
Peran Strategis Ulama dalam Negara: Sejarah, Sikap, dan Etika Politik
Sejarah Keterlibatan, Sikap kepada Penguasa, dan Etika Politik yang Ideal
Ulama memegang peran ganda: sebagai pewaris para Nabi (pemimpin spiritual dan keilmuan) dan sebagai pilar moral serta sosial bagi masyarakat. Peran mereka di ranah politik dan negara sering kali menjadi sorotan, memunculkan pertanyaan tentang batas-batas keterlibatan, adab bersikap, dan tanggung jawab etis. Artikel ini secara spesifik membedah peran strategis ulama dalam konteks kenegaraan.
Peran Sejarah dan Pengaruh Sosial Ulama
Secara historis, di banyak peradaban Islam, otoritas moral ulama seringkali melampaui otoritas politik penguasa. Terdapat masa di mana Ketika Ulama Lebih Disegani Dari Penguasa karena independensi dan integritas keilmuan mereka.
- Sebagai Penjaga Syariat: Ulama bertanggung jawab memastikan hukum dan kebijakan negara tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama.
- Sebagai Pilar Pendidikan: Ulama adalah sumber legitimasi pengetahuan. Lembaga pendidikan yang mereka dirikan (pesantren, madrasah) menjadi fondasi bagi pembentukan karakter masyarakat dan elit politik.
Peran Strategis Ulama dalam Kebijakan Publik
Ulama terlibat dalam negara bukan hanya melalui demonstrasi politik praktis, tetapi melalui kontribusi keilmuan strategis:
- Fatwa Kontemporer: Peran strategis ulama terlihat dalam Proses Ulama Dalam Berfatwa Mengenai Suatu Permasalahan Kontemporer (misalnya, ekonomi syariah, kebijakan lingkungan, atau vaksin). Fatwa mereka menjadi panduan bagi masyarakat dan seringkali diadopsi menjadi kebijakan publik yang sah.
- Penasihat Independen: Ulama yang lurus harus bertindak sebagai penasihat yang tulus dan independen, tidak terikat pada kekuasaan. Ini memastikan fatwa yang dikeluarkan adalah untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan penguasa.
Etika Politik Ulama: Sikap Terhadap Penguasa
Hubungan antara ulama dan penguasa adalah area paling sensitif, dan harus dijalankan dengan etika yang ketat:
A. Sikap Kepada Kedzaliman
Ulama wajib bersikap tegas namun bijak dalam menyikapi kebijakan yang zalim. Ada beberapa pandangan mengenai Sikap Ulama Kepada Kedzaliman Penguasa:
- Nasihat Rahasia: Mayoritas ulama Ahlussunnah berpendapat nasihat kepada penguasa yang zalim harus dilakukan secara tertutup dan lemah lembut untuk menghindari kekacauan yang lebih besar (mafsadah).
- Teguran Terbuka (Situasional): Beberapa ulama memilih menegur secara terbuka jika kedzaliman tersebut sudah meluas dan nasihat tertutup tidak diindahkan, dengan perhitungan bahwa dampak teguran terbuka tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar bagi umat.
B. Bahaya Ulama di Pintu Penguasa
Ulama harus waspada terhadap godaan politik. Istilah Ulama Istana merujuk pada ulama yang menggunakan ilmunya untuk melegitimasi kedzaliman atau kepentingan pribadi penguasa, bukan demi kepentingan umat. Sikap ulama sejati adalah menjaga jarak agar otoritas moral mereka tidak tergerus.
Menjaga Marwah Ulama dan Adab Kritik
Karena ulama adalah figur publik, mereka pasti menghadapi kritik. Ulama yang lurus harus mencontohkan adab berinteraksi dengan kritik:
- Lapang Dada: Ulama yang berintegritas memahami bahwa Ulama Yang Lebih Utama Terbiasa Dikritik Oleh Yang Lebih Rendah Darinya. Kritik adalah bagian dari proses koreksi keilmuan dan sosial.
- Memuliakan Warisan: Penting bagi umat untuk Wajib Memuliakan Ulama Lurus yang independen dari kekuasaan dan konsisten dengan ajaran syariat.
Kesimpulan:
Peran ulama dalam negara bersifat strategis, bukan hanya sekadar pelengkap ritual. Ulama adalah pilar yang menyeimbangkan antara spiritualitas dan politik, antara syariat dan kearifan lokal. Dengan menjalankan etika politik yang ideal—menjadi penasihat tulus, menjaga independensi, dan menyikapi kedzaliman secara bijak—ulama dapat menjalankan perannya sebagai pewaris Nabi secara sempurna.
Sumber : Kajian Ulama kategori ulama