
Kritik Tajsim dan Nalar Aswaja: Memahami Sifat Tanpa Organ, Menjawab Tuduhan Wahhabi, dan Keunggulan Argumentasi Teologis
Nalar Akidah Sebagai Benteng
Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), khususnya Asy'ariyah, selalu menekankan bahwa pemahaman tentang Allah harus didasarkan pada Tanzih (penyucian mutlak) dari segala sifat makhluk. Sifat vs Organ, Cara Memahami Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah inti dari perdebatan ini, karena kelompok literalitas ekstrem (Mujassimah) cenderung memahami Sifat Allah (Khabariyah) seolah-olah Allah memiliki organ fisik. Di tengah konflik ini, muncul pula Tuduhan Wahhabi Atas Akidah Asyari yang bertujuan mendiskreditkan metodologi Tanzih.
Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa Akidah Aswaja menolak pemahaman Sifat Allah dengan organ, menjawab tuduhan Wahhabi, dan menunjukkan keunggulan Dialog Ateis, Wahhabi dan Aswaja dalam kerangka nalar.
1. Sifat vs Organ: Menjaga Kesusahan Mutlak
Perbedaan paling mendasar antara Aswaja dan kelompok Mujassimah (penyerupa) terletak pada cara memahami sifat yang disebut dalam nash (teks), seperti Yad (Tangan) atau Ayn (Mata).
-
Sifat vs Organ, Cara Memahami Akidah Ahlussunnah wal Jamaah:
- Aswaja: Allah memiliki Sifat, tetapi Sifat-Sifat-Nya tidak sama dengan organ fisik makhluk. Allah tidak terikat pada jismiyyah (kebendaan), hadd (batas), atau makan (tempat). Ketika Allah menyebut Yad (Tangan), maksudnya adalah Qudrat (Kekuasaan), Ni’mah (Nikmat), atau Dzat Allah sendiri (melalui Tafwidh atau Takwil), bukan tangan sebagai anggota tubuh.
- Mujassimah: Kelompok literalitas ekstrem memaknai Sifat Khabariyah secara hakiki (literal), yang secara tidak terhindarkan mengarahkan pada keyakinan bahwa Allah memiliki anggota tubuh, organ, atau batas fisik. Ini adalah bentuk Tajsim (antropomorfisme) yang menyalahi Akidah.
- Prinsip Muhalafatu lil Hawadits: Akidah Aswaja berpegang teguh pada Sifat Salbiyyah bahwa Allah berbeda mutlak dengan segala sesuatu yang baru (muhalafatu lil hawadits). Semua yang memiliki organ, batas, atau tempat adalah makhluk yang baru (hadits).
2. Menjawab Tuduhan Wahhabi Atas Asy'ariyah
Konflik Akidah di era modern seringkali ditandai dengan Tuduhan Wahhabi Atas Akidah Asyari. Tuduhan ini biasanya berfokus pada dua poin:
- Tuduhan Mendahulukan Akal: Tuduhan paling umum adalah Asy'ariyah mendahulukan akal daripada nash (seperti yang dibahas di Artikel 3). Jawabannya: Asy'ariyah hanya menggunakan akal untuk Tanzih dan membuktikan fondasi keimanan, tetapi tunduk pada nash dalam hukum dan rincian yang tidak bisa dijangkau akal.
- Tuduhan Ta'til (Penolakan Sifat): Karena Asy'ariyah menafsirkan Yad sebagai Qudrat, mereka dituduh menolak Sifat Allah. Jawabannya: Asy'ariyah tidak menolak Sifat, melainkan menolak pemahaman literal yang mengarah pada Tajsim. Mereka tetap menetapkan Sifat Kesempurnaan (Itsbat), tetapi menegaskan Sifat itu tidak serupa makhluk (Tanzih).
Tuduhan-tuduhan ini adalah propaganda yang bertujuan merusak legitimasi Asy'ariyah, padahal Asy'ariyah justru menjaga kemurnian Akidah Islam dari Tajsim.
3. Keunggulan Nalar dalam Dialog
Metodologi Akidah Aswaja yang menggabungkan nash dan burhan (bukti rasional) membuat Akidah ini unggul dalam menghadapi tantangan pemikiran kontemporer.
-
Dialog Ateis, Wahhabi dan Aswaja: Dalam berhadapan dengan Ateisme, Akidah Aswaja (ilmu Kalam) terbukti lebih superior daripada kelompok Mujassimah.
- Argumentasi Kalam: Asy'ariyah menggunakan argumentasi logis (misalnya, Burhanul Huduts atau Dalil Takwin) untuk membuktikan bahwa alam semesta adalah hadits (baru) dan membutuhkan Qadim (Dzat yang Awal/Esa) yang tidak memiliki sifat-sifat benda baru.
- Kelemahan Mujassimah dalam Dialog: Jika seorang Mujassim meyakini Allah memiliki batas dan tempat (di atas Arsy), mereka akan kesulitan mempertahankan Dzat Allah sebagai Qadim di hadapan Ateis, karena segala sesuatu yang memiliki batas dan tempat adalah ciptaan yang baru.
- Kesimpulan: Nalar Asy'ariyah yang ketat dalam Tanzih membuat Akidah ini tidak hanya benar secara agama, tetapi juga kokoh secara logika, menjadikannya benteng teologis yang paling efektif bagi umat Islam sepanjang masa.
Akidah yang Kokoh dan Logis
Cara Memahami Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah dengan menggunakan mata hati dan akal yang bersih, menolak segala bentuk Tajsim yang merusak tauhid. Dengan metodologi Tanzih yang kokoh, Akidah Aswaja tidak hanya berhasil menjawab Tuduhan Wahhabi, tetapi juga berdiri tegak sebagai Akidah yang paling defensif di hadapan tantangan teologis.
Mari kita berpegang pada nalar keilmuan yang jelas, karena Moderatisme Asyariyah adalah perpaduan Itsbat dan Tanzih yang menjamin keselamatan.
Sumber : Kajian Ulama