
Khilaf Dalam Akidah dan Fikih: Mengurai Isu Melafazkan Niat, Mathla', dan Polemik Tokoh
Perbedaan pendapat (khilaf) tidak hanya terjadi pada tataran metodologi (yang telah dibahas di Pilar A), tetapi juga pada implementasi hukum, baik dalam Akidah maupun Fikih. Memahami Khilaf Dalam Akidah dan Fikih secara spesifik adalah penting agar umat tidak mudah panik menghadapi perbedaan dan tidak menyalahkan sesama Muslim yang berpegang pada pandangan ulama yang sah (mu'tabar).
Pembahasan ini menyajikan tinjauan terhadap beberapa isu Khilafiyah penting dalam ranah Akidah teologis dan Fikih praktis, yang hingga kini masih menjadi perdebatan yang diakui.
Khilafiyah dalam Ranah Akidah (Isu Teologis)
Meskipun prinsip dasar Akidah Ahlussunnah (Tauhid dan Rukun Iman) bersifat mutlak, perbedaan ijtihad ulama terkadang menyentuh isu-isu teologis yang bersifat turunan atau polemik tokoh.
A. Polemik Tokoh Tasawuf dan Filsafat
Isu Perbedaan Pendapat tentang Ibnu Araby adalah salah satu contoh khilaf teologis klasik yang hingga kini belum tuntas. Ibnu Araby, seorang tokoh sufi besar, dikenal dengan konsep Wahdatul Wujud (kesatuan wujud).
- Ulama yang Menerima: Beberapa ulama membelanya, menganggap karyanya harus ditafsirkan secara simbolis (mistis) dan hanya bisa dipahami oleh kalangan khusus (khawwash), serta meyakini ia tidak bermaksud syirik.
- Ulama yang Mengkritik: Sebagian besar ulama Fikih dan Akidah mengkritiknya keras, menganggap konsepnya berbahaya bagi akidah awam karena berpotensi mengarah pada Hulul (Tuhan menyatu dengan makhluk) atau ateisme tersembunyi.
B. Isu Teologis yang Sensitif (Ibu Bapa Rasulullah)
Salah satu isu teologis yang sangat sensitif adalah Ibu Bapa Rasulullah di Syurga atau Neraka? Terdapat perbedaan pandangan ulama:
- Pandangan Majoritas (Penyelamatan): Banyak ulama (terutama belakangan, dari kalangan Asy'ariyah) berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi diselamatkan (masuk surga) berdasarkan hadis tertentu atau melalui karamah yang diberikan khusus kepada Nabi.
- Pandangan yang Konservatif: Sebagian ulama berpegangan pada hadis yang secara zhahir (tekstual) menunjukkan sebaliknya, dan berpegang pada kaidah bahwa mereka meninggal sebelum syariat Islam datang.
Meskipun ini adalah isu akidah, ulama bersepakat bahwa menghina orang tua Nabi dilarang. Adanya perbedaan pendapat menunjukkan bahwa isu tersebut tidak mencapai tingkat ushul (pokok) yang membatalkan keislaman.
Khilafiyah dalam Fikih Ibadah Harian (Furu')
Khilafiyah Fikih lebih sering terjadi dan wajib disikapi dengan toleransi, karena berkaitan langsung dengan praktik ritual sehari-hari.
A. Isu Fikih Shalat dan Niat
- Pelafalan Niat: Isu Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah Jadi Tak Perlu Saling Menyalahkan adalah contoh Fikih yang sering memicu perdebatan di masyarakat. Ulama Syafi'iyah menganjurkan pelafalan untuk membantu menghadirkan niat di hati, sementara Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali umumnya tidak menganjurkan atau menganggapnya bid'ah karena niat adalah urusan hati.
- Berjabat Tangan: Mengenai Apakah Ada Khilaf Dalam Hukum Berjabat Tangan (setelah shalat), ini juga termasuk furu'. Sebagian ulama menganjurkannya karena termasuk adab yang baik, sementara sebagian lain tidak karena tidak ada dalil eksplisit yang mengaitkannya dengan ritual shalat.
B. Isu Fikih Ritual dan Astronomi
- Penentuan Waktu: Isu Khilafiyah Dalam Masalah Mathla’ (penentuan titik terbit/terbenam bulan) sangat mempengaruhi awal bulan puasa, Idul Fitri, dan Idul Adha. Sebagian ulama (global) menggunakan metode Rukyat Global (satu mathla' berlaku untuk seluruh dunia), sementara yang lain menggunakan Rukyat Lokal (satu mathla' hanya berlaku untuk daerah terdekat). Perbedaan ini murni bersifat ijtihadi dalam sains Fikih.
- Manasik Umrah: Isu Khilafiyah Tatacara Bab Umrah melibatkan perbedaan dalam detail Manasik (ritual) Umrah, seperti hukum Ramal (berlari-lari kecil) dan waktu Tahalul. Perbedaan ini biasanya dijelaskan secara detail dalam kitab-kitab Ngaji Tafsir, Ayat-ayat Hukum dan Ijtihad Khilafiyah Para Ulama.
Etika Mengelola Perbedaan Praktis
Adanya Khilaf Dalam Akidah dan Fikih ini menuntut umat untuk berlaku arif. Ngaji Tafsir, Ayat-ayat Hukum dan Ijtihad Khilafiyah Para Ulama mengajarkan kita bahwa keragaman Fikih adalah sebuah keniscayaan.
- Menghindari Fanatisme: Ketika berada dalam jamaah yang mengikuti imam dengan mazhab berbeda (misalnya, imam tidak qunut subuh, padahal kita Syafi'i), kita diajarkan untuk meninggalkan praktik kita (qunut) demi persatuan jamaah, sesuai dengan prinsip Mengalah dan Menyesuaikan Diri dalam Masalah Khilafiyyah.
- Pengaruh Tokoh: Sikap tokoh seperti Syekh Ali As-Shabuni dan Masalah Khilafiyah yang Tak Kunjung Usai menunjukkan bahwa ulama kontemporer pun sibuk mengajarkan umat untuk kembali pada kaidah Ushul Fiqh dan menerima bahwa perbedaan pendapat yang berlandaskan dalil adalah sah.
Kesimpulan:
Khilaf Dalam Akidah dan Fikih adalah bagian tak terpisahkan dari khazanah keilmuan Islam, bukan suatu kecacatan. Perbedaan pandangan tentang Ibu Bapa Rasulullah di Syurga atau Neraka? hingga Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah mengajarkan kita pentingnya kedewasaan beragama. Dengan merujuk pada Khilaf Para Ulama secara proporsional dan beradab, umat dapat mengambil jalan tengah, melaksanakan ibadah dengan tenang, dan memelihara persatuan, meskipun berada dalam keragaman Fikih.
Sumber Artikel :
- Khilaf Dalam Akidah dan Fikih
- Khilafiyah Tatacara Bab Umrah
- Apakah Ada Khilaf Dalam Hukum Berjabat Tangan
- Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah Jadi Tak Perlu Saling Menyalahkan
- Khilafiyah Dalam Masalah Mathla’
- Khilaf Dalam Akidah dan Fikih
- Ngaji Tafsir, Ayat-ayat Hukum dan Ijtihad Khilafiyah Para Ulama
- Ibu Bapa Rasulullah di Syurga atau Neraka?
- Perbedaan Pendapat tentang Ibnu Araby
- Khilafiyah Bidang Aqidah?
- Khilafiyah Dalam Aqidah