
Debat Klasik Ulama: Kritik dan Pembelaan Terhadap Ibnu Taymiyyah dan Imam Al-Ghazali
Dalam sejarah keilmuan Islam, hanya sedikit figur yang pengaruhnya sebesar Imam Al-Ghazali dan Ibnu Taymiyyah. Keduanya diakui sebagai mujaddid (pembaharu) di masanya, namun metodologi dan pandangan teologis mereka menjadi sumber perdebatan abadi. Memahami kritik dan pembelaan terhadap keduanya adalah kunci untuk mengurai perbedaan madzhab modern.
I. Polemik Seputar Ibnu Taymiyyah dan Akidah
Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) adalah figur Hanbali yang sering dianggap sebagai bapak spiritual gerakan Salafi modern. Kontroversi utamanya selalu terletak pada isu Akidah dan penolakannya terhadap Ilmu Kalam (teologi skolastik).
A. Bantahan Ulama Aswaja Kepada Ibnu Taymiyah
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), terutama dari kalangan Asy’ariyah dan Maturidiyah, secara historis mengeluarkan banyak Bantahan Ulama Aswaja Kepada Ibnu Taymiyah. Bantahan utama berpusat pada:
- Sifat Allah (Tashbih): Kritik diarahkan pada penafsiran Ibnu Taymiyyah terhadap sifat-sifat Mutasyabihat (sifat-sifat Allah yang maknanya multi-tafsir, seperti Istiwa' atau Yad). Ulama Aswaja menilai pandangan Ibnu Taymiyyah terlalu tekstualis, yang dikhawatirkan dapat mengarah pada Tashbih (menyerupakan Allah dengan makhluk).
- Konsep Bid’ah: Kritik juga muncul karena cakupan bid’ah yang terlalu luas menurut Ibnu Taymiyyah, yang berujung pada penolakan terhadap banyak praktik yang dilakukan oleh ulama Mazhab dan Sufi.
- Akidah Tanzih Ulama Hanabilah: Penting untuk dicatat bahwa Ibnu Taymiyyah bahkan berbeda dengan banyak ulama Hanbali sebelumnya yang justru sangat memegang teguh konsep Tanzih (menyucikan Allah dari sifat makhluk).
II. Imam Al-Ghazali: Reformis Akidah dan Sufisme
Imam Al-Ghazali (w. 505 H) adalah salah satu ulama terbesar dalam sejarah. Ia berhasil menyintesiskan Fiqh Syafi'i, Akidah Asy'ari, dan Tasawuf (Sufisme), yang menjadi fondasi ortodoksi Sunni. Namun, ia juga menerima kritik keras.
A. Pendapat Imam Al-Ghazali Terhadap Ilmu Kalam
Dalam bukunya, Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filosof), Imam Al-Ghazali meluncurkan kritik tajam terhadap Filsafat. Namun, pandangannya terhadap Ilmu Kalam (Teologi Skolastik) lebih bernuansa.
- Awalnya Kritik: Ia sempat mengkritik Ilmu Kalam karena dianggap hanya menjawab masalah yang diangkat oleh kaum Muktazilah dan tidak mampu memberikan kepuasan spiritual.
- Apresiasi: Pada akhirnya, ia mengakui Ilmu Kalam sebagai ilmu yang wajib kifayah (kewajiban kolektif) untuk mempertahankan akidah umat dari serangan bid’ah dan pemikiran sesat.
B. Pembelaan Terhadap Serangan Modern (Wahhabi)
Di era modern, Imam Al-Ghazali sering menjadi target serangan dari sebagian kalangan Salafi/Wahhabi.
- Tesis Master Wahhabi Menyerang Imam Ghazali beredar dengan kritik utama pada unsur Tasawuf (Sufisme) yang ia masukkan ke dalam disiplin ilmu Islam. Kritik ini menuduhnya mengintroduksi elemen-elemen filosofis atau praktik bid’ah dalam ibadah.
- Pembelaan Aswaja: Ulama Aswaja membela Imam Al-Ghazali dengan menyatakan bahwa tasawuf yang ia anut adalah Tasawuf Akhlaki (berfokus pada penyucian jiwa dan akhlak), bukan tasawuf filosofis yang ekstrem. Al-Ghazali dianggap sebagai pembaharu yang mengembalikan Tasawuf ke jalurnya yang benar.
Kesimpulan
Debat seputar kedua figur ini pada dasarnya adalah perdebatan abadi antara dua metodologi:
- Ibnu Taymiyyah: Mewakili pendekatan yang sangat literal, anti-metafisika, dan reformis fiqih yang berupaya membersihkan tradisi.
- Imam Al-Ghazali: Mewakili pendekatan yang holistik, di mana hukum (fiqh), keyakinan (aqidah), dan spiritualitas (tasawuf) disintesiskan menjadi satu kesatuan yang koheren.
Ulama Ahlussunnah umumnya menghormati Ibnu Taymiyyah sebagai seorang mujtahid namun menolak pandangan-pandangan yang mereka anggap menyimpang, sementara Imam Al-Ghazali tetap diakui sebagai otoritas spiritual dan teologis tertinggi dalam tradisi Sunni.
Sumber : Kajian Ulama kategori ulama