Memahami Anjuran Niat Puasa ala Maliki dan Hanafi
Teks Al-Manhajul Qawim :
لكن ينبغي له ذلك ليحصل له ثواب صوم رمضان إن نسي النية في بعض أيامه عند القائل بأن ذلك يكفي
"Akan tetapi seyogyanya ya niat sebulan penuh juga ala Maliki, supaya misal ada satu hari lupa niat di malam hari, dia tetep dapat pahala puasa dihari itu."
Penjelasan :
1. Dalam madzhab Syafi'i, bagaimanapun, niat puasa Ramadhan, wajib dimalam hari. Waktunya ya setelah masuk Maghrib sampai sebelum subuh. Tapi kalau pas, tepat banget, juga ga sah. Jadi misal ada adzan Maghrib, jangan langsung niat di awal adzan, tapi misal pas muadzin ngucap "asyhadu an...", baru niat. Maka sudah sah. Simpelnya demikian. Dan kalau niat saat adzan subuh, juga ga sah. Apalagi setelahnya.
2. Nah kedua, ga sedikit ulama madzhab Syafi'i yang menganjurkan untuk taqlid (ikut) madzhab Maliki dan Hanafi dalam bab niat puasa ini.
3. Dalam madzhab Hanafi, dikatakan niat puasa Ramadhan bisa sah asal belum masuk Dzuhur. Atau dalam bahasa mereka disebut Dhohwatul Kubro.
4. Dalam madzhab Maliki sudah jelas ya, niatnya boleh satu kali buat sebulan. Tapi kalau misal ada satu hari saja ga puasa, maka niat itu putus. Dan misal habis itu besoknya dia puasa, dan Ramadhan masih 15 hari, misalnya, maka bisa niat untuk besok + hari Ramadhan yang tersisa.
Nah.
5. Anjuran dari ulama madzhab Syafi'i kesimpulannya adalah "Hanya" untuk mendapatkan pahala puasa Ramadhan dihari dia lupa niat itu. Puasanya dihari itu tetep ga sah, dia tetep wajib untuk nahan diri dari yg batalin puasa dari subuh sampai Maghrib, ga makan, ga minum, ga jima' dll. Dan dia habis lebaran wajib mengqodho' hari itu.
Ini makna anjuran taqlid atau mengikuti madzhab Maliki dan Hanafi dalam masalah niat puasa.
6. Lalu yang jadi pertanyaan, berarti ga bisa ya hari yg lupa niat malemnya itu dinilai sah dan ga harus qodho'?
Maka jawabannya : kalau ikut madzhab Syafi'i nyell, maka tidak sah dan tetep wajib qodho' seperti keterangan diatas.
7. Nah ini poin penting, saya kasih bocoran. Bisik-bisik aja. Kan dalam madzhab Maliki boleh niat sebulan. Daan, dalam madzhab mereka, pendapat yang kuat adalah boleh Talfiq (mencampur dua atau lebih madzhab dalam satu Ibadah), maka jalan keluarnya :
Kita dihati niat (dalam artian yang penting ada kehendak untuk ikut) pada madzhab Maliki masalah niat puasa, dan kita juga niat untuk ikut madzhab Maliki dalam masalah bolehnya talfiq dalam ibadah.
Sehingga, niatnya kita tetap ala Maliki, tapi selainnya, mulai dari syarat, rukun, yang batalin, semuanya tetep Syafi'i ga masalah.
8. Bagaimana kalau taqlid madzhab Hanafi tentang bolehnya niat sebelum masuk Dzuhur? Misal saja kelupaan ga niat ala Maliki. Eh, disatu hari Ramadhan, lupa juga ga niat ala madzhab Syafi'i, yaitu niat malam hari, sadarnya baru pas pagi hari. Akhirnya ga ada jalan ninja lagi kecuali ikut madzhab Hanafi. Apakah bisa?
Bisa saja. Karena ulama madzhab Hanafi juga ada yang bolehin Talfiq, diantaranya Imam Al-Kamal Ibnul Humam sebagaimana yang dikutip Syaikh Bakhit Al-Muthi'i dalam Fatawa Dar Ifta' Mesir.
Jadi, boleh niat ala Hanafi, dan selainnya tetep Syafi'i.
Intinya inti, sah.
9. Terakhir, closing statement, orang-orang sekarang banyak banget yang meninggalkan puasa Ramadhan, warung-warung walaupun keliatannya tutup ternyata didalemnya banyak orang pada makan, siang hari. Ini sangat miris. Dan ketika kita tekankan untuk ikut pendapat yang ketat, khawatirnya mereka semakin menjadi-jadi. Maka jalan ninja di fiqh tentang niat puasa ini, bukan dalam arti tasahul, bermudah-mudahan biar lari dari tanggungan syariat, bukan, tapi ngerangkul mereka supaya kembali ke syariat ketika tau pendapat yg cukup mudah.
Dan ketika bagi orang yang imannya kuat, pastinya lebih memilih untuk kehati-hatian.
Wallahu ta'ala a'lam bis shawab. Minta koreksinya.
Sumber FB Ustadz : M Syihabuddin Dimyathi