Tafsir Simbolik Ulama Atas Mutasyabihat dan Konsep Nur Muhammad

Tafsir Simbolik Ulama Atas Mutasyabihat dan Konsep Nur Muhammad

Mengurai Makna Tersembunyi: Tafsir Simbolik Ulama Atas Mutasyabihat dan Konsep Nur Muhammad

Melampaui Batas Literal

​Tugas ulama tidak hanya menyampaikan hukum yang jelas (muhkamat), tetapi juga menafsirkan ayat-ayat dan Hadis yang samar maknanya (mutasyabihat). Penafsiran ini, seringkali bersifat simbolik atau spiritual, menjadi inti dari teologi dan tasawuf. Ulama dari mazhab Asy'ariyyah secara khusus memiliki peran besar dalam menafsirkan teks-teks ini untuk melindungi umat dari pemahaman literal yang dapat merusak akidah (tajsim).

​Artikel ini akan mengupas metode tafsir simbolik ulama dengan fokus pada dua isu utama: konsep spiritual Nur Muhammad dan penafsiran tanda-tanda akhir zaman seperti Fitnah dari Arah Timur dan Jidat Hitam.

​1. Jantung Teologi: Konsep Nur Muhammad

Nur Muhammad Dalam Pengakuan Para Ulama Sunni adalah salah satu konsep teologis-spiritual yang paling dalam dan krusial di kalangan Aswaja. Konsep ini adalah manifestasi dari kecintaan dan pemuliaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ.

  • Makna Teologis: Konsep ini menyatakan bahwa sebelum penciptaan alam semesta, Allah telah menciptakan Cahaya (Nur) yang merupakan esensi awal Nabi Muhammad ﷺ. Nur inilah yang kemudian menjadi sebab dan sumber penciptaan alam semesta.
  • Peran Ulama Asyariyyah: Ulama yang berafiliasi dengan teologi Asy'ariyah (yang berdedikasi besar untuk Al-Quran dan As-Sunnah) cenderung menerima dan mempertahankan konsep ini karena ia menegaskan kedudukan Nabi sebagai makhluk termulia dan perantara rahmat (wasilah) dari Allah SWT.

​2. Tafsir Mutasyabihat: Kasus Istiwa

​Dalam menanggapi ayat-ayat yang secara zahir (literal) terkesan menyerupakan Tuhan dengan makhluk, ulama Aswaja menggunakan dua metode yang sangat hati-hati, terutama dalam kaitannya dengan sifat Istiwa (bersemayam):

  • Tafwidh (Menyerahkan Makna): Meyakini lafaznya (Istiwa) tetapi menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah, tanpa mencoba memahami "bagaimana"-nya (bila kaifa).
  • Takwil (Mengalihkan Makna): Ulama Ahlussunnah yang Mentakwil Istiwa dengan Istaula (menguasai), atau mengartikannya sebagai "menetapkan kekuasaan-Nya." Takwil ini dilakukan untuk menjaga akidah umat awam dari kesalahpahaman bahwa Tuhan memiliki bentuk fisik atau tempat (Tajsim).

​3. Simbolisme Eskatologis: Jidat Hitam dan Fitnah Timur

​Hadis-hadis mengenai akhir zaman sering menggunakan bahasa kiasan. Ulama memberikan tafsir yang mendalam untuk menghindari kepanikan dan ekstremitas:

  • Jidat Hitam (Simbol Riya'): Tanda di dahi (Jidat Hitam) yang muncul akibat bekas sujud oleh ulama tidak hanya ditafsirkan sebagai tanda kesalehan. Ulama memberikan tafsir ulama tentang Jidat Hitam ini sebagai peringatan spiritual: fokus pada kebersihan hati dan ikhlas, karena tanda fisik bisa menjadi simbol riya' (pamer) atau keterpaksaan dalam beribadah.
  • Fitnah dari Arah Timur (Simbol Ekstremisme): Ulama menafsirkan Fitnah dari Arah Timur tidak hanya sebagai lokasi geografis. Mereka juga menafsirkannya sebagai munculnya ajaran-ajaran baru (bid'ah) atau gerakan ekstremis yang kaku dan keras yang mengancam persatuan umat, yang secara historis sering muncul dari wilayah Timur Jazirah Arab.

Cahaya Tafsir dan Moderasi

Ulama Asy'ariyyah dan mazhab teologis Aswaja lainnya adalah pelita dunia yang menguraikan makna-makna tersembunyi Al-Qur'an. Pemahaman mereka tentang Nur Muhammad dan Tafsir Simbolik adalah kerangka yang menjaga umat dari penyimpangan akidah.

​Dengan merujuk pada tafsir mereka, kita belajar bahwa keimanan yang sejati membutuhkan kedalaman (batin) dan ketaatan lahiriah (zahir), menjauhkan diri dari kekakuan literal dan pemahaman yang dangkal.

 : Kajian Ulama

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Tafsir Simbolik Ulama Atas Mutasyabihat dan Konsep Nur Muhammad - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®