
Detail Fikih Sehari-hari: Analisis Qunut, Najis, dan Hukum Merokok Menurut Ulama Mazhab
Ketelitian Ulama dalam Masalah Furu'
Fikih Islam adalah ilmu yang sangat detail, memberikan panduan hukum untuk setiap aspek kehidupan, bahkan yang terlihat sepele. Ketelitian ini terbukti dalam pembahasan masalah furu'iyyah (cabang) yang sering menjadi praktik harian umat Islam. Di antara masalah-masalah ini, terdapat perbedaan pendapat (khilaf) yang sah, yang menunjukkan kekayaan metodologi ulama.
Artikel ini akan mengupas tuntas tiga isu fikih praktis yang sering dipertanyakan: Hukum Qunut dalam Shalat Subuh, Batasan Najis dalam Fikih Syafi'i sebagai contoh ketelitian taharah (bersuci), dan pandangan ulama mengenai Hukum Merokok sebagai isu kontemporer (nawazil).
1. Fikih Qunut dan Khilaf dalam Shalat Subuh
Qunut adalah doa yang dibaca saat berdiri i'tidal dalam shalat. Fikih tentang Qunut Subuh adalah salah satu contoh khilaf paling terkenal di antara empat mazhab:
- Pandangan Mazhab Syafi'i: Qunut dalam Shalat Subuh adalah sunnah ab'adh (sunnah yang dianjurkan) dan sangat ditekankan. Mereka mendasarkan pandangan ini pada Hadis shahih dari Anas bin Malik dan praktik ulama Madinah. Jika Qunut ditinggalkan, sunnah disempurnakan dengan sujud sahwi (sujud karena lupa).
- Pandangan Mazhab Hanafi dan Hanbali: Kedua mazhab ini berpendapat bahwa Qunut Subuh tidak disunnahkan, dan bahkan sebagian menganggapnya makruh (dibenci) karena berpendapat Hadis tentang Qunut telah dinasakh (dihapus).
- Pandangan Mazhab Maliki: Mereka berpendapat bahwa Qunut disunnahkan, tetapi dilakukan secara sirr (pelan), bukan jahr (nyaring).
Perbedaan ini menunjukkan bahwa setiap mazhab memiliki dalil yang kuat, dan bagi umat awam, yang terbaik adalah mengikuti mazhab yang dominan di wilayahnya sambil menghormati praktik mazhab lain.
2. Ketelitian Taharah: Batasan Najis dalam Fikih Syafi'i
Fikih taharah (bersuci) adalah syarat sahnya ibadah. Batasan Najis dalam Fikih Syafi'i dikenal sebagai salah satu yang paling detail dan ketat di antara mazhab.
-
Klasifikasi Najis: Mazhab Syafi'i mengklasifikasikan najis menjadi tiga tingkatan:
- Mukhaffafah (Ringan): Najis dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan selain ASI.
- Mutawassithah (Sedang): Najis selain yang ringan dan berat (misalnya: air kencing, darah, bangkai non-ikan/belalang).
- Mughallazhah (Berat): Najis dari anjing dan babi.
- Metode Penyucian: Setiap tingkatan najis memiliki cara penyucian yang berbeda-beda, menunjukkan betapa ulama Mazhab Syafi'i sangat teliti dalam memastikan ibadah dilakukan dalam kondisi yang paling suci (ihtiyat).
3. Fikih Kontemporer: Hukum Merokok
Ketika suatu masalah baru (nawazil) muncul, ulama menggunakan kaidah Ushul Fikih dan qiyas (analogi) untuk menetapkan hukumnya. Hukum Merokok dalam Pandangan Ulama Syafi'i adalah salah satu contohnya.
- Evolusi Hukum: Di masa awal, sebagian ulama menetapkan hukum makruh (dibenci) karena baunya. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang membuktikan bahaya kesehatan yang pasti dan kerugian finansial, mayoritas ulama Syafi'i kontemporer (dan ulama mazhab lain) mengeluarkan fatwa bahwa hukum merokok adalah HARAM.
-
Alasan Pengharaman: Pengharaman didasarkan pada dalil:
- Merusak Diri Sendiri: Menyebabkan kerusakan kesehatan yang dilarang syariat (melanggar prinsip menjaga jiwa).
- Menghamburkan Harta: Melanggar larangan israf (pemborosan).
4. Fikih Praktis Harian: Berdiam Diri Saat Khotbah Jumat
Masalah praktis harian seperti Berdiam diri saat Khotbah Jumat menunjukkan pentingnya adab dalam beribadah.
- Hukum Wajib: Ulama sepakat bahwa wajib hukumnya bagi jamaah shalat Jumat untuk diam dan mendengarkan khutbah. Larangan berbicara saat khatib sedang berkhutbah adalah tegas, karena khutbah dianggap setara dengan dua rakaat salat.
- Pengecualian: Pengecualian hanya berlaku untuk berbicara yang sangat mendesak atau ketika menjawab salam Nabi (shalawat) di dalam hati. Hal ini menegaskan bahwa adab dan hudhurul qalbi (kehadiran hati) dalam ibadah adalah prioritas.
Belajar dari Kedalaman Ilmu
Kajian mendalam terhadap furu' fikih seperti Qunut, Najis, dan Hukum Merokok mengajarkan kita pentingnya merujuk pada ulama yang memiliki keahlian (Expertise) dalam metodologi mazhab.
Dengan memahami khilaf dalam Qunut dan ketelitian dalam Najis, kita dapat beribadah dengan benar, menghargai keragaman, dan selalu memilih pendapat yang didasarkan pada kemaslahatan dan keselamatan jiwa dan harta kita.
Sumber : Kajian Ulama