Bukti dan Pengakuan Ibnu Qudamah Mufawidhun

Bukti dan Pengakuan Ibnu Qudamah Mufawidhun

๐—•๐—จ๐—ž๐—ง๐—œ ๐——๐—”๐—ก ๐—ฃ๐—˜๐—ก๐—š๐—”๐—ž๐—จ๐—”๐—ก ๐—œ๐—•๐—ก๐—จ ๐—ค๐—จ๐——๐—”๐— ๐—”๐—› ๐— ๐—จ๐—™๐—”๐—ช๐—œ๐——๐—›๐—จ๐—ก

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Di antara hal yang terus menjadi perdebatan terkait al imam Qudamah adalah terkait apakah beliau termasuk pengikut madzhab Tafwidh seperti yang dipegang oleh kalangan Asy’ariyah dan Maturidiyah ataukah termasuk pengikut madzhab istbat (menetapkan sifat). Masalah ini telah menempati ruang yang besar dalam perdebatan di lingkungan akademik.

Tentang pembuktian bahwa beliau tidak pernah meninggalkan itsbat sebagaimana itu diklaim sebagai madzhab “resmi” dalam Hanabilah sudah banyak kita temukan bahasannya. Yang belum banyak kita temukan adalah data sebaliknya yang bisa menjadi pembanding yang membuktikan bahwa beliau dalam masalah ini termasuk bermadzhab dengan madzhab Tafwidh.

 Padahal sumber data ini bukan hanya bisa kita gali dari pernyataan imam Ibnu Qudamah sendiri, tapi juga pengakuan dari “Kawan” yang dianggap masih dalam lingkup circle Hanabilah.

Berikut ini adalah beberapa pernyataan tersurat maupun tersirat dari beberapa ulama bahwa al imam Ibnu Qudamah adalah termasuk ulama yang bermadzhab tafwidh makna dalam masalah sifat-sifat khabariyah. Bentuk tersurat adalah pernyataan tegas yang menyebut beliau memang termasuk mufawidhun, sedangkan tersiratnya menyebut beliau berpendapat dengan pendapat yang dikenal sebagai metode ahli tafwidz seperti menyatakan sifat-sifat khabariyah tersebut termasuk jenis ayat yang mutasyabihat.

Hal ini mungkin ada yang tidak tahu, bahwa kalangan Asy’ariyah, Maturidiyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa ada ayat-ayat yang mutasyabihat sebagaimana yang diinformasikan dalam firman Allah :

ู‡ُูˆَ ุงู„َّุฐِูŠ ุฃَู†ุฒَู„َ ุนَู„َูŠْูƒَ ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ู…ِู†ْู‡ُ ุขูŠَุงุชٌ ู…ُّุญْูƒَู…َุงุชٌ ู‡ُู†َّ ุฃُู…ُّ ุงู„ْูƒِุชَุงุจِ ูˆَุฃُุฎَุฑُ ู…ُุชَุดَุงุจِู‡َุงุชٌ ۖ ูَุฃَู…َّุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูِูŠ ู‚ُู„ُูˆุจِู‡ِู…ْ ุฒَูŠْุบٌ ูَูŠَุชَّุจِุนُูˆู†َ ู…َุง ุชَุดَุงุจَู‡َ ู…ِู†ْู‡ُ ุงุจْุชِุบَุงุกَ ุงู„ْูِุชْู†َุฉِ ูˆَุงุจْุชِุบَุงุกَ ุชَุฃْูˆِูŠู„ِู‡ِ ۗ ูˆَู…َุง ูŠَุนْู„َู…ُ ุชَุฃْูˆِูŠู„َู‡ُ ุฅِู„َّุง ุงู„ู„َّู‡ُ ۗ ูˆَุงู„ุฑَّุงุณِุฎُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ْุนِู„ْู…ِ ูŠَู‚ُูˆู„ُูˆู†َ ุขู…َู†َّุง ุจِู‡ِ ูƒُู„ٌّ ู…ِّู†ْ ุนِู†ุฏِ ุฑَุจِّู†َุง ۗ ูˆَู…َุง ูŠَุฐَّูƒَّุฑُ ุฅِู„َّุง ุฃُูˆู„ُูˆ ุงู„ْุฃَู„ْุจَุงุจِ

"Dia lah yang menurunkan al Kitab kepadamu. Di antara ( isinya ada ayat-ayat Muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, maka mereka mengikuti mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, 

padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya melainkan orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran : 3)

Sedangkan sebagian ulama di antaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang mengikuti pendapatnya menyatakan tidak ada ayat-ayat yang mutasyabihat dalam artian tidak diketahui maknanya. Semua ayat al Qur’an ada maknanya. Adapun maksud ayat tersebut adalah ia tidak diketahui oleh sebagian ulama maknanya, tetapi diketahui oleh ulama yang lain.

Nah di sini lah al imam Ibnu Qudamah dan tentunya beberapa ulama Hanabilah yang lainnya satu dalam titik temu dengan Asy’ariyah dan Maturidiyah tentang adanya ayat musytabihat, yakni ayat -ayat yang maknanya hanya Allah ta’ala yang mengetahuinya. Langsung saja kita masuk kepembuktiannya, selamat menyimak.

๐—•๐˜‚๐—ธ๐˜๐—ถ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐—บ๐—ฎ

Yang kami tampilkan di sini tentu adalah para ulama yang semadzhab atau setidaknya dianggap seperti itu. Karena jika yang kami hadirkan adalah pendapat dari kalangan luar kelompok, semisal dari ulama Asy’ariyah tentu nantinya dituduh itu hanya klaim sepihak, dan pembuktiannya dianggap tidak valid. 

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ถ๐—ธ๐—ต๐˜‚๐—น ๐—œ๐˜€๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ฎ๐—น ๐—ถ๐—บ๐—ฎ๐—บ ๐—œ๐—ฏ๐—ป๐˜‚ ๐—ง๐—ฎ๐—ถ๐—บ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต (w 728 H) rahimahullah berkata :

ูˆ ู…ู† ุงุซุจุช ุงู„ุนู„ูˆ ุจุงู„ุนู‚ู„ ูˆ ุฌุนู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุตูุงุช ุงู„ุนู‚ู„ูŠุฉ: ูƒุฃุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ุจู† ูƒู„ุงุจ ูˆ ุฃุจูŠ ุงู„ุญุณู† ุจู† ุงู„ุฒุงุบูˆู†ูŠ ูˆ ู…ู† ูˆุงูู‚ู‡ ูˆ ูƒุงู„ู‚ุงุถูŠ ุฃุจูŠ ูŠุนู„ู‰ ููŠ ุขุฎุฑ ู‚ูˆู„ูŠู‡ ูˆ ุฃุจูŠ ู…ุญู…ุฏ: ุงุซุจุชูˆุง ุงู„ุนู„ูˆ ูˆ ุฌุนู„ูˆุง ุงู„ุงุณุชูˆุงุก ู…ู† ุงู„ุตูุงุช ุงู„ุฎุจุฑูŠุฉ ุงู„ุชูŠ ูŠู‚ูˆู„ูˆู† ู„ุง ูŠุนู„ู… ู…ุนู†ุงู‡ุง ุงู„ุง ุงู„ู„ู‡ " ูˆ ุงู† ูƒุงู†ูˆุง ู…ู…ู† ูŠุฑู‰ ุงู† ุงู„ููˆู‚ูŠุฉ ูˆ ุงู„ุนู„ูˆ ุงูŠุถุง ู…ู† ุงู„ุตูุงุช ุงู„ุฎุจุฑูŠุฉ ูƒู‚ูˆู„ ุงู„ู‚ุงุถูŠ ุฃุจูŠ ุจูƒุฑ ูˆ ุงูƒุซุฑ ุงู„ุงุดุนุฑูŠุฉ ูˆ ู‚ูˆู„ ุงู„ู‚ุงุถูŠ ุฃุจูŠ ูŠุนู„ู‰ ููŠ ุฃูˆู„ ู‚ูˆู„ูŠู‡ ูˆ ุงุจู† ุนู‚ูŠู„ ููŠ ูƒุซูŠุฑ ู…ู† ูƒู„ุงู…ู‡ ูˆ ุฃุจูŠ ุจูƒุฑ ุงู„ุจูŠู‡ู‚ูŠ ูˆ ุฃุจูŠ ุงู„ู…ุนุงู„ูŠ ูˆ ุบูŠุฑู‡ู… ูˆ ู…ู† ุณู„ูƒ ู…ุณู„ูƒ ุงูˆู„ุฆูƒ

“Dan barangsiapa yang menetapkan sifat Ketinggian (Allah) dengan akal dan menjadikannya termasuk sifat-sifat rasional, seperti Abu Muhammad Ibnu Kullab dan Abu al Hasan Ibnu Az Zaghuni serta orang yang sependapat dengannya, dan seperti al Qadi Abu Ya'la dalam pendapatnya yang terakhir, dan juga Ibnu Qudamah (Abu Muhammad).

Mereka menetapkan sifat Ketinggian dan menjadikan sifat Istiwa’ sebagai bagian dari sifat-sifat Khobariyyah (sifat yang informasinya datang dari teks), yang mana mereka berkata bahwa tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah.

Meskipun mereka termasuk orang yang berpendapat bahwa sifat di atas dan Ketinggian juga termasuk dari sifat-sifat Khobariyyah, seperti pendapat al Qadi Abu Bakar, mayoritas Asy'ariyah, pendapat al Qadi Abu Ya'la yang pertama, Ibnu 'Aqil dalam banyak ucapannya. Lalu Abu Bakar Baihaqi, Abu al Ma'ali (al imam Juwaini), dan selain mereka yang menempuh jalan itu.”[1]

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ถ๐—ธ๐—ต ๐—œ๐—ฏ๐—ฟ๐—ฎ๐—ต๐—ถ๐—บ ๐—”๐—น๐˜‚ ๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ถ๐—ธ๐—ต (w1389 H) berkata : 

ุฃู…ุง ู…ุง ุฐูƒุฑู‡ ููŠ ุงู„ู„ู…ุนุฉ ูู‡ูˆ ูŠู†ุทุจู‚ ุนู„ู‰ ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ู…ููˆุถุฉ، ูˆู‡ูˆ ู…ู† ุดุฑ ุงู„ู…ุฐุงู‡ุจ ูˆุฃุฎุจุซู‡ุง.ุญุชู‰ ู‚ุงู„ูˆุง: ุฅู† ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ู…ููˆุถุฉ ุดุฑ ู…ู† ุงู„ู…ุคูˆู„ุฉ

“Adapun apa yang disebutkan dalam al Lum'ah (oleh al imam Ibnu Qudฤmah), maka itu sesuai dengan mazhab al Mufawidhah (kaum Tafwiแธz ma’na), dan ia adalah salah satu madzhab yang paling buruk dan paling keji. Bahkan mereka berkata: Sesungguhnya madzhab al Mufawwiแธah itu lebih buruk daripada al Mu'awwilah (kaum Ta'wil).”[2]

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ถ๐—ธ๐—ต ๐—จ๐˜๐˜€๐—ฎ๐—ถ๐—บ๐—ถ๐—ป (w 1421 H) rahimahullah berkata : 

ุฃู…ุง ู…ุง ุฐูƒุฑู‡ ุงุจู† ู‚ุฏุงู…ุฉ ูุฅู†ู‡ ูŠู†ุทุจู‚ ุนู„ู‰ ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ู…ููˆุถุฉ ูˆู‡ูˆ ุดุฑ ุงู„ู…ุฐุงู‡ุจ ูˆุฃุฎุจุซู‡ุง

"Adapun apa yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah, maka ini telah bersesuaian dengan madzhab al Mufawwiแธah, dan ia adalah seburuk-buruknya dan sekeji-kejinya madzhab."[3]

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ถ๐—ธ๐—ต ๐—”๐—ฏ๐—ฑ๐˜‚๐—ฟ๐—ฟ๐—ฎ๐˜‡๐—ฎ๐—พ ๐—ฎ๐—น ๐—”๐—ณ๐—ถ๐—ณ๐—ถ (w 1415 H) berkata :

ูˆู‚ุฏ ุบู„ุท ‌ุงุจู† ‌ู‚ุฏุงู…ุฉ ููŠ «ู„ู…ุนุฉ ุงู„ุงุนุชู‚ุงุฏ»، ูˆู‚ุงู„: ุจุงู„ุชููˆูŠุถ. ูˆู„ูƒู† ุงู„ุญู†ุงุจู„ุฉ ูŠุชุนุตุจูˆู† ู„ู„ุญู†ุงุจู„ุฉ، ูˆู„ุฐู„ูƒ ูŠุชุนุตุจ ุจุนุถ ุงู„ู…ุดุงูŠุฎ ููŠ ุงู„ุฏูุงุน ุนู† ‌ุงุจู† ‌ู‚ุฏุงู…ุฉ، ูˆู„ูƒู†ّ ุงู„ุตุญูŠุญ ุฃู† ‌ุงุจู† ‌ู‚ุฏุงู…ุฉ ู…ููˆّุถ

“Dan sungguh Ibnu Qudamah telah keliru dalam (Lum'at al I'tiqad) karena dia berkata: dengan at Tafwiแธ. dan para ulama แธคanabilah cenderung fanatik terhadap sesama แธคanabilah, oleh karena itu sebagian Masyaikh mereka fanatik dalam membela Ibnu Qudamah. Namun, yang benar adalah bahwa Ibnu Qudamah dalam hal ini adalah termasuk Mufawwiแธh.”[4]

๐—•๐˜‚๐—ธ๐˜๐—ถ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚

Berikut adalah pembuktian kedua yang kami cukupkan dengan mengambil langsung dari karya al imam Ibnu Qudamah. Karena jika yang kami hadirkan berasal dari tulisan orang lain, apalagi dari luar Hanabilah nanti dikatakan itu hanya penafsiran atau bahkan klaim semata.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐—บ๐—ฎ: ๐—ง๐—ฎ๐—ณ๐˜„๐—ถ๐—ฑ ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ต๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฝ ๐˜€๐—ถ๐—ณ๐—ฎ๐˜ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐— ๐˜‚๐˜€๐˜๐—ฎ๐—ฏ๐—ถ๐—ต๐—ฎ๐—ต

Ketika beliau menjelaskan perbedaan antara sifat-sifat yang menimbulkan prasangka tasbih (penyerupaan) seperti tangan, mata dan wajah dengan yang tidak menimbulkan prasangka tasbih seperti kuasa, pendengaran dan penglihatan, beliau lalu berkata : 

ูˆู…ุง ุฃุดูƒู„ ู…ู† ุฐู„ูƒ ูˆุฌุจ ุฅุซุจุงุชู‡ ู„ูุธุง ูˆุชุฑูƒ ุงู„ุชุนุฑّุถ ู„ู…ุนู†ุงู‡

"Dan apa yang sulit (mustabihat) dari hal tersebut wajib ditetapkan lafadznya dan meninggalkan pembahasan mengenai maknanya"[5] 

๐—ž๐—ฒ๐—ฑ๐˜‚๐—ฎ: ๐—•๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—”๐˜†๐—ฎ๐˜-๐—”๐˜†๐—ฎ๐˜ ๐—ฆ๐—ถ๐—ณ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐— ๐˜‚๐˜๐—ฎ๐˜€๐˜†๐—ฎ๐—ฏ๐—ถ๐—ต 

Beliau rahimahullah berkata: 

ูˆุงู„ุตุญูŠุญ ุฃู† ุงู„ู…ุชุดุงุจู‡: ู…ุง ูˆุฑุฏ ููŠ ุตูุงุช ุงู„ู„ู‡ ุณุจุญุงู†ู‡ ู…ู…ุง ูŠุฌุจ ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจู‡، ูˆูŠุญุฑู… ุงู„ุชุนุฑุถ ู„ุชุฃูˆูŠู„ู‡، ูƒู‚ูˆู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰: {ุงู„ุฑุญู…ู† ุนู„ู‰ ุงู„ุนุฑุด ุงุณุชูˆู‰}، {ุจู„ ูŠุฏุงู‡ ู…ุจุณูˆุทุชุงู†}، {ู„ู…ุง ุฎู„ู‚ุช ุจูŠุฏูŠ}، {ูˆูŠุจู‚ู‰ ูˆุฌู‡ ุฑุจูƒ}، {ุชุฌุฑูŠ ุจุฃุนูŠู†ู†ุง}، ูˆู†ุญูˆู‡

"Dan yang shahih adalah bahwa al Mutasyabih (ayat yang samar) adalah: apa yang termuat dalam sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’ala, yang mana wajib diimani dan haram membahas takwilnya seperti firman Allah Ta'ala: “Yang Maha Pengasih beristiwa’ di atas 'Arsy (Taha: 5), “Bahkan kedua tangan-Nya terbentang” (Al Ma'idah: 64), “terhadap apa yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku” (Sad: 75), “dan tetap kekal Wajah Rabb-mu” (Ar Rahman: 27), {berlayar di bawah pengawasan Kami} (Al Qamar: 14), dan yang semisalnya"[6]

Beliau juga berkata: 

ูุซุจุช ุจู…ุง ุฐูƒุฑู†ุงู‡ ู…ู† ุงู„ูˆุฌูˆู‡ ุฃู† ุชุฃูˆูŠู„ ุงู„ู…ุชุดุงุจู‡ ู„ุง ูŠุนู„ู…ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰، ูˆุฃู† ู…ุชّุจุนู‡ ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุฒูŠุบ، ูˆุฃู†ู‡ ู…ุญุฑู… ุนู„ู‰ ูƒู„ ุฃุญุฏ، ูˆูŠู„ุฒู… ู…ู† ู‡ุฐุง ุฃู† ูŠูƒูˆู† ุงู„ู…ุชุดุงุจู‡ ู‡ูˆ ู…ุง ูŠุชุนู„ّู‚ ุจุตูุงุช ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูˆู…ุง ุฃุดุจู‡ู‡

"Maka, telah terbukti dengan berbagai sisi yang telah kami sebutkan bahwa takwil ayat Mutasyabih tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta'ala, dan pengikutnya termasuk ahli Penyimpangan dan bahwa ia adalah haram bagi setiap orang. Dan konsekuensi dari ini adalah bahwa ayat mutasyabih adalah apa yang terkait dengan sifat-sifat Allah Ta'ala dan yang menyerupainya"[7]

๐—ž๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ด๐—ฎ: ๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ฒ๐—ด๐—ฎ๐˜€ ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ฒ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜๐—ฎ๐—ณ๐˜„๐—ถ๐—ฑ๐—ต ๐—บ๐—ฎ๐—ธ๐—ป๐—ฎ ๐˜€๐—ถ๐—ณ๐—ฎ๐˜

Beliau rahimahullah berkata: 

ูุฅู†ู‡ ู„ุง ุญุงุฌุฉ ู„ู†ุง ุฅู„ู‰ ุนู„ู… ู…ุนู†ู‰ ู…ุง ุฃุฑุงุฏ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ู…ู† ุตูุงุชู‡ ุฌู„ ูˆุนุฒ، ูุฅู†ู‡ ู„ุง ูŠุฑุงุฏ ู…ู†ู‡ุง ุนู…ู„، ูˆู„ุง ูŠุชุนู„ّู‚ ุจู‡ุง ุชูƒู„ูŠู ุณูˆู‰ ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจู‡ุง. ูˆูŠู…ูƒู† ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจู‡ุง ู…ู† ุบูŠุฑ ุนู„ู… ู…ุนู†ุงู‡ุง، ูุฅู† ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจุงู„ุฌู‡ู„ ุตุญูŠุญ

"Sesungguhnya kita tidak memerlukan pengetahuan tentang makna yang Allah Jalla wa 'Azza kehendaki dari sifat-sifat-Nya, karena tidak ada amal yang dimaksudkan darinya, dan tidak ada kewajiban yang terkait dengannya selain mengimaninya. Dan mungkin saja mengimaninya tanpa mengetahui maknanya, karena keimanan dengan ketidaktahuan adalah sah"[8]

๐—ž๐—ฒ๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜: ๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—น๐—ฎ๐—ณ๐—ฎ๐—ฑ๐˜‡ ๐˜๐—ฎ๐—ณ๐˜„๐—ถ๐—ฑ๐—ต

Beliau rahimahullah berkata: 

ุฃู† ู‚ูˆู„ู‡ู…: {ุขู…ู†ุง ุจู‡ ูƒู„ ู…ู† ุนู†ุฏ ุฑุจู†ุง} ูƒู„ุงู… ูŠุดุนุฑ ุจุงู„ุชููˆูŠุถ ูˆุงู„ุชุณู„ูŠู… ู„ู…ุง ู„ู… ูŠุนู„ู…ูˆู‡؛ ู„ุนู„ู…ู‡ู… ุจุฃู†ู‡ ู…ู† ุนู†ุฏ ุฑุจู‡ู… ูƒู…ุง ุฃู† ุงู„ู…ุญูƒู… ุงู„ู…ุนู„ูˆู… ู…ุนู†ุงู‡ ู…ู† ุนู†ุฏู‡

“Bahwa perkataan mereka: {Kami beriman kepadanya, semuanya dari sisi Rabb kami} adalah perkataan yang mengindikasikan Tafwidh dan kepasrahan terhadap apa yang tidak mereka ketahui; karena pengetahuan mereka bahwa itu dari sisi Rabb mereka, sebagaimana al Muhkam (yang jelas) yang maknanya diketahui juga dari sisi-Nya" [9]

๐—ž๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—บ๐—ฎ: ๐—›๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ฒ๐˜๐—ฎ๐—ฝ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—น๐—ฎ๐—ณ๐—ฎ๐—ฑ๐˜‡ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ป๐—ฎ๐—บ๐—ฎ-๐—ป๐—ฎ๐—บ๐—ฎ

Beliau rahimahullah berkata:

ูˆุฃู…ุง ุฅูŠู…ุงู†ู†ุง ุจุงู„ุขูŠุงุช ูˆุฃุฎุจุงุฑ ุงู„ุตูุงุช ูุฅู†ู…ุง ู‡ูˆ ุฅูŠู…ุงู† ุจู…ุฌุฑุฏ ุงู„ุฃู„ูุงุธ ุงู„ุชูŠ ู„ุง ุดูƒّ ููŠ ุตุญุชู‡ุง ูˆู„ุง ุฑูŠุจ ููŠ ุตุฏู‚ู‡ุง، ูˆู‚ุงุฆู„ู‡ุง ุฃุนู„ู… ุจู…ุนู†ุงู‡ุง، ูุขู…ู†ุง ุจู‡ุง ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุนู†ู‰ ุงู„ุฐูŠ ุฃุฑุงุฏ ุฑุจู†ุง ุชุจุงุฑูƒ ูˆุชุนุงู„ู‰

"Adapun keimanan kami pada ayat-ayat dan riwayat-riwayat sifat, sesungguhnya ia hanyalah keimanan pada semata-mata lafadz yang tidak diragukan kesahihannya dan tidak diragukan kebenarannya, dan yang mengucapkannya (qailuha) lebih mengetahui maknanya. Maka, kami beriman dengannya di atas makna yang Rabb kami Tabaraka wa Ta'ala kehendaki"[10]

Beliau juga berkata: 

ู„ุง ุชุนู„ู… ุตูุงุชู‡ ูˆุฃุณู…ุงุคู‡ ุฅู„ุง ุจุงู„ุชูˆู‚ูŠู، ูˆุงู„ุชูˆู‚ูŠู ุฅู†ู…ุง ูˆุฑุฏ ุจุฃุณู…ุงุก ุงู„ุตูุงุช ุฏูˆู† ูƒูŠููŠุชู‡ุง ูˆุชูุณูŠุฑู‡ุง

"Sifat-sifat dan nama-nama-Nya tidak diketahui kecuali melalui tauqif (berhenti pada nash), dan tauqif itu hanya datang dengan nama-nama sifat, bukan dengan kaifiyyah-nya (bentuknya) dan tafsir-nya (penjelasannya)"[11]

๐—ž๐—ฒ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐—บ: ๐—ฃ๐—ฒ๐—ป๐˜†๐—ฒ๐—ฟ๐˜‚๐—ฝ๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ต๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ฎ๐˜†๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ถ๐—ณ๐—ฎ๐˜ ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ต๐˜‚๐—ฟ๐˜‚๐—ณ ๐— ๐˜‚๐—พ๐—ฎ๐˜๐˜๐—ฎ'๐—ฎ๐—ต 

Beliau rahimahullah berkata:

ูุฅู† ู‚ูŠู„: ููƒูŠู ูŠุฎุงุทุจ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฎู„ู‚ ุจู…ุง ู„ุง ูŠุนู‚ู„ูˆู†ู‡؟ ุฃู… ูƒูŠู ูŠู†ุฒู„ ุนู„ู‰ ุฑุณูˆู„ู‡ ู…ุง ู„ุง ูŠุทู„ุน ุนู„ู‰ ุชุฃูˆูŠู„ู‡؟ ู‚ู„ู†ุง: ูŠุฌูˆุฒ ุฃู† ูŠูƒู„ูู‡ู… ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจู…ุง ู„ุง ูŠุทู„ุนูˆู† ุนู„ู‰ ุชุฃูˆูŠู„ู‡؛ ู„ูŠุฎุชุจุฑ ุทุงุนุชู‡ู…، ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุชุนุงู„ู‰: {ูˆู„ู†ุจู„ูˆู†ูƒู… ุญุชู‰ ู†ุนู„ู… ุงู„ู…ุฌุงู‡ุฏูŠู† ู…ู†ูƒู… ูˆุงู„ุตุงุจุฑูŠู†}، {ูˆู…ุง ุฌุนู„ู†ุง ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุงู„ุชูŠ ูƒู†ุช ุนู„ูŠู‡ุง ุฅู„ุง ู„ู†ุนู„ู…} ุงู„ุขูŠุฉ، {ูˆู…ุง ุฌุนู„ู†ุง ุงู„ุฑุคูŠุง ุงู„ุชูŠ ุฃุฑูŠู†ุงูƒ ุฅู„ุง ูุชู†ุฉ ู„ู„ู†ุงุณ}، ูˆูƒู…ุง ุงุฎุชุจุฑู‡ู… ุจุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจุงู„ุญุฑูˆู ุงู„ู…ู‚ุทุนุฉ ู…ุน ุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุนู„ู… ู…ุนู†ุงู‡ุง

"Jika dikatakan: 'Bagaimana Allah mengajak bicara makhluk dengan apa yang tidak mereka pahami? Atau bagaimana Dia menurunkan kepada Rasul-Nya apa yang tidak diketahui ta'wil-nya?' Kami katakan: 'Dibolehkan bagi-Nya untuk membebani mereka keimanan dengan apa yang tidak mereka ketahui ta'wil-nya, untuk menguji ketaatan mereka, sebagaimana firman Allah Ta'ala: {Dan sungguh Kami akan menguji kamu hingga Kami mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan orang-orang yang bersabar} (Muhammad: 31),

 {Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang dahulu kamu telah berkiblat kepadanya melainkan untuk mengetahui} (Al Baqarah: 143), {Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai cobaan bagi manusia} (Al Isra: 60). Dan sebagaimana Dia menguji mereka dengan keimanan kepada huruf-huruf yang al Muqatta'ah padahal tidak diketahui maknanya.”[12]

๐—ฃ๐—ฒ๐—ป๐˜‚๐˜๐˜‚๐—ฝ 

Di atas semua data yang telah kami sampaikan, kami tetap meyakini bahwa kebenaran itu bisa ada pada data tersebut yakni yang menyatakan bahwa beliau seorang mufawidh atau juga sebaliknya.  Namun yang terpenting adalah dengan ini kita mengilmu pendapat masing-masing, bisa mendewasakan umat dan tetap bisa bersaudara dalam perbedaan setajam apapun selama tidak mengeluarkan dari keimanan. 

  Wallahu a’lam.

________________________________________

[1] Majmu’ Fatawa (10/166)

[2] At Ta’liqat ‘ala Syarh Lum’ah al I’tiqad hlm. 35

[3] At Ta’liqat ‘ala Syarh Lum’ah al I’tiqad hlm. 35

[4] Al Fatawiyah (1/153)

[5] Lum’atul I’tiqad hal. 5

[6] Raudhatun Nadzir hlm. 125

[7] Dzamut Takwil hlm 37

[8] Tahrim an Nadzar fi Kitab kalam hlm. 36

[9] Dzam at Takwil hlm. 36

[10] Tahrim an Nadzar fi Kitab kalam hlm. 59

[11] Dzam at Takwil hlm. 39

[12] Raudhatun Nadzir hlm. 5

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Bukti dan Pengakuan Ibnu Qudamah Mufawidhun - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®