Benarkah Ibnu Qudamah Mengkafirkan Asyariyah?

Benarkah Ibnu Qudamah Mengkafirkan Asyariyah?

๐—•๐—˜๐—ก๐—”๐—ฅ๐—ž๐—”๐—› ๐—œ๐—•๐—ก๐—จ ๐—ค๐—จ๐——๐—”๐— ๐—”๐—› ๐— ๐—˜๐—ก๐—š๐—ž๐—”๐—™๐—œ๐—ฅ๐—ž๐—”๐—ก ๐—”๐—ฆ๐—ฌ’๐—”๐—ฅ๐—œ๐—ฌ๐—”๐—›?

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Tidak bisa kita pungkiri telah terjadi dalam sejarah umat ini perseteruan yang sangat seru antara kalangan Hanabilah dengan Asy’ariyah. Dari kalangan Asy’ariyah ada yang mensesatkan hingga mengkafirkan sebagian Hanabilah karena dianggap jatuh kepada tasybih dan mujasimah, sedangkan kalangan Hanabilah pun membalas dengan hal yang sama, menuduh sesat hingga kafir Asy’ariyah karena dianggap mu’athilah dengan konsep takwilnya.

Namun kalangan yang inshaf dari kedua belah pihak tentu tetaplah ada, bahkan ini adalah mayoritasnya dari kedua kubu. Mereka saling memuji dan mengakui kebenaran yang ada pada masing-masing pendapat lawannya. Jika kemudian terjadi saling kritik dan koreksi, itu tentu adalah bagian dari amanah ilmiah yang harus dijaga dan wujud kasih sayang sesama muslim untuk terus saling menasehati satu sama lain. Pada babnya nanti kita akan sebutkan tokoh-tokoh dari kedua kubu.

Sekarang kita lihat posisi al imam Ibnu Qudamah yang dikenal luas sebagai salah satu ulama Hanabilah yang sangat keras kepada kalangan Asy’ariyah. Kritik-kritik pedasnya mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita yang mengikuti diskursus dan perdebatan dalam ilmu Aqidah. Namun benarkah beliau termasuk kelompok Hanabilah yang sampai mengkafirkan kalangan Asy’ariyah? Mari kita telisik Bersama faktanya di mana saya akan menyebutkan delapan point saja.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐—บ๐—ฎ, ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐—ต๐—น๐—ถ ๐—ธ๐—ถ๐—ฏ๐—น๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐—ฎ ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐—น๐—ฎ๐—ถ๐—ป๐—ป๐˜†๐—ฎ

Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :

ูˆู„ุง ู†ูƒูุฑ ุฃุญุฏุง ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุจุฐู†ุจ ، ูˆู„ุง ู†ุฎุฑุฌู‡ ุนู† ุงู„ุฅุณู„ุงู… ุจุนู…ู„ 

“Dan kami tidak mengkafirkan seorang pun dari Ahlul Qiblah (kaum Muslimin) karena suatu dosa, dan kami tidak mengeluarkannya dari Islam karena suatu perbuatan."[1]

Asy’ariyah adalah bagian dari ahli kiblat, apakah mereka dikafirkan padahal bersama madzhab ini adalah jumhur kaum Muslimin dan para ulama-ulama dari berbagai disiplin keilmuan.

 ๐—ž๐—ฒ๐—ฑ๐˜‚๐—ฎ, ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ท๐—ถ๐—ต๐—ฎ๐—ฑ ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฏ๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—ต ๐—ธ๐—ผ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐—ฑ๐—ผ ๐—ฆ๐—ต๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ต๐˜‚๐—ฑ๐—ฑ๐—ถ๐—ป ๐—ฎ๐—น ๐—”๐˜†๐˜†๐˜‚๐—ฏ๐—ถ ๐˜€๐—ฒ๐—ผ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜๐—ผ๐—ธ๐—ผ๐—ต ๐—”๐˜€๐˜†’๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต.

ู‡ูƒุฐุง ูƒุงู†ุช ุญุงู„ ุนู„ู…ุงุก ุงู„ุฅุณู„ุงู… ููŠ ูƒู„ ุนุตุฑ ูˆู…ุตุฑ، ูˆุนู†ุฏู…ุง ุญุดุฏ ‌ุตู„ุงุญ ‌ุงู„ุฏูŠู† ุงู„ุฃูŠูˆูŠ ุงู„ุฌูŠูˆุด ุงู„ุฅุณู„ุงู…ูŠุฉ ุณู†ุฉ 583 ู‡ู€ ู„ู‚ู…ุน ุงู„ุตู„ูŠุจูŠูŠู†، ูˆุฅุฌู„ุงุฆู‡ู… ุนู† ูู„ุณุทูŠู†، ูƒุงู† ููŠ ุฌุญุงูู„ู‡ ุนุฏุฏ ู„ุง ูŠุญุตู‰ ู…ู† ุงู„ุนู„ู…ุงุก ูˆุงู„ูู‚ู‡ุงุก، ูˆุงู„ุตุงู„ุญูŠู†، ู†ุฐูƒุฑ ู…ู†ู‡ู…: ุงู„ุฅู…ุงู… ู…ูˆูู‚ ุงู„ุฏูŠู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ‌ุจู† ‌ู‚ุฏุงู…ุฉ ุงู„ู…ู‚ุฏุณูŠ ู…ุคู„ู ุฃุฌูˆุฏ ุงู„ูƒุชุจ ูˆุฃุดู‡ุฑู‡ุง ููŠ ุงู„ูู‚ู‡ ุงู„ุญู†ุจู„ูŠ

"Beginilah keadaan para ulama Islam di setiap zaman dan wilayah, dan ketika Shalahuddin al Ayyubi mengerahkan pasukan Islam pada tahun 583 H untuk memukul mundur kaum Salibis dan mengusir mereka dari Palestina, maka di antara pasukannya terdapat jumlah yang tidak terhitung dari para ulama, fuqaha, dan orang-orang saleh.

Di antaranya kami sebutkan: Imam Muwaffaq ad Din Abdullah bin Qudamah al Maqdisi, penulis kitab-kitab terbaik dan paling terkenal dalam Fikih Hanbali."[2]

Jika Asy’ariyah kafir terutama tokoh-tokohnya, mungkinkah beliau dan ulama kaum Muslimin lainnya akan berjihad di bawah komando orang kafir?

 ๐—ž๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ด๐—ฎ, ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—บ๐—ฒ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐˜‚๐—ธ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—”๐˜€๐˜†’๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ธ๐—ฒ๐—น๐—ผ๐—บ๐—ฝ๐—ผ๐—ธ ๐˜€๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐˜        

Dalam kitab Lum’atul I’tiqad al imam Ibnu Qudamah memmbuat bab khusus penyebutan kelompok-kelompok sesat dalam Islam perhatikan ucapan beliau :

ูˆู…ู† ุงู„ุณู†ุฉ: ู‡ุฌุฑุงู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุจุฏุน ูˆู…ุจุงูŠู†ุชู‡ู…، ูˆุชุฑูƒ ุงู„ุฌุฏุงู„ ูˆุงู„ุฎุตูˆู…ุงุช ููŠ ุงู„ุฏูŠู†، ูˆุชุฑูƒ ุงู„ู†ุธุฑ ููŠ ูƒุชุจ ุงู„ู…ุจุชุฏุนุฉ، ูˆุงู„ุฅุตุบุงุก ุฅู„ู‰ ูƒู„ุงู…ู‡ู…، .. ูƒุงู„ุฑุงูุถุฉ (1) ูˆุงู„ุฌู‡ู…ูŠุฉ (2) ูˆุงู„ุฎูˆุงุฑุฌ (3) ูˆุงู„ู‚ุฏุฑูŠุฉ (4) ูˆุงู„ู…ุฑุฌุฆุฉ (5) ูˆุงู„ู…ุนุชุฒู„ุฉ (6) ูˆุงู„ูƒุฑุงู…ูŠุฉ (1) ูˆุงู„ูƒู„ุงุจูŠุฉ (2) ูˆู†ุธุงุฆุฑู‡ู…، ูู‡ุฐู‡ ูุฑู‚ ุงู„ุถู„ุงู„، ูˆุทูˆุงุฆู ุงู„ุจุฏุน، ุฃุนุงุฐู†ุง ุงู„ู„ู‡ ู…ู†ู‡ุง.

"Dan termasuk Sunnah menjauhi ahli Bid'ah dan memutuskan hubungan dengan mereka, serta meninggalkan perdebatan dan perselisihan dalam agama, dan meninggalkan melihat pada kitab-kitab Ahli Bid'ah, dan mendengarkan perkataan mereka… seperti Rafiแธhah, Jahmiyah, Khawฤrij, Qadariyah, Murji'ah, Mu'tazilah, Karramiyyah, Kullabiyyah, dan yang sejenis dengan mereka. Maka, inilah golongan-golongan kesesatan dan kelompok-kelompok bid'ah. Semoga Allah melindungi kita darinya."[3]

Disitu jelas bahwa beliau menyebutkan kelompok ahli bid’ah dan sesat seperti Rafidhah, Jahmiah, Khawarij, Qadariyah, Jahmiah dan lainnya namun mengapa tidak mencantumkan Asy’ariyah dan Maturidiyah ? Bagaimana mungkin beliau tidak menyertakan dalam kelompok ahli bid’ah yang sesat pihak yang bukan hanya dianggap sesat namun hingga dianggap keluar dari Islam?

๐—ž๐—ฒ๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜, ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ต๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ธ๐—ฒ๐—น๐—ผ๐—บ๐—ฝ๐—ผ๐—ธ ๐—ฎ๐—ต๐—น๐—ถ ๐—ฏ๐—ถ๐—ฑ’๐—ฎ๐—ต

Dalam beberapa risalah kita mengetahui beliau sebagaimana pendirian umumnya para ulama tidaklah sampai mengkafirkan kelompok-kelompok sesat atau ahli bid’ah. Sebagai contoh yang kita akan hadirkan adalah sikap beliau kepada Ahli Bid’ah yang jelas-jelas menyimpang, di mana beliau tidak setuju kepada sikap rekannya yang menyatakan mereka kekal di neraka, artinya dihukumi kafir. disebutkan dalam sebuah riwayat yang diangkat oleh al imam Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullah :

ูˆูˆู‚ุน ‌ุจูŠู† ‌ุงู„ุดูŠุฎูŠู† ‌ุฃูŠุถุง ‌ุชู†ุงุฒุน ‌ูู‰ ‌ู…ุณุฃู„ุฉ ‌ุชุฎู„ูŠุฏ ‌ุฃู‡ู„ ‌ุงู„ุจุฏุน ุงู„ู…ุญูƒูˆู… ุจูƒูุฑู‡ู… ูู‰ ุงู„ู†ุงุฑ. ูˆูƒุงู† ุงู„ุดูŠุฎ ุงู„ู…ูˆูู‚ ู„ุง ูŠุทู„ู‚ ุนู„ูŠู‡ู… ุงู„ุฎู„ูˆุฏ. ูุฃู†ูƒุฑ ุฐู„ูƒ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุดูŠุฎ ุงู„ูุฎุฑ. ูˆู‚ุงู„: ุฅู† ูƒู„ุงู… ุงู„ุฃุตุญุงุจ ู…ุฎุงู„ู ู„ุฐู„ูƒ. ูˆุฃุฑุณู„ ูŠู‚ูˆู„ ู„ู„ุดูŠุฎ ู…ูˆูู‚ ุงู„ุฏูŠู†:

ุงู†ุธุฑ ูƒูŠู ุชุณุชุฏุฑูƒ ู‡ุฐู‡ ุงู„ู‡ููˆุฉ؟ ูุฃุฑุณู„ ุฅู„ูŠู‡ ุงู„ุดูŠุฎ ู…ูˆูู‚ ุงู„ุฏูŠู† ูƒุชุงุจุง، ุฃูˆู„ู‡: ุฃุฎูˆู‡ ูู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุฃุญู…ุฏ ูŠุณู„ู… ุนู„ู‰ ุฃุฎูŠู‡ ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ูƒุจูŠุฑ ูุฎุฑ ุงู„ุฏูŠู† ุฌู…ุงู„ ุงู„ุฅุณู„ุงู…، ู†ุงุตุฑ ุงู„ุณู†ุฉ، ุฃูƒุฑู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุจู…ุง ุฃูƒุฑู… ุจู‡ ุฃูˆู„ูŠุงุกู‡. ูˆุฃุฌุฒู„ ู…ู† ูƒู„ ุฎูŠุฑ ุนุทุงุกู‡، ูˆุจู„ุบู‡ ุฃู…ู„ู‡ ูˆุฑุฌุงุกู‡، ูˆุฃุทุงู„ ูู‰ ุทุงุนุฉ ุงู„ู„ู‡ ุจู‚ุงุกู‡ - ุฅู„ู‰ ุฃู† ู‚ุงู„: ุฅู†ู†ู‰ ู„ู… ุฃู†ู‡ ุนู† ุงู„ู‚ูˆู„ ุจุงู„ุชุฎู„ูŠุฏ ู†ุงููŠุง ู„ู‡، ูˆู„ุง ุนุจุช ุงู„ู‚ูˆู„ ุจู‡ ู…ู†ุชุตุฑุง ู„ุถุฏู‡. ูˆุฅู†ู…ุง ู†ู‡ูŠุช ุนู† ุงู„ูƒู„ุงู… ููŠู‡ุง ู…ู† ุงู„ุฌุงู†ุจูŠู† ุฅุซุจุงุชุง ุฃูˆ ู†ููŠุง، ูƒูّุง ู„ู„ูุชู†ุฉ ุจุงู„ุฎุตุงู… ููŠู‡ุง، ูˆุงุชุจุงุนุง ู„ู„ุณู†ุฉ ูู‰ ุงู„ุณูƒูˆุช ุนู†ู‡ุง، ุฅุฐ ูƒุงู†ุช ู‡ุฐู‡ ุงู„ู…ุณุฃู„ุฉ ู…ู† ุฌู…ู„ุฉ ุงู„ู…ุญุฏุซุงุช، 

"Dan terjadi perselisihan di antara kedua syekh mengenai masalah kekekalan ahli bid'ah yang dihukumi kafir di dalam Neraka. Syekh al Muwaffaq (Ibnu Qudamah) tidak secara mutlak menetapkan kekekalan bagi mereka. Syekh al Fakhr mengingkari hal itu dan berkata: 'Sesungguhnya perkataan para Ashab (ulama madzhab Hanbali) menyelisihi hal tersebut.'"

"Lalu ia mengutus seseorang untuk menyampaikan kepada Syekh Muwaffaq ad Din (Ibnu Qudamah): 'Lihatlah bagaimana engkau memperbaiki kekeliruan ini?'"

"Maka, Syekh Muwafaq ad Din Ibnu Qudamah mengirimkan surat kepadanya yang diawali: 'Saudaranya di jalan Allah, 'Abdullah bin Aแธฅmad (Ibnu Qudamah) menyampaikan salam kepada saudaranya, al-Imam al-Kabฤซr Fakhr ad-Dฤซn Jamฤl al-Islฤm, Naแนฃir as-Sunnah (Penolong Sunnah), semoga Allah memuliakannya dengan apa yang Dia muliakan para wali-Nya, melimpahkan karunia dari setiap kebaikan, menyampaikan harapan dan cita-citanya, dan memanjangkan keberadaannya dalam ketaatan kepada Allah.' - 

Hingga ia berkata: 'Sesungguhnya aku tidaklah melarang perkataan tentang kekekalan (di Neraka) dalam rangka menafikannya, dan aku tidak mencela perkataan tersebut dalam rangka membela kebalikannya. Akan tetapi, aku hanya melarang pembicaraan mengenainya dari kedua sisi, baik penetapan maupun penafian, sebagai upaya menghilangkan fitnah perselisihan di dalamnya, dan mengikuti Sunnah dalam mendiamkannya, karena masalah ini termasuk dari perkara yang muแธฅdatsฤt (baru muncul).'"

ูˆุฃุดุฑุช ุนู„ู‰ّ ู…ู† ู‚ุจู„ ู†ุตูŠุญุชู‰ ุจุงู„ุณูƒูˆุช ุนู…ุง ุณูƒุช ุนู†ู‡ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆุตุญุงุจุชู‡، ูˆุงู„ุฃุฆู…ุฉ ุงู„ู…ู‚ุชุฏู‰ ุจู‡ู… ู…ู† ุจุนุฏู‡ - ุฅู„ู‰ ุฃู† ู‚ุงู„ - ูˆุฃู…ุง ู‚ูˆู„ู‡ - ูˆูู‚ู‡ ุงู„ู„ู‡ - ุฅู†ّูŠ ูƒู†ุช ู…ุณุฃู„ุฉ ุฅุฌู…ุงุน، ูุตุฑุช ู…ุณุฃู„ุฉ ุฎู„ุงู. ูุฅู†ู†ูŠ ุฅุฐุง ูƒู†ุช ู…ุน ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูู‰ ุญุฒุจู‡، ู…ุชุจุนุง ู„ุณู†ุชู‡، ู…ุง ุฃุจุงู„ู‰ ู…ู† ุฎุงู„ูู†ู‰، ูˆู„ุง ู…ู† ุฎุงู„ู ูู‰ّ، ูˆู„ุง ุฃุณุชูˆุญุด ู„ูุฑุงู‚ ู…ู† ูุงุฑู‚ู†ู‰.  

Sebelumnya engkau telah mengisyaratkan kepadaku melalui nasihatmu agar aku diam dari apa yang didiamkan oleh Rasulullah ๏ทบ, para shahabatnya, dan para imam yang diikuti setelahnya.' - Hingga ia berkata - 'Adapun perkataannya—semoga Allah memberinya taufik—bahwa (masalah) yang dulunya merupakan masalah ijmak (konsensus) telah menjadi masalah khilaf (perselisihan), maka sesungguhnya aku, jika aku berada dalam kelompok Rasulullah ๏ทบ, mengikuti Sunnahnya, aku tidak peduli siapa pun yang menyelisihi aku, dan siapa pun yang berbuat permusuhan kepadaku karenanya.”[4]

Intinya dalam risalah tersebut kita mengetahui bagaimana sikap beliau yang justru tidak sependapat dengan kalangan Hanabilah yang sampai mengkafirkan ahli bid’ah. Jika kepada ahli bid’ah seperti Mu’tazilah yang mengatakan al Qur’an adalah makhluk atau kaum Jahmiah yang menolak sebagian sifat-sfat Allah sikap beliau demikian, lalu dari mana datangnya kesimpulan beliau mengkafirkan Asy’ariyah yang terdepan dalam membantah kesesatan mereka?

๐—ž๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—บ๐—ฎ, ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—ฑ๐—ถ๐˜€๐—ธ๐˜‚๐˜€๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—บ๐—ฏ๐—ถ๐—น ๐—ณ๐—ฎ๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐˜๐—ผ๐—ธ๐—ผ๐—ต ๐—”๐˜€๐˜†’๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต

Kita ketahui Bersama bagaimana interaksi al imam Ibnu Qudamah dengan para ulama dari kalangan Asy’ariyah. Bagaimana diskusi hangat beliau dengan beberapa ulama Asy’ariyah. Itu benar nyata bentuknya diskusi dan saling mengingatkan yang merupakan hak setiap muslim. Hal yang bahkan tidak akan mau dilakukan oleh ustadz Salafi Wahabi kepada pihak lain yang dianggap menyimpang. 

Apa yang beliau lakukan sama sekali bukan aktivitas seorang ulama yang terjun ke gelanggang debat untuk membungkam kekafiran. Tapi benar-benar diskusi ilmiah yang dilakukan dengan pihak yang masih dianggap muslim. 

๐—ž๐—ฒ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐—บ, ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ถ๐—ธ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ธ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€ ๐—ฏ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฎ๐˜‚ ๐—ธ๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—”๐˜€๐˜†’๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต

Diantara ucapan imam Ibnu Qudamah yang dikatakan mencela dengan keras Asy’ariyah adalah : 

ูˆู„ุง ู†ุนุฑู ููŠ ุฃู‡ู„ ุงู„ุจุฏุน ุทุงุฆูุฉ ูŠูƒุชู…ูˆู† ู…ู‚ุงู„ุชู‡ู… ูˆู„ุง ูŠุชุฌุงุณุฑูˆู† ุนู„ู‰ ุฅุธู‡ุงุฑู‡ุง ุฅู„ุง ุงู„ุฒู†ุงุฏู‚ุฉ ูˆุงู„ุฃุดุนุฑูŠุฉ

"Dan kami tidak mengetahui di antara Ahli Bid'ah suatu kelompok pun yang menyembunyikan ajaran mereka dan tidak berani menampakkannya, kecuali para zindiq dan Asy'ariyah."[5]

Terang bahwa tidak ada dalam ucapan tersebut pengkafiran beliau terhadap Asy’ariyah, bahkan penyebutan kelompok ini bersama kaum zindiq tidak selalu itu berarti penyesatan. Beliau hanya menyebut bahwa pihak yang dianggap tidak gentlemen dalam menyampaikan pendapat adalah kaum Zindid dan kelompok Asy’ariyah. 

Dan ini pun tidak sepenuhnya benar, karena faktanya kelompok Asy’ariyah adalah pihak yang paling lantang dalam menyuarakan paham mereka dan mendebat kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang dalam Islam. 

Boleh jadi pernyataan dari al imam Ibnu Qudamah ini disebabkan beliau dan ulama Hanbali lainnya mengalami konflik di mana Asy'ariyah sering kali mendapat dukungan penguasa. Oleh karena itu, Ibnu Qudamah mungkin melihat bahwa di hadapan publik atau penguasa tertentu, Asy'ariyah bersikap menyembunyikan agar tidak ditentang, atau ajaran-ajaran mereka yang dianggap kontroversial tidak diumumkan secara luas kepada khalayak ramai.

๐—ž๐—ฒ๐˜๐˜‚๐—ท๐˜‚๐—ต, ๐—บ๐˜‚๐—ป๐—ฐ๐˜‚๐—น ๐˜๐˜‚๐—ฑ๐˜‚๐—ต๐—ฎ๐—ป ๐—ธ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ ๐—ธ๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ต๐—ฝ๐—ฎ๐—ต๐—ฎ๐—บ๐—ฎ๐—ป 

Ada beberapa hal yang patut dicermati di sini yakni yang pertama celaan Ibnu Taimiyah kepada suatu kaum yang tidak meyakini mushaf al Qur’an adanya kalamullah padanya. beliau berkata :

ูˆู‡ุฐุง ุญุงู„ ู‡ุคู„ุงุก ุงู„ู‚ูˆู… ู„ุง ู…ุญุงู„ุฉ ูู‡ู… ุฒู†ุงุฏู‚ุฉ ุจุบูŠุฑ ุดูƒ ูุฅู†ู‡ ู„ุง ุดูƒ ููŠ ุฃู†ู‡ู… ูŠุธู‡ุฑูˆู† ุชุนุธูŠู… ุงู„ู…ุตุงุญู ุฅูŠู‡ุงู…ุง ุฃู† ููŠู‡ุง ุงู„ู‚ุฑุขู† ูˆูŠุนุชู‚ุฏูˆู† ููŠ ุงู„ุจุงุทู† ุฃู†ู‡ ู„ูŠุณ ููŠู‡ุง ุฅู„ุง ุงู„ูˆุฑู‚ ูˆุงู„ู…ุฏุงุฏ

"Itulah kondisi kaum tersebut yang pasti merupakan kaum zindiq tanpa diragukan. Sesungguhnya tidak ada keraguan bahwa mereka menampakkan pengagungan terhadap mushaf seolah-olah mengesankan bahwa di dalamnya ada al-Qur'an dan meyakini dalam hatinya bahwa di dalamnya tidak ada apa-apa kecuali kertas dan tinta (bukan al Qur'an)". 

Ada dua jawaban tentang hal ini, pertama itu bukanlah ucapan yang dialamatkan kepada madzhab Asy’ariyah, tapi kepada kaum zindiq memiliki I’tiqad rusak tentang kalamullah seperti kaum Mu’tazilah. Indikasinya adalah beliau sama sekali tidak sedang membahas Asy’ariyah di pembahasan tersebut.

Yang kedua, jika seandainya ucapan itu benar dialamatkan kepada madzhab Asy’ariyah, jelas itu adalah tuduhan yang tidak berdasar.  Karena faktanya para ulama Asy’ariyah dari generasi awal hingga ulama belakangan semua telah sepakat bahwa mushaf al Qur'an termasuk kalamullah, bukan buatan makhluk, dalam redaksinya mengandung mukjizat, wajib dimuliakan sehingga menyentuhnya wajib berwudhu dan membacanya dapat pahala.

Dan kesalahpahaman ini mungkin saja terjadi karena di bahasan yang lain beliau berkata dengan sesuatu yang faktanya tidak ada :

ูˆุนู†ุฏ ‌ุงู„ุฃุดุนุฑูŠ ‌ุฃู†ู‡ุง ‌ุฃูŠ: ‌ุงู„ุขูŠุงุช ‌ูˆุงู„ุณูˆุฑ ‌ู…ุฎู„ูˆู‚ุฉ، ‌ูู‚ูˆู„ู‡ ‌ู‚ูˆู„ ‌ุงู„ู…ุนุชุฒู„ุฉ ‌ู„ุง ‌ู…ุญุงู„ุฉ، ‌ุฅู„ุง ‌ุฃู†ู‡ ‌ูŠุฑูŠุฏ ‌ุงู„ุชู„ุจูŠุณ، ‌ููŠู‚ูˆู„ ‌ููŠ ‌ุงู„ุธุงู‡ุฑ ‌ู‚ูˆู„ุงً ‌ูŠูˆุงูู‚ ‌ุฃู‡ู„ ‌ุงู„ุญู‚، ‌ุซู… ‌ูŠูุณّุฑู‡ ‌ุจู‚ูˆู„ ‌ุงู„ู…ุนุชุฒู„ุฉ

"Dan menurut al Asy'ari ia (ayat yang diucapkan) adalah makhluk. Maka, perkataannya tidak dapat dihindari adalah perkataan Mu'tazilah, hanya saja dia bermaksud melakukan penipuan dengan mengatakan di permukaan suatu perkataan yang menyetujui Ahlul แธคaqq (Ahlus Sunnah), kemudian menafsirkannya dengan perkataan Mu'tazilah."[6]

Dan perkara ini telah dijawab oleh para ulama Asyariyah seperti yang dinyatakan oleh al  Imam Sanusi rahimahullah  di mana beliau berkata :

ูˆู‡ู„ ุฅุทู„ุงู‚ู‡ ุนู„ู‰ ู…ุง ููŠ ุงู„ู†ูุณ ูˆุนู„ู‰ ุงู„ู„ูุธ ุจุทุฑูŠู‚ ุงู„ุญู‚ูŠู‚ุฉ، ุฃูˆ ู‡ูˆ ุญู‚ูŠู‚ุฉ ููŠ ุงู„ู‚ูˆู„ ู…ุฌุงุฒ ููŠ ุงู„ู†ูุณูŠ، ุฃูˆ ุจุงู„ุนูƒุณ؟ ุซู„ุงุซุฉ ุฃู‚ูˆุงู„، ูˆุงู„ุฐูŠ ุงุณุชู‚ุฑ ุนู„ูŠู‡ ุฑุฃูŠ ุงู„ุดูŠุฎ ุฃุจูŠ ุงู„ุญุณู† ุงู„ุฃุดุนุฑูŠ ุฃู†ู‡ ู…ุดุชุฑูƒ

"Apakah menyebut istilah kalamullah secara mutlak (tampa embel-embel) yang berlaku pada kalam nafsi dan kalam lafdzi adalah secara hakikat atau hanya hakikat pada sisi kalam nafsi saja atau sebaliknya?. Ada tiga pendapat soal ini, tapi yang menjadi ketetapan pendapat Syaikh Abul Hasan al Asy'ari, istilah kalamullah adalah musytarak (keduanya disebut kalamullah secara hakikat).”[7]

Dan juga disebutkan dalam kitab Jauhar at Tauhid :

ุงุนุชู‚ุฏ ุงูŠู‡ุง ุงู„ู…ูƒู„ู ุชู†ุฒู‡ ุงู„ู‚ุฑุงู† ุจู…ุนู†ู‰ ูƒู„ุงู…ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู† ุงู„ุญุฏูˆุซ ุฎู„ุงูุง ู„ู„ู…ุนุชุฒู„ุฉ ุงู„ู‚ุงุฆู„ูŠู† ุจุญุฏูˆุซ ุงู„ูƒู„ุงู… ุฒุนู…ุง ู…ู†ู‡ู… ุงู† ู…ู† ู„ูˆุงุฒู…ู‡ ุงู„ุญุฑูˆู ูˆ ุงู„ุงุตูˆุงุช ูˆุฐู„ูƒ ู…ุณุชุญูŠู„ ุนู„ูŠู‡ ุชุนุงู„ู‰ ููƒู„ุงู… ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู†ุฏู‡ู… ู…ุฎู„ูˆู‚ ู„ุงู† ุงู„ู„ู‡ ุฎู„ู‚ู‡ ูู‰ ุจุนุถ ุงู„ุงุฌุฑุงู… ... ูˆ ู„ุฐู„ูƒ ุงู…ุชู†ุนุช ุงู„ุงุฆู…ุฉ ู…ู† ุงู„ู‚ูˆู„ ุจุฎู„ู‚ ุงู„ู‚ุฑุงู† (ุนู† ุงู„ุญุฏูˆุซ) ุงู‰ ุงู„ูˆุฌูˆุฏ ุจุนุฏ ุงู„ุนุฏู… ูู„ูŠุณ ู…ุฎู„ูˆู‚ุง ุจู„ ู‡ูˆ ุตูุฉ ุฐุงุชู‡ ุงู„ุนู„ูŠุฉ 

"Yakinilah, wahai orang yang dibebani syariat, kesucian  al Qur'an dalam arti Firman-Nya Yang Maha Tinggi dari tercipta/baru muncul. Ini berbeda dengan Mu'tazilah yang mengatakan tercipta pada firman. Karena sangkaan mereka bahwa firman adalah keharusan dari huruf dan suara, dan hal itu mustahil bagi-Nya Yang Maha Tinggi. Maka, Firman Allah menurut mereka (Mu'tazilah) adalah makhluk karena Allah menciptakannya pada sebagian benda.

Oleh karena itu, para imam menjauhi perkataan tentang penciptaan al Qur'an—(yakni, dari hudus)—yaitu adanya setelah ketiadaan. Maka, ia bukan makhluk, melainkan ia adalah sifat Dzat-Nya Yang Maha Tinggi.”[8]

๐—ž๐—ฒ๐—ฑ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป, ๐˜๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—น๐—ฎ๐—ณ๐—ฎ๐—ฑ๐˜‡ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป

Dan selanjutnya sejauh penelitian kami tidak ada satupun lafadz yang sharih dari al imam Ibnu Qudamah dalam mengkafirkan madzhab Asy’ariyah seperti yang digaungkan oleh sebagian pihak hari ini. Mungkin tidak keliru jika beliau dimasukkan ke dalam jajaran ulama Hanabilah yang bersikap keras kepada kalangan Asy’ariyah, hal ini karena beliau terlibat langsung dalam konfrontasi pemikiran dengan mereka, terutama dalam isu sifat dan kalamullah. 

Dan celaan beliau merupakan bagian dari aksi reaksi yang ladzim terjadi, karena tak sedikit dari kalangan Asy’ariyah yang sikapnya sangat keras hingga mencap beliau berpaham mujasimmah seperti yang lain dari beberapa Hanabilah. Meski demikian, secara umum beliau tetap  bisa bersikap inshaf dengan tidak mengkafirkan pihak yang telah menuduh beliau dengan tuduhan seburuk itu. begitulah seharusnya sikap ulama yang lurus.

๐—ž๐—ฒ๐˜€๐—ถ๐—บ๐—ฝ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐—ป

Namun dalam hal ini jika memang ada data dan bukti takfir beliau kepada Asy’ariyah ataupun Maturidiyah yang belum kami ketahui silahkan disampaikan dan mari kita kaji bersama, demi untuk melahirkan ilmu yang bermanfaat bagi kaum Muslimin.

Wallahu a'lam

________________________________________

[1] Lum’atul I’tiqad hlm.38

[2] Al Mausu’ah al A’mal al Kamilah (2/94)

[3] Lum’atul I’tiqad hlm.38

[4] Dzail Thabaqat al Hanabilah (2/154)

[5] Munadzarah fil Qur’an hlm. 35

[6] Munadzarah fil Qur’an hlm. 47

[7] Syarah al Kubra as Sanusi (1/29)

[8] Jauhar Tauhidi hlm. 40 

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Benarkah Ibnu Qudamah Mengkafirkan Asyariyah? - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®