NIAT WITIR PADA RAKAAT YANG GENAP
Selalu ada saja yang bertanya bagaimana niat shalat witir pada rakaat-rakaat genap (sebelum satu rakaat terakhir). Mau dibilang witir (ganjil) tapi kok genap? Biasanya di banyak kitab memang yang dua rakaat dari witir ditambahi kata “min” yang berarti “dari rangkaian” sehingga niat lengkapnya bagi yang dua rakaat adalah:
“saya berniat shalat dua rakaat dari rangkaian witir, sunnah karena Allah”
Namun itu hanya satu pendapat saja, tidak semua ulama berpendapat seperti itu. Imam Ibnu Shalah dalam fatwanya menjelaskan ada empat versi niat bagi shalat dua rakaat dalam rangkaian witir tersebut sebagai berikut:
وَالَّذِي ظَفرت بِهِ جيدا قَدِيما وحديثا من أقاويل أَئِمَّة مَذْهَب الْفضل أوجه
"Yang aku temukan dengan baik, baik dari pendapat ulama terdahulu maupun yang lebih baru dalam mazhab keutamaan, ada beberapa pendapat:
أَحدهَا أَن يَنْوِي بالركعتين الْأَوليين مُقَدّمَة الْوتر وبالأخيرة الْوتر قَالَه الشَّيْخ أَبُو مُحَمَّد الْجُوَيْنِيّ وَالِد إِمَام الْحَرَمَيْنِ أَبُو الْمَعَالِي فِي كِتَابه كتاب الْمُحِيط بِمذهب الشَّافِعِي
Salah satunya adalah berniat pada dua rakaat pertama sebagai pengantar witir, dan rakaat terakhir sebagai witir. Pendapat ini dikatakan oleh Syaikh Abu Muhammad Al-Juwayni, ayah dari Imam Al-Haramain Abu Al-Ma'ali, dalam kitabnya Al-Muhith dalam mazhab Syafi'i.
الثَّانِي ان يَنْوِي بِمَا قبل الرَّكْعَة سنة الْوتر حَكَاهُ صَاحب كتاب بَحر الْمَذْهَب القَاضِي أَبُو المحاسن الرَّوْيَانِيّ وجدته بالموصل فِي كِتَابه حلية الْمُؤمن
Pendapat kedua adalah berniat pada rakaat sebelum rakaat terakhir sebagai sunnah witir. Hal ini dinukil oleh pemilik kitab Bahr al-Mazhab, yaitu Qadhi Abu al-Mahasin ar-Ruyani. Aku menemukannya di Mosul dalam kitabnya Hilyat al-Mu’min.
وَفِي هذَيْن الْوَجْهَيْنِ تَخْصِيص للوتر بالركعة الْأَخِيرَة وَإِخْرَاج لما قبلهَا من مُسَمّى الْوتر من إِثْبَات يشبه بَينهمَا وارتباط وَالثَّانِي مِنْهُمَا يستبعد بِأَن الْوتر على مَذْهَب الْفَصْل سنة وَلَا عهد لنا بِسنة هِيَ صَلَاة
Dalam dua pendapat ini, witir dikhususkan pada rakaat terakhir dan mengeluarkan rakaat sebelumnya dari nama witir, dengan suatu pengakuan yang menghubungkan keduanya. Pendapat kedua ini dianggap jauh, karena menurut mazhab al-fasl, witir adalah sunnah, dan kita tidak mengenal ada sunnah yang berupa salat.
الثَّالِث أَن يَنْوِي بِمَا قبل الرَّكْعَة الْأَخِيرَة التَّهَجُّد أَو صَلَاة اللَّيْل حَكَاهُ ابْن مَسْعُود الْفراء صَاحب التَّهْذِيب فِيهِ وَهُوَ يداني مَا قَالَه الْغَزالِيّ فانه قَالَ يَنْوِي بِهِ السّنة وَفِي هَذَا الْوَجْه قطع لذَلِك عَن الْوتر من غير إِثْبَات تعلق وَمَا اتّفقت عَلَيْهِ هَذِه الْوُجُوه من تَخْصِيص الْوتر بالركعة المفردة وَاقع على وفْق قَول الشَّافِعِي فِي رِوَايَة الْبُوَيْطِيّ الْوتر رَكْعَة وَاحِدَة
Pendapat ketiga adalah berniat pada rakaat sebelum rakaat terakhir sebagai tahajud atau salat malam. Hal ini dinukil oleh Ibn Mas’ud al-Farra’, pemilik kitab At-Tahdhib, dan ini mendekati apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali, karena ia mengatakan bahwa niatnya adalah sunnah. Dalam pendapat ini, witir dipisahkan dari salat sebelumnya tanpa ada keterkaitan. Kesepakatan dari pendapat-pendapat ini bahwa witir dikhususkan pada rakaat yang ganjil sejalan dengan pendapat Imam Syafi'i dalam riwayat Al-Buwaithi bahwa witir adalah satu rakaat.
وَهَذَا صَاحب الْحَاوِي يَقُول فِيهِ لَا يخْتَلف مَذْهَب الشَّافِعِي فِي أَن الْوتر رَكْعَة وَاحِدَة تشهد بِصِحَّتِهِ الْأَحَادِيث الصِّحَاح الَّتِي مِنْهَا حَدِيث مُسلم فِي صَحِيحه يسلم بَين كل رَكْعَتَيْنِ ويوتر بِوَاحِدَة
Dan pemilik kitab Al-Hawi mengatakan bahwa dalam mazhab Syafi'i tidak ada perbedaan pendapat bahwa witir adalah satu rakaat. Hal ini didukung oleh hadis-hadis sahih, di antaranya hadis dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi ﷺ mengucapkan salam setiap dua rakaat, kemudian berwitir dengan satu rakaat.
وَيشْهد للْوَجْه الثَّالِث فِي أَنه يَنْوِي بِمَا قبلهَا صَلَاة اللَّيْل أَو نَحْو ذَلِك الحَدِيث الثَّابِت عَن ابْن عمر أَن رَسُول الله ﷺ قَالَ صَلَاة اللَّيْل مثنى مثنى فَإِذا رَأَيْت أَن الصُّبْح يدركك فأوتر بِوَاحِدَة
Pendapat ketiga ini juga diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Salat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau melihat bahwa waktu subuh hampir menjelang, maka berwitirlah dengan satu rakaat."
وَفِي ذَلِك وَجه رَابِع وَهُوَ أَنه يَنْوِي الْوتر فِي كلهَا فِي الرَّكْعَة الْأَخِيرَة وَمَا قبلهَا اخْتَارَهُ القَاضِي الرَّوْيَانِيّ وَقَالَهُ قبله القَاضِي أَبُو الطّيب الطَّبَرِيّ فِي منهاج النّظر من تأليفه وَهُوَ على وفَاق مَا تنطق بِهِ تصانيف الشَّيخ أبي إِسْحَق وَغَيره من قَوْلهم أقل الْوتر رَكْعَة وَاحِدَة وَأَكْثَره اُحْدُ عشرَة رَكْعَة وَفِي بعض كَلَام الشَّافِعِي إِشَارَة إِلَيْهِ
Ada pula pendapat keempat, yaitu berniat witir pada seluruh rakaatnya, baik pada rakaat terakhir maupun sebelumnya. Pendapat ini dipilih oleh Qadhi Ar-Ruyani, dan sebelumnya juga dikatakan oleh Qadhi Abu Ath-Thayyib At-Thabari dalam kitabnya Minhaj an-Nazhar. Pendapat ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam kitab-kitab Syaikh Abu Ishaq dan lainnya, yang mengatakan bahwa jumlah minimal witir adalah satu rakaat, dan maksimalnya adalah sebelas rakaat. Dalam sebagian perkataan Imam Syafi'i terdapat isyarat ke arah ini." (Ibnu Shalah, Fatawa Ibnu Shalah, juz 1, 243-345)
Dengan demikian, bila seseorang berniat ”saya berniat shalat witir, sunnah karena Allah” di setiap rakaatnya, baik itu di bagian ganjil atau genap maka itu tetap sah mengikuti pendapat keempat. Ini yang saya ajarkan ke anak-anak saya yang masih kecil karena ini bentuk niat yang paling sederhana dan mudah diingat.
Semoga bermanfaat
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad