Kaidah Nahi Munkar Menurut Al-Ghazali: Lima Tahap Hisbah yang Wajib Diikuti

Kaidah Nahi Munkar Menurut Al-Ghazali: Lima Tahap Hisbah yang Wajib Diikuti

Amar maruf (mengajak kebaikan) dan nahi munkar (melarang kemungkaran) adalah kewajiban bagi semua muslim, bisa wajib kifayah dan terkadang wajib ain. Mendiamkan kemungkaran adalah sebuah dosa berbahaya.

Akan tetapi, tata caranya diatur oleh syariat. Jika tidak, akan menimbulkan kemungkaran baru yang bisa jadi lebih mungkar dari pada kemungkaran yang hendak dihapuskan.

Imam Al Ghazali menguraikan dengan sangat apik dan panjang lebar dalam Ihya Ulumiddin Juz 2 menjadi satu bab tersendiri.

Ringkasnya, hisbah (nahi munkar) harus dilakukan secara urut, mulai tahap pertama sampai tahap kelima, tidak boleh melompat lompat.

1. Menjelaskan bahwa apa yang sedang terjadi adalah kemungkaran atau haram.

Jika tidak berubah, kemudian 

2. Menasehati pelaku dengan kata kata lembut.

Jika belum berhasil, lanjut

3. Mencaci maki dan mencela.

Imam Al Ghazali mencontohkan dengan kalimat : "Ya Jahil, Ya ahmaq : Hai orang bodoh, hai orang goblok, apa kamu tidak takut Allah"

Jika belum berhasil juga, maka

4. Mencegah dengan paksa.

Misalnya dengan menumpahkan khamr atau merebut barang curian.

Jika tidak berhasil juga maka

5. Mengancam dan memukul.

Langkah ini bisa menimbulkan perlawanan, hingga masing masing membutuhkan bala bantuan, dan terjadilah bentrokan fisik, atau perang. Oleh karenanya langkah kelima ini hanya boleh dilakukan atas IZIN PEMERINTAH. 

Sedangkan langkah pertama sampai keempat tidak perlu izin kepada pemerintah atau siapapun. Jadi kurang tepat jika dikatakan bahwa dakwah hanya boleh dengan kata kata lembut saja. Terkadang kita wajib mencaci maki, merampas, dan memukul juga sesuai aturan.

Pengecualian :

- Seorang anak nahi mungkar kepada orang tuanya, dibatasi hanya langkah pertama dan kedua. Tidak boleh mencaci dan berkata kasar (langkah 3). Kecuali pada kasus tertentu yg diuraikan dalam Ihya. Begitu pula istri terhadap suami.

- Rakyat terhadap pemimpin lebih dibatasi lagi. Hanya diperkenankan langkah pertama dan kedua. Sedangkan langkah ketiga atau keempat harus melalui ijtihad, tidak boleh mendiamkan kemungkaran tetapi juga tidak boleh melakukan tindakan yg dapat menjatuhkan kehormatan pemimpin. (apalagi memerangi pemerintahan yang sah dengan fisik)

- Sedangkan murid kepada gurunya lebih longgar. Sebab, dihormatinya seorang guru adalah faktor ilmunya yang bermanfaat. Sedangkan guru yang tak mengamalkan ilmunya boleh diperlakukan sesuai dengan ilmu yang telah diajarkan guru kepada muridnya.

Demikian sebatas pemahaman saya dari Ihya Ulimiddin bab Nahi munkar. Boleh dikoreksi dalam ranah keilmuan, tanpa perlu dikaitkan dengan kepentingan kelompok tertentu. Kami sertakan sebagian teks. Silahkan dibagikan klik share.

Bojonegoro, 23 November 2020

Najih Ibn Abdil Hameed

ﻭﺷﺮﺡ اﻟﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﻫﺬا ﺃﻥ اﻟﺤﺴﺒﺔ ﻟﻬﺎ ﺧﻤﺲ ﻣﺮاﺗﺐ ﻛﻤﺎ ﺳﻴﺄﺗﻲ

ﺃﻭﻟﻬﺎ اﻟﺘﻌﺮﻳﻒ

ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ اﻟﻮﻋﻆ ﺑﺎﻟﻜﻼﻡ اﻟﻠﻄﻴﻒ

ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ اﻟﺴﺐ ﻭاﻟﺘﻌﻨﻴﻒ ﻭﻟﺴﺖ ﺃﻋﻨﻲ ﺑﺎﻟﺴﺐ اﻟﻔﺤﺶ ﺑﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻳﺎ ﺟﺎﻫﻞ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﻖ ﺃﻻ ﺗﺨﺎﻑ اﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﻳﺠﺮﻱ ﻫﺬا اﻟﻤﺠﺮﻯ

ﻭاﻟﺮاﺑﻊ اﻟﻤﻨﻊ ﺑﺎﻟﻘﻬﺮ ﺑﻄﺮﻳﻖ اﻟﻤﺒﺎﺷﺮﺓ ﻛﻜﺴﺮ اﻟﻤﻼﻫﻲ ﻭﺇﺭاﻗﺔ اﻟﺨﻤﺮ ﻭاﺧﺘﻄﺎﻑ اﻟﺜﻮﺏ اﻟﺤﺮﻳﺮ ﻣﻦ ﻻﺑﺴﻪ ﻭاﺳﺘﻼﺏ اﻟﺜﻮﺏ اﻟﻤﻐﺼﻮﺏ ﻣﻨﻪ ﻭﺭﺩﻩ ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺒﻪ

ﻭاﻟﺨﺎﻣﺲ اﻟﺘﺨﻮﻳﻒ ﻭاﻟﺘﻬﺪﻳﺪ ﺑﺎﻟﻀﺮﺏ ﻭﻣﺒﺎﺷﺮﺓ اﻟﻀﺮﺏ ﻟﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻤﺘﻨﻊ ﻋﻤﺎ ﻫﻮ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﻤﻮاﻇﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻐﻴﺒﺔ ﻭاﻟﻘﺬﻑ ﻓﺈﻥ ﺳﻠﺐ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻏﻴﺮ ﻣﻤﻜﻦ ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ اﺧﺘﻴﺎﺭ اﻟﺴﻜﻮﺕ ﺑﺎﻟﻀﺮﺏ

ﻭﻫﺬا ﻗﺪ ﻳﺤﻮﺝ ﺇﻟﻰ اﺳﺘﻌﺎﻧﺔ ﻭﺟﻤﻊ ﺃﻋﻮاﻥ ﻣﻦ اﻟﺠﺎﻧﺒﻴﻦ ﻭﻳﺠﺮ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﻗﺘﺎﻝ ﻭﺳﺎﺋﺮ اﻟﻤﺮاﺗﺐ ﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﻭﺟﻪ اﺳﺘﻐﻨﺎﺋﻬﺎ ﻋﻦ ﺇﺫﻥ اﻹﻣﺎﻡ ﺇﻻ اﻟﻤﺮﺗﺒﺔ اﻟﺨﺎﻣﺴﺔ

Sumber FB Ustadz : Najih Ibn Abdil Hameed 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Kaidah Nahi Munkar Menurut Al-Ghazali: Lima Tahap Hisbah yang Wajib Diikuti - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®