
Dimensi Spiritual: Memahami Tasawuf, Prinsip Junaid Al-Baghdadi, dan Praktik Haul Ulama
Tasawuf sebagai Inti Ikhlas
Selain fikih (hukum) dan akidah (teologi), Islam memiliki dimensi spiritual yang berfokus pada penyucian jiwa (tazkiyatun nufus), yang dikenal sebagai Tasawuf atau Sufisme. Tasawuf adalah inti dari ihsan—beribadah seolah-olah melihat Allah, atau meyakini bahwa Allah melihat kita. Sayangnya, Tasawuf sering disalahpahami, bahkan dikritik karena adanya praktik-praktik yang dianggap menyimpang.
Artikel ini akan memaparkan prinsip-prinsip Tasawuf yang otoritatif, meninjau pandangan ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) mengenai praktik spiritual seperti Tawassul dan Istighasah, serta membahas hukum Merayakan Haul Ulama, demi membangun pemahaman pengalaman (Experience) spiritual yang benar.
1. Fondasi Tasawuf Otoritatif: Prinsip Imam Junaid Al-Baghdadi
Tasawuf yang diakui dan diamalkan oleh Jumhur Ulama adalah Tasawuf yang terikat ketat pada Al-Qur'an dan Sunnah. Tokoh sentral yang diakui sebagai Sayyiduth Tha'ifah (Pemimpin Kaum) dalam Tasawuf adalah Imam Junaid Al-Baghdadi.
-
Prinsip Utama Tasawuf: Imam Junaid menekankan bahwa Tasawuf bukanlah sekadar teori atau pengalaman mistis, tetapi:
- Ketaatan Penuh pada Syariat: Tasawuf harus didasarkan pada ketaatan sempurna terhadap fikih dan hukum syariat (zahir).
- Ikhlas dan Wara': Intinya adalah pemurnian niat (ikhlas) dan sikap wara' (kehati-hatian) dalam setiap tindakan.
- Memerangi Hawa Nafsu: Perjalanan spiritual yang sejati adalah perjuangan melawan hawa nafsu dan sifat-sifat tercela (madzmumah).
- Membedakan Tasawuf Murni: Prinsip Imam Junaid menjadi tolok ukur untuk membedakan Tasawuf yang murni (Tasawuf Sunni) dari praktik-praktik yang menyimpang atau ghulat (ekstrem) yang mengabaikan syariat.
2. Metodologi Spiritual Aswaja: Tawassul dan Istighasah
Bagi Ulama Aswaja yang mayoritas menganut akidah Asy'ariyah/Maturidiyah, praktik spiritual seperti Tawassul dan Istighasah (memohon pertolongan) adalah bagian tak terpisahkan dari adab dan cara mendekatkan diri kepada Allah.
- Tawassul vs. Istighasah: Tawassul (sebagaimana dijelaskan di Artikel 14) adalah menjadikan sesuatu yang mulia sebagai perantara doa. Istighasah adalah memohon pertolongan Allah melalui perantara tersebut. Keduanya pada hakikatnya adalah memohon kepada Allah (Talab min Allah).
- Peran Ulama Asy'ariyah: Ulama Asy'ariyyah yang berdedikasi besar untuk Al-Qur'an dan As-Sunnah sering mendukung praktik ini karena mereka menganggapnya sebagai bentuk tabarruk (mencari berkah) dari orang-orang saleh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah.
- Keselarasan dengan Teologi: Praktik ini sejalan dengan pandangan teologis mereka, di mana mereka bahkan melakukan takwil Istiwa dengan Istaula (menguasai) untuk membersihkan akidah umat dari pemikiran tajsim. Ini menunjukkan bahwa Tasawuf dan Teologi Asy'ariyyah memiliki keterikatan yang erat dalam menafsirkan nash secara non-literal.
3. Menghormati Guru: Hukum Merayakan Haul Ulama
Isu Hukum Merayakan Haul Ulama dan Kebaikan juga sering diperdebatkan. Haul (peringatan wafat ulama/wali) adalah tradisi yang sangat kuat di Nusantara dan beberapa wilayah Muslim lainnya.
-
Pandangan Ulama yang Membolehkan: Ulama yang membolehkan melihat Haul sebagai Bid'ah Hasanah (inovasi terpuji). Tujuannya adalah untuk:
- Mengenang Ilmu dan Teladan: Memperingati haul adalah momen untuk meneladani kembali perjalanan spiritual dan keilmuan sang ulama.
- Membaca Manqabah dan Doa: Mengajak umat berkumpul, mendoakan almarhum, dan mengkaji karya-karya besarnya.
- Batasan Syariat: Praktik Haul hanya dianggap sah selama tidak mengandung unsur syirik (meminta langsung kepada mayit) atau israf (berlebihan dalam pesta). Fokusnya harus selalu kembali pada ilmu, adab, dan doa.
Tasawuf yang Murni
Tasawuf yang murni dan otoritatif adalah penyeimbang kehidupan beragama, memastikan bahwa hukum (syariat) dilaksanakan dengan hati yang bersih (hakikat). Prinsip-prinsip Tasawuf yang diajarkan oleh Imam Junaid Al-Baghdadi menjadi panduan bahwa puncak spiritualitas bukanlah mengabaikan dunia, melainkan menjalaninya dengan ikhlas dan wara'.
Dengan memahami dimensi spiritual ini, umat Islam dapat mempraktikkan Tasawuf secara benar, menghindari praktik ghulat, dan menjadikan ulama salaf serta khalaf sebagai teladan dalam perjalanan menuju Allah SWT.
Sumber : Kajian Ulama