Mengurai Nishab, Harta Tergadai, dan Sumber Harta Haram

Fikih Zakat: Mengurai Nishab, Harta Tergadai, dan Sumber Harta Haram

Fikih Zakat: Mengurai Nishab, Harta Tergadai, dan Sumber Harta Haram

Zakat sebagai Pilar Keadilan Ekonomi

​Zakat adalah pilar ketiga dalam Islam dan merupakan instrumen wajib untuk mencapai keadilan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan sosial. Fikih Zakat sangat detail, tidak hanya mengatur jenis harta yang wajib dizakati, tetapi juga status kepemilikan harta tersebut. Dua isu krusial yang sering diperdebatkan adalah status harta yang digadaikan dan bagaimana menyikapi harta yang bersumber dari cara haram.

​Artikel ini akan mengupas tuntas Hukum Zakat Barang yang Digadaikan, meninjau masalah Hukum Zakat pada Harta Haram, dan mengaitkannya dengan isu nawazil seperti Zakat Fitrah dengan Uang.

​1. Zakat Harta Terikat: Hukum Zakat Barang yang Digadaikan

​Isu Hukum Zakat Barang yang Digadaikan (marhun) adalah kompleks karena melibatkan hak kepemilikan dan hak utang:

  • Prinsip Kepemilikan: Dalam Fikih Jumhur (mayoritas), barang yang digadaikan (marhun) masih tetap menjadi milik penuh pemilik aslinya (rahin), bukan milik penerima gadai (murtahin), selama pemilik belum gagal melunasi utangnya.
  • Hukum Zakat: Oleh karena itu, jika barang yang digadaikan tersebut adalah harta nami (berkembang atau menghasilkan, seperti emas, perak, atau hewan ternak) dan telah mencapai nishab (batas minimal) serta haul (satu tahun kepemilikan), maka pemilik aslinya (yang menggadaikan) wajib mengeluarkan zakat atas harta tersebut.
  • Tanggung Jawab Pembayaran: Jika harta tersebut berada di tangan penerima gadai, pemilik harus menebusnya atau mencari cara untuk menunaikan zakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan yang mengikat kewajiban zakat adalah kepemilikan yang sah (milkun tamm), meskipun secara fisik harta tersebut sedang dipegang orang lain.

​2. Fikih Etika: Hukum Zakat pada Harta Haram

Hukum Zakat pada Harta Haram adalah isu fundamental yang menyangkut etika mencari nafkah. Harta haram adalah harta yang diperoleh melalui cara yang dilarang Syariat (misalnya: riba, korupsi, pencurian, atau penipuan).

  • Prinsip Umum: Ulama sepakat bahwa harta haram tidak wajib dizakati, dan bahkan tidak sah jika dizakati, karena zakat adalah upaya menyucikan harta yang sudah halal. Harta haram pada dasarnya sudah "tercemar" dan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah (jika diketahui).
  • Kewajiban Pengembalian (Tathhir): Kewajiban seorang Muslim yang memiliki harta haram adalah membersihkannya (tathhir) dengan cara:
    1. ​Mengembalikan harta tersebut kepada pemilik aslinya (jika diketahui).
    2. ​Jika pemiliknya tidak diketahui, harta tersebut wajib disalurkan sepenuhnya untuk kemaslahatan umum (fakir miskin, jalan umum, dll.) dengan niat pembersihan diri, bukan dengan niat zakat.
  • Pembeda dengan Bid’ah: Prinsip ini sejalan dengan manhaj ulama yang membedakan antara amal wajib (fardhu ain) dan ibadah sunnah (tathawwu'), seperti Hukum Puasa Rajab Menurut Ulama Mazhab, di mana amal sunnah harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi amal wajib yang sumber hartanya harus suci.

​3. Zakat Kontemporer: Isu Maslahah dan Fitrah

​Isu Hukum Mengeluarkan Zakat Fitrah Dengan Uang menjadi relevan kembali dalam konteks zakat karena mempertimbangkan aspek nishab (nilai setara) dan maslahah (kemaslahatan).

  • Konteks: Meskipun Zakat Fitrah pada dasarnya wajib dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok (seperti beras), ulama yang membolehkan uang mempertimbangkan bahwa nilai uang tersebut harus setara dengan nishab (nilai) makanan pokok yang seharusnya dikeluarkan.
  • Tujuan Zakat: Keputusan ini didasarkan pada tujuan utama zakat, yaitu mencukupi kebutuhan fakir miskin di Hari Raya, yang mana uang dianggap lebih efektif untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka di era modern. Hal ini menunjukkan dinamika fikih dalam penerapan prinsip keadilan dan kebutuhan.

Inti Zakat adalah Kesucian

​Fikih Zakat mengajarkan bahwa harta yang kita miliki membawa tanggung jawab moral dan spiritual. Hukum Zakat Barang yang Digadaikan mengingatkan kita bahwa kepemilikan tetap ada meskipun harta sedang terikat.

​Namun, pelajaran terbesar adalah mengenai integritas: hanya harta yang diperoleh secara halal yang sah untuk disucikan melalui zakat. Harta haram harus dibersihkan total untuk mencapai kesucian diri dan harta yang sempurna.

​Sumber : Kajian Ulama

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Mengurai Nishab, Harta Tergadai, dan Sumber Harta Haram - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®