Imam Ibnu Taimiyah Al Harrani
Nama Ahmad Taqiyuddin bin Syihabuddin bin Majduddin bin Abdillah bin Abu Qasim bin Muhammad bin Ali bin Abdillah.
Masyhur dengan nama Ibnu Taimiyah, tetapi Ibnu Taimiyah yang dibicarakan sekarang adalah Ahmad Taqiyuddin.
Lahir di desa Haran, sebuah desa di palestina, pada tanggal 10 Rabiul Awal 661H, sudah 785 tahun yang lalu.
Pendidikannya, dalan usia 6 tahun dibawa lari oleh bapaknya ke kota Damsyik, karena kampungnya akan di langgar oleh tentara Jengis Khan. Di Damsyik ia masuk pesantren Madrasah Madzhab Hanbali.
Fatwanya, Ia sangat lancang berfatwa dan berani mengeluarkan fatwa yang ganjil-ganjil, sehingga ia banyak mempunyai lawan dan kawan. Lawannya lebih banyak dari kawannya. Bukan saja lawannya dari orang-orang madzhab yang lain, tetapi juga dari madzhab Imam Hanbali sendiri.
Dalam buku "Rahlah Ibnu Batutah" sebuah buku yang sangat terkenal di dunia yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis, Inggries, dan Jerman bahwa pengarangnya/Muhammad bin Abdullah Ibnu Batutah asal dari Tanger (Thanjah) telah mengembara selama 29 tahun keseluruh pelosok-pelosok dunia, Mesir, ke Syam (Damsyik) Palestina, Hijaz, Irak, Persia, Turki, Bukhara, Afghanistan, India, Benggala, Cina, Indonesia, Sumatera dan terus ke benua Afrika.
Ia sangat hati-hati menuliskan sejarah pengembaraannya dalam bukunya itu, sehingga bukunya dijadikan "Sumber Sejarah" oleh dunia internasional sekarang. Penulis2 sejarah sangat kagum kepada Ibnu Batutah, karena tulisannya sangat teliti, sangat dipercaya kebenarannya.
Dalam bukunya itu diterangkan, bahwa Ibnu Batutah singgah di Damsyik (Syiria) dan kebetulan mendengar Ibnu Taimiyah berfatwa di mimbar masjid Bani Umaiyah, mengatakan :
"Bahwa Tuhan Allah itu duduk diatas 'Arsy dan duduknya itu serupa dengan duduknya Ibnu Taimiyah di atas mimbar".
"Tuhan Allah itu turun tiap-tiap akhir malam kelangit dunia dan turunnya itu serupa dengan turunnya Ibnu Taimiyah dari atas mimbar kebawah".
Pendengar yang mendengar fatwa tersebut menjadi ribut, kacau balau, sehingga ada yang melempari Ibnu Taimiyah dengan sandalnya. Akhirnya perkara Ibnu Taimiyah sampai ke tangan penguasa, demikianlah keterangan Ibnu Batutah.
Nampak dalam kisah diatas bahwa Ibnu Taimiyah adalah penganut faham kaum Musyabbihah yaitu kaum yang berpendirian bahwa Tuhan itu bisa serupa dengan Makhluk.
Lantas Ibnu Batutah mengambil kesimpulan, bahwa Ibnu Taimiyah itu seorang ulama besar tetapi "Fi aqlihi Syaiun" Sekali ia fatwakan bahwa Tuhan duduk di Arsy serupa dengan duduknya, turun ke langit dunia serupa dengan turunnya dari mimbar, dan di waktu yang lain ia fatwakan dan ia karangkan buku-buku bahwa tuhan itu mempunyai muka, tangan, mata, kaki, nafas, tetapi semuanya tidak serupa dengan tangan, kaki, mata, dan nafas yang dipunyai oleh makhluk.
Inilah diantara fatwa Ibnu Taimiyah yang ganji-ganjil yang biasanya fatwanya selalu dikatakannya, bahwa itulah fatwa orang-orang salaf (Madzhab Salaf). Wafat di Damsyik, tahun 724 H, sudah 722 tahun yang lalu.
━━━━━━━━━━━━
Saya lebih memilih untuk tidak menghina ulama, apapun kisahnya ini merupakan pelajaran berharga bagi kita yang masih hidup. Saya lebih condong kepada prinsip "ambil yang jernih tinggalkan yang keruh. Beliau ulama yang sangat cerdas namun kita masih punya ulama lain, alhamdulillah kita tidak kekurangan ulama.
Sumber FB Ustadz : Pardi Syahri