DARI SINI DOKTRIN RADIKALISME TERTANAM
Bagi seorang muslim apalagi seorang pembelajar, mengakui sebuah fakta adalah sangat penting. Selain sebagai realisasi dari sikap amanat ilmiah, juga merupakan wasilah yang akan menentukan bagaimana seorang menyikapi suatu masalah dengan bijak sesuai dengan tuntunan syariat. Sebaliknya, menyembunyikan apalagi mengingkari fakta, merupakan sikap khianat. Seorang yang punya karakter khianat kaitannya dengan ilmu agama, maka tidak layak untuk diambil ilmunya.
Bila sebuah masalah sudah terbukti secara sah termasuk khilafiyyah (yang diperselisihkan) di sisi para ulama muktabar (diperhitungkan keilmuannya), maka harus diakui sebagai khilafiyah dan disikapi secara proporsional sesuai tuntuan syariat. Di mana, sengotot apapun kita, maka muaranya hanya satu, yaitu ; harus saling menghormati. Tidak menjadikannya sebagai alasan untuk menyesatkan dan mengeluarkan seorang muslim dari lingkup Ahlus Sunah.
Perbedaan para ulama muktabar yang dimaksud di sini, berlaku secara umum di lingkup Ahlu Sunah. Dari ormas dan komunitas manapun, selama mereka benar-benar berilmu dan diakui keilmuannya oleh para akademisi, maka kaidah ini berlaku. Tidak ada pembatasan ulama dimaksud hanya dari kelompok A atau B saja.
Karena kalau demikian, itu sudah tidak obyektif lagi. Jatuhnya sudah subyektif yang tercemari oleh isu sektarian. Akhirnya menghasilkan cara pandang yang sempit, yaitu ; siapa saja dan pendapat apa saja yang berbeda dengan komunitasnya, otomatis akan dianggap sebagai kesesatan atau minimal bermasalah. Sebab, mereka hanya mengakui ulama dari komunitasnya saja, adapun selainnya, mereka tolak. Lalu, dibangunlah wala’(loyalitas) dan bara’(permusuhan) di atasnya. Semua umat Islam dimusuhi hanya kerena berbeda pendapat dengan komunitasnya. Dari sinilah, doktrin radikalisme tertanam. Wallahul musta’an.
(Abdullah Al Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani