
Isu Ghaib dalam Aswaja: Kehidupan Setelah Mati, Kekuatan Doa, dan Klasifikasi Empat Jenis Kufur
Pendahuluan: Meyakini yang Tak Terlihat
Rukun iman yang paling mendalam adalah keyakinan terhadap hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra (Ghaib). Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) memberikan kerangka keyakinan yang kokoh mengenai Kehidupan Setelah Mati, menjelaskan peran Pengabulan Doa dalam Kajian Aqidah, dan menyediakan klasifikasi yang hati-hati terhadap Empat Jenis Kufur atau Kafir. Ini semua penting untuk menumbuhkan ketakwaan dan menghindari ekstremitas dalam menghukumi orang lain.
Artikel ini akan membahas tiga isu ghaib dan hukum yang mendasar ini sesuai pandangan Aswaja (Asy'ariyah dan Maturidiyah).
1. Kehidupan Setelah Mati dan Alam Barzakh
Aswaja mewajibkan keyakinan pada setiap tahapan Kehidupan Setelah Mati, yang dimulai segera setelah ajal menjemput.
- Alam Barzakh: Ini adalah alam perantara antara dunia dan Hari Kiamat. Aswaja meyakini adanya Siksa dan Nikmat Kubur ('Adzab al-Qabr dan Na'im al-Qabr) yang dialami oleh ruh. Siksa kubur bersifat nyata, dialami oleh ruh dan sebagian tubuh, tetapi hakikatnya tidak dapat dijangkau oleh indra manusia.
- Pertanyaan Kubur: Wajib diyakini bahwa Munkar dan Nakir akan menanyai mayat tentang Tuhannya, Nabinya, dan Agamanya.
- Ruh dan Jasad: Ruh tetap ada setelah kematian dan memiliki kesadaran. Hubungan ruh dengan jasad di alam Barzakh adalah hubungan yang berbeda dari dunia, memungkinkan ruh untuk merasakan nikmat atau siksa. Keyakinan ini menjadi dasar bagi amaliah seperti Ziarah Kubur (dianggap sunnah) dan Tahlilan (mendoakan mayit), karena ruh diyakini mendapatkan manfaat dari doa tersebut.
2. Qada, Qadar, dan Pengabulan Doa
Isu yang seringkali menimbulkan kebingungan adalah bagaimana Pengabulan Doa dapat mengubah takdir, padahal segala sesuatu telah ditetapkan (Qada dan Qadar).
- Sudut Pandang Aswaja: Aswaja meyakini bahwa segala sesuatu, termasuk doa dan pengabulannya, telah ditetapkan oleh Qada Allah. Doa tidak mengubah ketetapan Allah yang Azali (terdahulu).
- Peran Doa: Doa adalah bagian dari Qadar Allah dan merupakan sebab (sabab) yang telah ditetapkan-Nya untuk mencapai hasil tertentu. Artinya, jika Allah telah menetapkan A akan terjadi, Ia juga menetapkan bahwa hamba-Nya harus berdoa (B) agar A terjadi.
- Manfaat Doa: Doa itu sendiri adalah ibadah dan menunjukkan ketundukan hamba. Nabi ﷺ bersabda, "Tidak ada yang dapat menolak Qada' (ketetapan) kecuali doa." Maksudnya, doa dapat mengubah Qada' Mu'allaq (takdir yang digantungkan/bersyarat), yang mana perubahan itu sendiri adalah bagian dari Qada' Allah yang Azali.
- Kesimpulan: Doa tidak bertentangan dengan Qada dan Qadar, melainkan merupakan salah satu faktor di dalamnya.
3. Empat Jenis Kufur dalam Akidah Aswaja
Definisi Akidah Aswaja yang moderat tentang Iman (Artikel 5) melahirkan prinsip yang hati-hati dalam menentukan Kufur (kekafiran). Aswaja membagi Kufur menjadi empat jenis utama, yang menegaskan bahwa Kufur tidak sesederhana melakukan dosa besar.
- Kufur Inkâri (Kufur Penolakan): Menolak dan tidak mau mengakui kebenaran Islam, padahal ia mengetahuinya. Ini adalah jenis Kufur yang paling mendasar.
- Kufur Juhûd (Kufur Mengingkari): Mengakui kebenaran Islam di dalam hati, tetapi menolaknya secara lisan, karena sombong atau takut kehilangan kekuasaan (seperti Firaun atau Iblis).
- Kufur 'Inâd (Kufur Keras Kepala): Mengetahui kebenaran Islam dan mengakuinya di hati dan lisan, tetapi menolak secara Syariat karena kebencian atau keras kepala terhadap sebagian hukum.
- Kufur Nifâq (Kufur Munafik): Mengaku Muslim secara lisan dan lahiriah, tetapi mengingkari Akidah di dalam hati. Ini adalah kekafiran paling buruk dan pelakunya berada di kerak neraka.
Pentingnya Klasifikasi: Klasifikasi ini membedakan secara tegas antara Kufur (keluar dari Islam) dengan Fasiq (Mukmin yang berdosa besar). Aswaja berhati-hati dalam menvonis seseorang sebagai kafir, menjaga persaudaraan Islam, dan menghindari manhaj Khawarij yang mudah mengkafirkan.
Iman yang Mendalam
Keyakinan Aswaja terhadap Kehidupan Setelah Mati, pemahaman yang benar tentang Doa di bawah payung Qada dan Qadar, serta klasifikasi yang hati-hati terhadap Jenis-Jenis Kufur menunjukkan kedalaman Akidah yang lurus dan seimbang.
Mari kita mantapkan keimanan pada hal ghaib dan berpegang pada prinsip Tawassuth (moderasi) dalam menghukumi sesama.
Sumber : Kajian Ulama