:
فَإِذَا فَرَغْتُنَّ فَآذِنَّنِي فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ فَأَعْطَانَا حِقْوَهُ فَقَالَ: أشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ
"Jika kalian telah selesai, beri tahu aku." Ketika kami selesai, kami memberitahunya, maka beliau ﷺ memberikan kainnya dan berkata: "Jadikanlah ini sebagai kain pembungkusnya."
Imam al-Badr al-'Ayni mengatakan:
[أي: اجعلن هَذَا الْإِزار شعارها ، وسمي: شعارًا لِأَنَّهُ يَلِي شعر الجسد، والدثار ما فوق الجسد، والحكمة فِيهِ التَّبَرُّك بآثاره الشَّرِيفَةِ، وَإِنَّمَا أَخْرَهُ إِلَى فراغهن من الغسل، ولم يناولهن إيَّاه أولا ليكون قريب الْعَهْد من جسده الشريف، حَتَّى لا يكون بين انتقاله من جسده إلى جسدها فاصل، وَهُوَ أصل في التبرك بآثار الصالحين]
عمدة القاري شرح صحيح البخاري (٤١/٨)
"Artinya, jadikan kain ini sebagai penutup tubuhnya. Disebut 'syiar' karena menutupi rambut tubuh. Sedangkan 'ditsar' adalah penutup bagian atas tubuh. Hikmahnya adalah dalil tabarruk peninggalan Nabi yang mulia. Dan beliau menunggu hingga mereka selesai dari memandikan, dan tidak memberikannya kepada mereka terlebih dahulu agar dekat dengan tubuhnya yang mulia, sehingga tidak ada pemisah antara perpindahan kain itu dari tubuh Nabi ke tubuh zainab, hal ini merupakan dasar dalam tabarruk dengan atsar orang-orang saleh."
Imam Hafiz Syamsuddin As-Sakhawi (wafat 902 H) berkata tentang biografi Ahmad bin Ismail bin Abu Bakr bin Barid Al-Azhari Asy-Syafii:
[دفن بالبقيع بالقرب من قبر الإمام مالك رحمه الله وكان له مشهد حافل جدا، وتأسف الناس خصوصا أهل المدينة على فقده، وقبره ظاهر يزار رحمه الله وإيانا ونفعنا ببركاته]
التحفة اللطيفة في تاريخ المدينة الشريفة» (١٠٢/١)
"Beliau dimakamkan di Al-Baqi', dekat makam Imam Malik. Makamnya dihadiri banyak orang. Masyarakat, terutama penduduk Madinah, sangat sedih atas kehilangannya. Makamnya masih terlihat dan diziarahi. Semoga Allah merahmatinya dan kita semua mendapat manfaat dari berkahnya."
Al-'Allamah Abu al-'Abbas Syihabuddin al-Qasthalani (wafat 923 H) mengimentari perkataan seseorang yang meminta kepada Rasulullah kain yang beliau pakai, ketika orang tersebut menyebutkan alasannya:
إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتَكُونَ كَفَنِي،
"Aku semata mata meminta kain itu untuk jadi kafanku."
Al-Qastalani berkata:
[وفيه التبرك بآثار الصالحين، وجواز إعداد الشيء قبل وقت الحاجة إليه]
الإرشاد الساري شرح صحيح البخاري (٣٩٦/٢)
"Dalam hal ini terdapat dalil tabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh, serta diperbolehkannya mempersiapkan sesuatu sebelum waktu dibutuhkannya."
Tambahan:
https://www.facebook.com/share/p/189Xyb3fZ4/
Teks-teks ini dari imam-imam Hadits dan huffadz sepanjang sejarah umat Islam menunjukkan kepada anda atas kesalahpahaman yang terjadi di kalangan Wahhabi dalam melarang tawassul dan tabarruk dengan sahabat, tabi'in, dan peninggalan mereka. Hal ini mengungkapkan kepada anda atas kebodohan mereka dalam penentangan terang-terangan terhadap para imam ilmu dan pensyarah sunnah yang mulia.
Teks-teks ini menunjukkan kepada anda sebagian besar penyelewengan yang baru dimunculkan oleh Wahhabi dalam mengharamkan tawassul dan tabarruk kepada orang-orang saleh dan peninggalan mereka dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan jalan menuju syirik (penyekutuan Tuhan).
Apakah para imam dan ulama sepanjang sejarah ini memperbolehkan syirik dan menghalalkan yang haram? Apakah semua mereka menentang pendapat Salaf menurut pandangan Wahhabi?! Jika para imam dan ulama sepanjang sejarah ini bukanlah pengikut Salaf yang sebenarnya, maka selamat tinggal bagi akal dan kebenaran.
Orang yang menentang para imam ini seharusnya menyadari bahwa merekalah yang menyimpang dari jalan Salaf, menentang keyakinan umat, ulama, dan imamnya. Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kesesatan ini yang mereka gunakan untuk memfitnah umat Islam sebagai penyembah kubur dan mengklaim bahwa syirik merajalela.
Dengan demikian, jelaslah kekeliruan Ibn Baz ketika menafikan tabarruk selain kepada Nabi ﷺ dan ia menganggapnya sebagai syirik besar. Ia berkata:
[لم يفعله الصحابة مع الصديق ولا مع عمر، ولا مع عثمان، ولا مع علي، ولا مع غيرهم، لعلمهم أن هذا خاص بالرسول ﷺ دون غيره، فالتبرك بشعره، التبرك بعرقه وبوضوئه، هذا خاص به ، أما غيره فبدعة لا يجوز، وإذا اعتقد أنه يحصل له البركة من هذا الشخص صار كفرا أكبر، نسأل الله العافية]
فتاوى نور على الدرب لابن باز (۱۷۸/۲)، بعناية الشويعر
"Para sahabat tidak melakukan tabarruk dengan Abu Bakar, tidak pada Umar, tifak pada Utsman, tidak pada Ali, tidak pada yang lainnya, Mereka tahu bahwa tabarruk hanya khusus untuk Rasulullah ﷺ, bukan orang lain. Tabarruk dengan rambut, keringat, dan wudhu'nya hanya khusus bagi beliau. Adapun kepada selainnya adalah bid'ah yang tidak diperbolehkan. Jika seseorang percaya mendapat berkah dari orang lain, itu adalah kekafiran besar. Kami memohon perlindungan kepada Allah."
Sebenarnya, kitalah yang seharusnya memohon perlindungan kepada Allah dari Wahhabi dan kejahatan mereka yang menentang para imam pendahulu, mereka mengkafirkan umat Nabi Muhammad ﷺ, serta menuduh ulama dengan kesesatan dan bid'ah.
Wallahu A'lam
Sumber FB : Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Riau : Aqidah Asy'ariyyah wal Maturidiyyah