Ilmu Kalam adalah Setetes Dari Lautan al-Quran

Ilmu Kalam adalah Setetes Dari Lautan al-Quran

Ilmu Kalam Adalah Setetes Dari Lautan al-Qur'an

أَحَدُهَا: أَنَّهُ بِدْعَةٌ إِذْ لَمْ يُنْقَلْ عَنِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَالصَّحَابَةِ الِاشْتِغَالُ بِهِ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ رَدٌّ، قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي دِينِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ». قُلْنَا: بَلْ تَوَاتَرَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَبْحَثُونَ عَنْ دَلَائِلِ التَّوْحِيدِ وَالنُّبُوَّةِ وَيُقَرِّرُونَهَا مَعَ الْمُنْكِرِينَ، وَالْقُرْآنُ مَمْلُوءٌ مِنْهُ، وَهَلْ مَا يُذْكَرُ فِي كُتُبِ الْكَلَامِ إِلَّا قَطْرَةٌ مِنْ بَحْرٍ مِمَّا نَطَقَ بِهِ الْكِتَابُ؟ نَعَمْ، إِنَّهُمْ لَمْ يُدَوِّنُوهُ، وَلَمْ يَشْتَغِلُوا بِتَحْرِيرِ الِاصْطِلَاحَاتِ وَتَقْرِيرِ الْمَذَاهِبِ وَتَبْوِيبِ الْمَسَائِلِ وَتَفْصِيلِ الدَّلَائِلِ وَتَلْخِيصِ السُّؤَالِ وَالْجَوَابِ، وَلَمْ يُبَالِغُوا فِي تَطْوِيلِ الذُّيُولِ وَالْأَذْنَابِ، وَذَلِكَ لِاخْتِصَاصِهِمْ بِصَفَاءِ النُّفُوسِ وَمُشَاهَدَةِ الْوَحْيِ وَالتَّمَكُّنِ مِنْ مُرَاجَعَةِ مَنْ يُفِيدُهُمْ كُلَّ حِينٍ، مَعَ قِلَّةِ الْمُعَانِدِينَ، وَلَمْ تَكْثُرِ الشُّبُهَاتُ كَثْرَتَهَا فِي زَمَانِنَا بِمَا حَدَثَ فِي كُلِّ حِينٍ، فَاجْتَمَعَ لَنَا بِالتَّدْرِيجِ، وَذَلِكَ كَمَا لَمْ يُدَوِّنُوا الْفِقْهَ، وَلَمْ يُمَيِّزُوا أَقْسَامَهُ أَرْبَاعًا وَأَبْوَابًا وَفُصُولًا، وَلَمْ يَتَكَلَّمُوا فِيهَا بِالِاصْطِلَاحِ الْمُتَعَارَفِ مِنَ النَّقْضِ وَالْقَلْبِ وَالْجَمْعِ وَالْفَرْقِ وَتَنْقِيحِ الْمَنَاطِ وَتَخْرِيجِهِ، وَبِالْجُمْلَةِ فَمِنَ الْبِدَعِ مَا هِيَ حَسَنَةٌ.

"Salah satu tuduhan: bahwa ilmu ini adalah bid‘ah karena tidak dinukil dari Nabi ﷺ dan para sahabat bahwa mereka menyibukkan diri dengannya. Padahal setiap bid‘ah adalah tertolak. Nabi ﷺ bersabda: 'Barang siapa mengada-adakan dalam agama kami sesuatu yang bukan darinya, maka itu tertolak.' 

Kami menjawab: bahkan telah mutawatir bahwa mereka dahulu membahas dalil-dalil tauhid dan kenabian serta menetapkannya di hadapan para pengingkar, dan Al-Qur’an penuh dengan hal itu. Bukankah yang disebut dalam kitab-kitab kalam itu hanyalah setetes dari lautan yang diucapkan oleh Al-Qur’an? Memang, mereka tidak menuliskannya, tidak pula menyibukkan diri dengan merumuskan istilah-istilah, menetapkan mazhab-mazhab, membabkan masalah-masalah, merinci dalil-dalil, merangkum pertanyaan dan jawaban, serta tidak berlebihan dalam memperpanjang perincian bahasan. Hal itu karena mereka memiliki kejernihan jiwa, menyaksikan wahyu, dan mampu merujuk kepada orang yang memberi ilmu kapan saja, dengan sedikitnya orang yang membangkang. Belum banyak syubhat seperti yang terjadi di zaman kita akibat kejadian-kejadian yang terus muncul. Kemudian semua itu terkumpul bagi kita secara bertahap. Sebagaimana mereka dahulu tidak menuliskan fikih, tidak pula membaginya ke dalam rubrik, bab, dan pasal, serta tidak membahasnya dengan istilah-istilah yang dikenal seperti naqd, qalb, jam‘, farq, tanqīḥ al-manāṭ, dan takhrīj. Singkatnya, di antara bid‘ah ada yang baik." (ʿAbd al-Raḥmān ibn Aḥmad al-Ījī, al-Mawāqif fī ʿIlm al-Kalām, halaman 31).

Para pengkritik ilmu Kalam kebanyakan lupa bahwa posisi ilmu Kalam adalah untuk memperkokoh ajaran al-Qur'an dan membuktikannya dengan argumentasi rasional. Misalnya saja tentang keniscayaan keberadaan Allah, al-Qur'an menyatakan

 أَفِی ٱللَّهِ شَكࣱّ فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۖ

"Memangnya ada keraguan tentang Allah Sang Pencipta langit dan Bumi?" (QS. Ibrahim: 10)

Dalam ayat ini pesannya tegas bahwa tidak mungkin ada keraguan tentang Tuhan sebab keberadaannya niscaya. Akan tetapi ini adalah kesimpulan akhir tanpa menyebutkan bukti rasional sebelumnya sebelum sampai pada kesimpulan ini sehingga banyak orang yang tetap tidak akan menerima begitu saja, terbukti ateis dan agnostik ada banyak. Nah, di sinilah peran ilmu Kalam untuk menyampaikan bukti-bukti rasional bahwa Allah adalah wajibul wujud (keberadaan niscaya) sehingga aneh sekali bila ada yang meragukannya. Siapa yang hendak membuktikan kebenaran kesimpulan ayat di atas dengan benar, maka dia pasti dan harus berkalam. 

Kalau ayat itu mau dibuktikan kebenarannya tanpa mau berkalam, maka dia hanya akan menggunakan penalaran melingkar (circular reasoning) yang malah mencoreng nama baik al-Qur'an dan Islam itu sendiri. Agama sering diejek sebab orang beragama sering berhujjah dengan penalaran melingkar semisal: "Tuhan pasti benar sebab difirmankan dalam kitab suci dan kitab suci pasti benar sebab difirmankan oleh Tuhan". Penalaran seperti ini adalah fallacy (sesat pikir) yang menunjukkan bahwa orangnya tidak berpikir lurus.

Semoga bermanfaat

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Ilmu Kalam adalah Setetes Dari Lautan al-Quran - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®