✍️ Hanabilah Membantah Makna Dzahir Hadits Jariyah
* Syaikh Amir Roghib AL HANBALI
"Dan kami (Hanabilah) juga mengatakan kepada orang yang mengambil dari hadits ini (hadits Jariyah) bahwa Allah berada di langit dan menetapkan bagi Allah Al Kholiq sebuah keberadaan di arah atas.
Kami (Hanabilah) berkata kepada mereka: Sebagaimana kalian menetapkan arah atas. Tentu ini keliru (menurut Hanabilah). Mereka menetapkannya (menetapkan arah atas bagi keberadaan Allah). Tetapi ahlussunnah (Hanabilah) tidak menetapkan itu bagi Allah. Karena Allah yang menciptakan arah bawah, arah kanan, arah kiri. Maka bagaimana mungkin Allah berada didalam ciptaannya?
Saya (Hanbali) katakan kepada mereka:
Sebagaimana kalian menetapkan arah atas (bagi Allah), dan kalian berdalil dengan hadits Jariyah (budak wanita). Lalu kenapa kalian tidak menetapkan bagi Allah sebuah sifat keberadaan di arah depan? Dan sifat keberadaan Allah di arah depan diterangkan didalam sebuah hadits, dan hadits ini lebih sahih daripada hadits Jariyah.
Hadits ini terdapat didalam kitab Sahih Bukhori, yaitu sabda Nabi Muhammad SAW:
"Jika seorang dari kalian melakukan sholat. Maka jangan meludah ke arah wajahnya (arah depan). Karena sesungguhnya Allah berada di hadapan wajahnya ketika dia sholat"
Apakah kami mengambil hadits ini atas makna dzahirnya?
Jika atas makna dzahirnya, maka sesekali kita berkata "Allah di arah atas". Sesekali kita berkata "Allah di arah depan". Dan sesekali kita berkata "Allah di arah bawah"
Sebagaimana diriwayatkan dalam sabda Nabi SAW:
"Paling dekatnya hamba pada Tuhannya adalah ketika dia sujud"
Apakah mau meyakini bahwa Allah berada di arah bawah? Kita berlindung pada Allah dari aqidah keliru.
Jadi sebagai penutup bagi penolakan syubhat (makna dzahir) ini. Maka, tidak boleh tidak bagi kita untuk melakukan takwil atas hadits-hadits tersebut. Sebagaimana ulama telah mentakwilnya sehingga kita bisa keluar dari terjerumus pada menyerupakan Allah dengan makhluk, dan supaya kita keluar dari menjisimkan Allah Jalla Jalaluh.
Maka kami (Hanabilah) berkata:
Adapun maksud dari hadits Jariyah, yaitu dia (budak wanita) meniadakan dari dirinya peribadatan berhala yang ada di bumi. Dan dia (budak wanita) ingin menyampaikan pikirannya bahwa dia menyembah Allah yang memiliki sifat ketinggian jabatan, bukan ketinggian tempat.
Penunjukan tangan ke arah atas itu sama seperti mengangkat tangan ke arah langit ketika berdoa. Bukan bermaksud bahwa Allah berada di langit.
Dan maksud dari hadits bahwa Allah berada di hadapan wajahnya. Bahwa Allah adalah yang dimaksud didalam menghadap kiblat. Hati menghadap kepada Allah dengan kekhusyukan dan kerendahan hati. Adapun badan menghadap ke arah kiblat, yang mana Allah telah memerintahkan kita untuk menghadap ke arah kiblat."
Wallahu a'lam.
✅ Hanabilah & Asyairoh Sepakat TAFWID MAKNA, hanya beda dalam Kebolehan Takwil
* Syaikh Abdul Ilah bin Hussein AS SA'UDY (Biografi ada di bawah)
"Kemudian kita mengajukan pertanyaan tentang metode Hanabilah, apakah ia TAFWID, atau TAKWIL, atau metode lain?
Untuk jawaban atas hal itu aku katakan: Sungguh mayoritas Hanabilah dalam menghadapi ayat-ayat sifat ketuhanan adalah dengan metode T A F W I D.
Karena menurut mereka, teks-teks sifat adalah termasuk MUTASYABIHAT (samar dan banyak makna) yang tidak tahu pada takwilnya kecuali hanya Allah.
Setelah (menerapkan metode tafwid) itu, mereka kemudian menolak untuk melakukan takwil. Inilah perbedaan antara Hanabilah dengan Asyairoh.
Mereka (Hanabilah dan Asyairoh) sepakat didalam Tafwid (menyerahkan maknanya kepada Allah), hanya berbeda didalam kebolehan melakukan takwil."
_____
Siapa ulama dalam video inI? Beliau adalah seorang ulama yang sangat alim, peneliti kitab lintas madzhab serta pemikir Islam yang lahir, besar dan belajar pada ulama di Arab Saudi.
Beliau bernama lengkap:
Abdul Ilah bin Hussein bin Sheikh Muhammad bin Hussein As Sa'udy
Lahir pada tahun 1385 H di distrik Al-Kut kota Al-Hofuf di Kegubernuran Al-Ahsa, salah satu kegubernuran di Provinsi Timur di Kerajaan Arab Saudi.
Sejak usia dini, ia telah berhubungan dengan kalangan ulama dan ilmuwan di wilayah Al-Ahsa, yang dikenal dengan banyaknya ulama, dan ia telah menerima pengetahuan lengkap dari mereka dalam Al-Qur'an, yurisprudensi Islam, dan mata pelajaran lainnya.
❓ Gak Malu Ngaku-Ngaku Hanabilah Kalau Ternyata Sudah Jelas Berbeda?
Mari kita simak peneliti kitab Hanabilah berikut ini:
"Wahai saudara, barangsiapa tidak mau ikut Hanabilah (sebab punya aqidah berbeda). Maka tidak ada masalah baginya. Antara kami dan dia di sisi Allah, kami pasrahkan -perbedaan ini- kepada Allah Ta'ala. Tapi, mesti paham madzhab Hanabilah yang ditetapkan oleh ulama' Hanabilah. Inilah garis besar aqidah Hanabilah yang umum.
Hanya sedikit yang menyimpang. Ibnu Hamza berkata "Kami (Hanabilah asli) menetapkan bahwa Allah Subhanahu fis sama' (makna bahasa: di langit). Dan Allah ber-istiwa' atas Arsy dengan TANPA KAIFIYAH." (Saya ulangi!) "Dengan TANPA KAIFIYAH."
Kami (Hanabilah) meniadakan kaifiyah. Saat ini orang-orang ngaku-ngaku sebagai pengikut Hanabilah dan Salaf berkata: "Dengan TANPA KAIFIYAH YANG KAMI KETAHUI"
Disini (Hanabilah yang asli) MENIADAKAN KAIFIYAH. Mereka (yang ngaku-ngaku Hanabilah) berkata "Tidak! (Bukan tanpa kaifiyah). DENGAN KAIFIYAH tapi kita tidak mengetahuinya"
Lihatlah perbedaan besar antara madzhab Hanabilah (yang asli) dengan madzhab mereka (yang ngaku-ngaku Hanabilah)
Sumber FB Ustadz : Saiful Anwar