Apakah Orang Kafir Mengenal Allah?

Apakah Orang Kafir Mengenal Allah?

Apakah Orang Kafir Mengenal Allah?

Dahulu kala di Qayrawan, Tunisia, pernah terjadi perdebatan sengit di antara para ulama tentang apakah orang kafir mengenal Allah (Tuhan pencipta alam semesta) ataukah tidak? Perdebatan ini lalu menjalar ke kalangan awam hingga terjadi kegaduhan di pasar-pasar setempat hingga hampir saja menjadi kisruh fisik. Masalah ini kemudian reda setelah diberi penjelasan oleh Imam Abu Imran Musa bin Isa al-Fasi (wafat pada tahun 430 H) sehingga masalah ini dalam literatur dikenal sebagai "masalah Imam Abu Imran". 

Ibn Naji al-Tanukhi dalam kitab Ma'ālim al-Īmān fī Ma'rifat Ahl al-Qayrawān (jilid 3, halaman 162) menukil kisah lengkap penjelasan Imam Abu Imran beserta kisah viralnya masalah ini seperti di bawah ini. Silakan dibaca hingga selesai keseruan kisahnya sebagai berikut:

"Di Qayrawan pernah muncul persoalan tentang orang-orang kafir: apakah mereka mengenal Allah atau tidak? Persoalan ini memicu perdebatan besar di kalangan ulama. Perdebatan tersebut meluas hingga ke kalangan umum. Perbedaan pendapat menjadi begitu sengit sampai hampir-hampir ada yang menyerang sesamanya di pasar, bahkan keluar dari batas kesopanan hingga mendekati pertikaian fisik.

Yang menjadi penggerak utama dalam perkara ini adalah seorang pendidik yang menaiki keledainya, dia berpindah dari satu orang ke orang lain. Ia tidak melewatkan seorang pun ahli kalam atau ahli fikih tanpa bertanya dan berdialog mengenai persoalan ini.

Seseorang kemudian berkata, ‘Andai kita pergi kepada Syaikh Abu Imran, beliau pasti akan memberi kita penjelasan yang menenangkan hati tentang persoalan ini.’ Maka, orang-orang di pasar, dalam jumlah besar, mendatangi rumahnya, meminta izin untuk bertemu. Beliau pun mengizinkan mereka masuk.

Mereka berkata, ‘Semoga Allah memperbaiki keadaan Anda. Anda tahu bahwa ketika masyarakat menghadapi persoalan besar, mereka akan kembali kepada ulama mereka. Dalam persoalan ini, Anda pasti telah mendengar apa yang terjadi. Kami tidak punya kesibukan lain di pasar selain berbicara tentang hal ini.’

Beliau berkata, ‘Jika kalian mau diam dan mendengarkan dengan baik, aku akan memberitahu pendapatku.’ Mereka menjawab, ‘Kami hanya menginginkan jawaban yang jelas, sesuai pemahaman kami.’

Lalu beliau berkata, ‘Dengan pertolongan Allah.’ Setelah diam sejenak, beliau melanjutkan, ‘Tidak ada yang boleh berbicara kecuali satu orang saja, sementara yang lainnya mendengarkan.’

Mereka menunjuk salah seorang dari mereka untuk berbicara. Kemudian Syaikh bertanya kepadanya, ‘Bagaimana menurutmu, jika engkau bertemu seseorang dan berkata kepadanya, “Apakah engkau mengenal Abu Imran al-Fasi?” Lalu ia menjawab, “Aku mengenalnya.” Kemudian engkau meminta, “Ceritakanlah tentangnya.” Ia berkata, “Dia adalah seorang pedagang sayur, gandum, dan minyak di Pasar Ibn Hisyam, dan tinggal di Subrah.” Apakah orang ini mengenalku?’

Orang tersebut menjawab, ‘Tidak.’

Syaikh melanjutkan, ‘Jika engkau bertemu orang lain dan bertanya kepadanya, “Apakah engkau mengenal Syaikh Abu Imran?” Ia menjawab, “Ya.” Kemudian engkau meminta, “Ceritakanlah tentangnya.” Ia menjawab, “Dia adalah seorang ulama yang mengajarkan ilmu, memberikan fatwa kepada masyarakat, dan tinggal di dekat Simat.” Apakah orang ini mengenalku?’

Orang tersebut menjawab, ‘Ya.’

Syaikh berkata, ‘Adapun yang pertama, apakah ia mengenalku?’

Orang tersebut menjawab, ‘Tidak.’

Syaikh menjelaskan, ‘Demikian pula orang kafir. Jika ia berkata bahwa sesembahannya memiliki pasangan atau anak, atau ia menyifatinya sebagai jisim, lalu ia menyembah sesembahan dengan sifat tersebut, maka ia tidak mengenal Allah. Ia tidak menyifati Allah dengan sifat-Nya yang sejati, dan ia tidak menyembah kecuali sesuatu yang memiliki sifat tersebut. Sebaliknya, seorang mukmin yang berkata bahwa sesembahannya adalah yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada yang setara dengan-Nya, maka ia telah mengenal Allah dan menyifatinya dengan sifat-Nya yang benar.’

Mendengar penjelasan ini, orang-orang berdiri dan berkata, ‘Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, wahai ulama. Anda telah menyembuhkan apa yang ada di hati kami.’ Mereka pun mendoakan beliau, dan setelah pertemuan ini, mereka tidak lagi memperdebatkan persoalan tersebut."

Dari kisah tersebut ada beberapa poin yang bisa kita ambil, yaitu:

1. Orang kafir tidak dapat disebut mengenal Allah sebab salah dalam menyifatinya

2. Ketika menjelaskan pada orang awam, harus digunakan contoh atau analogi yang sederhana yang dapat mereka pahami


3. Dalam dialog dengan orang banyak, hanya satu wakil yang boleh bicara sedangkan lainnya hanya boleh menyimak.

Semoga bermanfaat 

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Apakah Orang Kafir Mengenal Allah? - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®