
Membedah Metodologi: Polemik Fikih dan Akidah antara Ulama Aswaja dan Salafi Wahhabi
Memahami Perbedaan Metodologis
Dalam diskursus keagamaan kontemporer, perbedaan antara ulama yang berafiliasi dengan tradisi Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) (terutama Asy'ariyah/Maturidiyah dalam akidah dan empat mazhab dalam fikih) dan kelompok Salafi Wahhabi menjadi sumber perdebatan yang tak ada habisnya. Inti dari perselisihan ini bukanlah pada Al-Qur'an dan Sunnah, melainkan pada metodologi penafsiran dan pengamalannya.
Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan fundamental ini, meninjau klaim tentang siapa yang berhak mewarisi Atsariyah, dan menyajikan contoh polemik fikih mereka. Tujuannya adalah memberikan pandangan otoritatif (E-A-T) yang dapat membedakan klaim akidah dan fikih yang berbeda.
1. Perbedaan Definisi Salaf dan Klaim Atsariyah
Inti dari perbedaan ini dimulai dari klaim atas identitas:
A. Siapakah Ulama Salaf?
Ulama-ulama Aswaja mendefinisikan Salaf sebagai tiga generasi pertama Islam (Sahabat, Tabi'in, dan Tabi'it Tabi'in) secara umum. Sementara itu, kelompok Ulama Salaf Versi Wahhabi sering kali membatasi definisi Salaf pada segelintir ulama tertentu dan menolak interpretasi dari ulama Khalaf (generasi setelahnya), terutama ulama yang berafiliasi dengan Asy'ariyah atau tasawuf.
B. Perebutan Metodologi Atsariyah
Metodologi Atsariyah adalah mazhab teologi yang berfokus pada menerima nash (teks) Hadis dan Al-Qur'an secara literal dalam sifat-sifat Tuhan (Sifatullah), namun tanpa takwil (interpretasi) dan tanpa tasybih (penyerupaan dengan makhluk).
- Ulama Hanbali Tulen (klasik) mengklaim diri mereka adalah pewaris murni Atsariyah, yang berpegang teguh pada prinsip Tafwidh (menyerahkan hakikat makna sifat Tuhan kepada Allah).
- Kelompok Salafi Wahhabi juga mengklaim Atsariyah, tetapi sering dituduh oleh ulama Aswaja melakukan tajsim (menggambarkan Tuhan secara fisik) karena penolakan total mereka terhadap takwil yang digunakan untuk membersihkan akidah umat awam. Perdebatan ini menunjukkan bahwa pemahaman metodologi teologis Atsariyah sedang diperebutkan.
2. Polemik Fikih: Membaca Qur'an di Atas Kuburan
Perbedaan metodologi akidah meluas ke masalah furu' (cabang fikih) yang melibatkan praktik keagamaan sehari-hari:
- Kasus Membaca Al-Qur'an di Atas Kuburan: Ulama Hanbali klasik (yang menjadi mazhab rujukan utama Syaikh Wahhabi) umumnya membolehkan dan menganjurkan praktik ini berdasarkan Hadis dan atsar (jejak amalan) para Salaf. Namun, beberapa Syaikh Wahhabi menentang praktik ini, menganggapnya bid'ah atau bahkan menjurus pada kesyirikan, dan berhadapan langsung dengan tradisi ulama Hanbali yang lebih mapan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Wahhabi sering kali memiliki interpretasi yang lebih ketat (literal dan zahir) bahkan terhadap praktik yang diizinkan oleh mazhab fikih mereka sendiri.
3. Analisis Historis dan Kredibilitas
Kritik terhadap metodologi Salafi Wahhabi juga datang dari analisis akademis:
- Kritik Akademis (Tesis Kiai Imad): Perdebatan ini tidak hanya terjadi di level fatwa, tetapi juga di tingkat akademis. Tesis-tesis (seperti yang dilakukan oleh Kiai Imad) yang mengupas Dua Ulama Wahhabi dalam Mata Rantai Tesis sering kali berusaha menganalisis akar historis dan keabsahan klaim kelompok tersebut dalam menghubungkan diri mereka dengan ulama klasik. Analisis ini penting untuk menguji otoritas metodologi yang diklaim.
- Kisah Kembalinya Ulama: Perdebatan metodologis yang rumit ini terkadang menginspirasi ulama yang sebelumnya berada di lingkaran Wahhabi untuk meninjau ulang metodologi mereka. Kisah kembalinya Ulama Salafi Wahabi ke pangkuan Aswaja menjadi testimoni tentang bagaimana perbandingan dalil dan kaidah Ushul Fiqih yang komprehensif akhirnya membawa mereka kembali pada posisi Jumhur Ulama (mayoritas ulama).
Pentingnya Menjaga Ukhuwah
Perbedaan metodologi antara Aswaja dan Salafi Wahhabi adalah fakta yang harus disikapi dengan ilmu. Bagi umat awam, penting untuk berhati-hati dalam menyerap informasi dan selalu merujuk pada ulama yang diakui dan memiliki sanad keilmuan yang jelas (otoritas yang diakui).
Kunci Kepercayaan (Trustworthiness): Carilah ulama yang mengajarkan Atsariyah (akidah Salaf) melalui kerangka Tafwidh atau Takwil (metode Asy'ariyah/Maturidiyah) yang teruji, karena metode ini telah terbukti efektif dalam menjaga umat dari ekstremitas pemikiran dan pemecahbelahan ukhuwah atas masalah furu' dan akidah yang bersifat zhanni.
Sumber : Kajian Ulama kategori ulama