Karomah Baalawi Antara Haluisme dan Realita

Karomah Baalawi Antara Haluisme dan Realita

Karomah Baalawi Antara Haluisme dan Realita

(Beberapa catatan penting terkait kisah keramat Habaib)

Seiring dengan pembahasan nasab yang masih hangat sampai detik ini, yang paling banyak dirujak netizen-netizat sampai sekarang adalah karomah-karomah Ba’alawi yang dinilai hanyalah kumpulan dongeng dan khurofat, Kh. Marzuki Mustamar sampai memunculkan julukan “ pengikut Thoriqoh Al-Haluwiyah “ untuk golongan Ba’aalawi dan menganggap bahwa mereka sengaja mengisahkan kisah-kisah keramat itu secara masif untuk mengesankan para leluhur mereka adalah yang terhebat, tak tertandingi dan tak terkalahkan.  

Terkait tema ini, saya pernah bertanya kepada Syaikh Samih Al-Kuhali :

“ bagaimana kita menanggapi mereka yang seakan punya pemikiran bahwa “ Khawariqul Adah “ ( hal-hal yang diluar kebiasaan manusia ) jika dinisbatkan kepada Ba’alawi adalah Khurafat, tapi jika dinisbatkan kepada selain Ba’aalawi bisa menjadi sebuah keramat ? “ 

Syaikh Samih lalu menyebut kitab karya Habib Abu Bakar Al-Masyhur Al-Adni, kitab yang sudah saya punya tapi belum sempat terbaca, judulnya : 

شروط الإتصاف لمن يريد مطالعة كتب الأسلاف كالمشرع و الغرر و الترياق و الجوهر الشفاف 

Kitab ini sangat penting dan menarik, menawarkan banyak sudut pandang baru bagi siapapun yang mengikuti polemik karomah Habaib selama ini, kitab ini berisi rambu-rambu bagi siapa saja yang ingin membaca kitab-kitab Manaqib-Tarajim Habaib Baa’alawi yang lebih banyak menyebutkan cerita-cerita keramat seperti kitab Al-Ghurar, Al-Jauhar Al-Syafaf dll

Jadi apakah betul manhaj Ba’aalwi adalah  menyebarkan kisah-kisah karomah secara masif untuk mempromosikan para lelulur mereka ? dalam kitabnya ini Habib Abu Bakar memberikan beberapa catatan penting : 

📌 Para ulama Ba’aalawi terdahulu ternyata bukan tipe orang-orang yang terlalu mementingkan urusan keramat, apalagi sampai menjadikannya sebagai sebuah manhaj utama untuk mempromosikan leluhur mereka, Habib Abu Bakar menukil kalam dari Al-Imam Ahmad Al-Rifa’i dalam kitab Al-Burhan Al-Muayyad : 

أي أخي أخاف عليك الفرح بالكرامة و إظهارها، الأولياء يستترون من الكرامة كاستتار المرأة من دم الحيض 

Beliau lalu menukil kalam pembesar ulama Ba’aalwi di masanya yaitu Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthas ( penulis kitab Tadzkirunnas ) : 

هذه كلها حسنة، وتدل على صلاح صاحبها، ولكن الشأن في نقلكم عن السلف وذكر أعمالهم وترتيب أورادهم وحفظ أوقاتهم، وأما الكرامات فهي بنات وقتها وتروح، إذا وصفتم شيئاً من أعمال السلف فستنتفع به ويمكن للإنسان العمل به، وأما الكرامات إذا ذكرتم أحداً يصل مكة في ساعة هل يمكن التخلق به؟ نعم هي حسنة تزيد في حسن الظن وتدل على صلاح صاحبها وكبر حاله وكبر مقامه، لأجل هذاسلفنا ما يلقون بالكرامات بالاً ويغمصون الكرامات 

“ ( kisah-kisah karomah ) itu baik dan bisa menjadi indikasi kesalehan pemiliknya, akan tetapi yang paling utama adalah kalian menukil amal-amal para salaf kita, wirid-wirid mereka, dan bagaimana mereka menjaga waktu mereka, itu yang bisa kalian ambil manfaatnya untuk kemudian dicontoh dan diamalkan, adapun karomah maka itu hanya terjadi di saat itu dan pergi begitu saja, ketika kalian sebutkan seseorang bisa sampai ke Makkah dalam waktu sekejap, apakah mungkin kalian menirunya ? Baik, itu mungkin bisa menambah husnudzon dan keyakinan kita. karena itu para salaf kita sebenarnya tidak terlalu mementingkan karomah bahkan cenderung menenggelamkannya “ 

( realitanya, Ba’alawi terkesan sebagai tukang dongeng dan jualan karomah karena hanya ceramah-ceramah keramat mereka saja yang di-up di media, sedangkan ceramah-ceramah ilmiahnya seperti sengaja ditenggelamkan, sebagai contoh : kisah Faqih Muqoddam Mi’raj 70 x hanya disampaikan di depan publik oleh seorang Reihan Al-Qadri, dan kisah rantai emas dari langit cuma disampaikan oleh seorang Ali Jindan. 2 sosok yek muda nan labil yang sama sekali bukan representasi dari ulama-ulama Ba’alawi ) 

📌 Sebagian kitab-kitab Ba’aalwi di masanya menyebut banyak kisah karomah karena memang itu budaya literasi yang digandrungi di masa itu, penulis berbicara dengan lisan era-nya, ( المؤلف لسان عصره), dan itu bukan hanya dilakukan para mushonnif kitab-kitab manaqib-tarojim dari kalangan Ba’aalwi saja. 

📌 Banyak kisah-kisah tentang Karomah Ba’aalwi dalam kitab-kitab tersebut yang memang di-bumbu-bumbu-i oleh yang meriwayatkan, hal ini yang pada akhirnya menciptakan kisah-kisah yang sedikit berlebihan dari kisah nyata dan realitanya, Habib Abu Bakar menuliskan :

وجوب العلم بأن غالب الكرامات والحكايات المثبتة في غالب كتب التراجم منقولة بلفظ الرواة وتصرفهم ليست

مثبتة بلفظ الولي ذاته، وهذا من أسباب الإفراط في الوصف وحصول الزيادات التي تصرف الحكايات عن حقائقها، وقد

تابعنا هذه الظاهرة في بعض كتب التراجم فترجح لنا أن كثيراً من الكتاب يفرطون في مسألة حسن الظن وكذلك في

إبراز مقام الشيوخ أمام الأشباه والأنداد فيزيدون وينقصون ويعظمون ويهولون

“ pentingnya mengetahui bahwa kebanyakan karomah-karomah dan kisah-kisah yang ada dalam kitab-kitab itu dinukil dengan teks dari mushonnif sesuai dengan kreasinya, bukan dengan lafadz dari wali itu sendiri, itu yang menjadi salah satu faktor terjadinya penyifatan yang berlebihan dan tambahan-tambahan yang mengalihkan kisah-kisah tsb dari esensinya. Saya telah meneliti fenomena ini dalam kitab-kitab Tarojim, lalu saya menemukan bahwa banyak kitab-kitab yang berlebihan dalam berhusnudzon, begitu pula dalam menampakkan maqom masyaikh mereka dibandingkan yang lain, mereka menambahi, mengurangi, mengagungkan dan melebih-lebihkan “ 

📌 dalam kitab-kitab itu juga terdapat kalimat-kalimat rumit dan pelik ( شطحات و عبارات موهمة ) yang diucapkan seorang wali dalam keadaan fana’ dan diluar kesadaran ( غلبة الأحوال ), seperti saat para awliya’ memuji dirinya tau menyebut keistimewaannya yang “ terkesan “ berlebihan. tentunya kewajiban kita dalam menyikapi kalimat-kalimat itu adalah dengan tidak menjadikannya sebagai prinsip, acuan atau landasan, apalagi menilainya sebagai bagian dari ajaran utama sang wali. Habib Abu Bakar menuliskan :

وكان الأولى والأثبت والأسلم أن لا تروى ولا تكتب لأنها لا تعد عند أهل الطريق فضيلة أبداً، بل هي ليست عند أهل الثبات مطلباً ولا غاية، إلا أن يكونا لولي مأذوناً له بالخصوص فهذا أمر لا يتعداه إلى غيره، قال الإمام الحداد مجيباً على من سأل وأما ما سألتم عنه من قول أولياء الله من الثناء على أنفسهم بقولهم أنهم أعطوا كذا وكذا فقد يكون ذلك عند غلبة الأحوال عليهم، أو قد يكون بإذن من الله في ذلك لهم 

yang pada intinya menjelaskan bahwa sikap yang lebih tepat dan selamat adalah tidak menceritakan dan menuliskan kalimat-kalimat semacam itu kepada khalayak luas, karena itu bukan bagian dari tujuan yang ingin disampaikan para awliya’, hal ini yang pada akhirnya menciptakan kegaduhan di kalangan awam, ketika kalimat-kalimat yang diucapkan seorang wali dalam keadaan fana’, justru disalahpahami dan disampaikan sebagai kisah utama dari manaqibnya. 

📌 Manhaj para Habaib terdahulu memang meyakini esensi karomah secara global, akan tetapi kisah-kisah, cerita, atau riwayat yang berkaitan dengan karomah tokoh-tokoh tertentu adalah satu hal lain yang harus ditimbang dengan barometer syari’at, bisa diterima juga bisa tidak. 

كان منهج السلف الصالح الإيمان بالكرامات ووضعها في درجة ثمرات الإسلام وعلامات صدق الولي ، وأما ما

كتب بعد ذلك تحت هذا المضمار من الحكايات والروايات وغيرها فأمر يمكن إرضاخه للمقاييس الشرعية وعدم قبوله

على علاته.

point ini bagi saya penting dalam menyikapi para sahabat Nahdhiyyin kita yang tidak percaya kisah-kisah Karomah Habaib, jangan langsung dituduh Wahhabi atau Mu’tazilah, mereka bukan mengingkari karomah awliya’ secara keseluruhan, mereka hanya mempertanyakan apakah cerita karomah-karomah Habaib itu real atau barca ? ya meskipun sebagian memang terdorong rasa benci dan stigma tidak percaya

📌 Sebelum menuduh orang lain sebagai Wahhabi atau Mu’tazilah yang anti karomah, perlu diketahui bahwa ulama besar sekelas Syaikh Abdullah Bin Shiddiq Al-Ghumari bahkan punya kitab khusus tentang “ Kritik kisah-kisah Karomah “ yang berjudul :

النقد المبرم لرسالة الشرف المحتم 

Dalam kitab ini Syaikh Abdullah banyak mengkritik karomah-karomah wali yang menurut beliau hanyalah khurafat dan tidak bisa diterima akal sehat, dari judulnya kita bisa tau bahwa kitab ini mengkritik sebuah risalah yang dinisbatkan kepada Imam Suyuthi yang berusaha menvalidasi kebenaran karomah Imam Rifa’i mencium tangan Baginda Nabi, bukan hanya itu, dalam kitab ini beliau juga mengkritik karomah Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang katanya berpuasa di usia 4 tahun, karomah-karomah Siidi Al-Badawi, Al-Dasuqi, dan banyak karomah-karomah viral awlya’ lainnya. Di muqoddimah beliau menuliskan : 

وأنا صوفي عقيدة ونسبا ، شاذلي طريقة ومسربا ، أعتقد الكرامات ، ولي فيها تأليف جيد مفيد ، اسمه " الحجج الببينات في إثبات الكرامات " ، وهو مطبوع ، لكن لا أؤيد الخرفات ، والفرق بين الكرامة والحرافة ظاهر ، يعرف بالعرض على قواعد علم الكلام والأصول ،

“ saya adalah seorang Shufi secara nasab dan aqidah, saya juga penganut thoriqoh Syadzili, saya percaya karomah, saya punya karangan kitab tentang validasi karomah, akan tetapi saya tidak mendukung khurafat, perbedaan antara karomah dan khurofat akan tampak jelas bagi ia yang menguasai kaidah-kaidah ilmu kalam dan ushul “ 

Dalam catatan kaki kitabnya beliau juga menuliskan :

 الناس في هذا الوقت لا يعرفون الاعتدال ، فإما أن يعتقدوا ما يحكى عن الأولياء جميعه ، ولا يفرقون بين غثه وسمينه ، وإذا أنكر الشخص بعض الكرامات التي اقتضى الدليل بطلانها ، اعتبروه وهابيا وناصبوه العداء ، وأما أن ينكروا الأولياء وكراماتهم جملة ، ويعتبروا معتقد ذلك مخرفا كبيرا ، والحق خلاف هذين الطريقين 

“ manusia di masa ini tidak memahami keseimbangan, ada yang meyakini semua karomah wali tanpa terkecuali, tidak membedakan mana yang benar mana yang dusta, dan ketika ada seorang yang tidak percaya karena tidak ada buktinya, maka mereka memusuhinya dan menuduhnya wahhabi, ada juga yang mengingkari karomah awliya secata mutlak dan menuduh orang yang percaya sebagai tukang khurafat besar. Kebenaran adalah yang berbeda dengan 2 golongan itu “ 

Terlepas dari semua itu, meskipun sama-sama mengkritik kisah-kisah karomah yang berlebihan, baik Habib Abu Bakar dan Syaikh Abdullah sama-sama tetap menjaga dan mempertahankan kemuliaan para awliya’ yang mereka kritik kisah karomahnya, mereka tidak menggunakan kisah-kisah karomah itu sebagai alat untuk menghujat ulama dan orang-orang sholih apalagi membunuh karakter mereka seperti yang banyak dilakukan oleh pendukung Kiai Imad di sosmed sampai detik ini, mereka meyakini bahwa itu adalah murni kesalahan dari periwayat kisah yang terlalu berlebihan, bukan dari sosok wali alim, sholih nan mulia yang sedang diceritakan

Pada akhirnya, kisah-kisah Karomah itu bukanlah bagian dari keyakinan utama para Habaib yang mereka pertahankan habis-habisan, bagi mereka kisah-kisah itu bukannya tidak boleh dikritik, mau dihusnudzoni dan dita’wil ya boleh, tidak percaya juga silahkan, itu hanyalah bumbu-bumbu pelengkap dan pemanis bukan sebuah hidangan utama. Jadi bagi saya kurang tepat jika kisah-kisah itu dijadikan oleh Kh. Marzuki sebagai acuan untuk menyematkan gelar “ pengikut thoriqoh haluwiyah “ kepada para Habaib Ba’alawi, apalagi menjadikannya sebagai bahan “rujakan” di setiap ceramah-ceramah yang beliau sampaikan, entah mengapa beliau berubah secepat itu, semoga senantiasa dalam petunjuk dan perlindungan-Nya.

( FYI : 5 prinsip asas Thoriqoh Alawiyah - bukan Haluwiyah - adalah : Ilmu, amal, waro’, Khouf, dan Ikhlas )

Dan tentunya fenomena yang menciptakan stigma negatif ini adalah sebuah kode keras bagi golongan Habaib untuk lebih bijak memilih konten-konten ceramah yang ingin disampaikan di depan publik, lebih-lebih bagi yek-yek muda yang masih labil dan belum cukup keilmuannya. jangan hanya bisa mempromosikan keramat-keramat leluhur mulia, sedangkan ilmu, akhlak dan prilaku kalian sangat jauh dari mereka, dan jangan menuntut dan membujuk orang-orang untuk hormat dan mencinta, sedangkan keangkuhan dan tingkah-polah kalian justru membuat mereka hilang respek dan berburuk sangka 

Dan sekali lagi, menyikapi berbagai kegaduhan bab nasab yang masih belum usai ini, kita memang tidak harus berfikiran sama, tapi mari kita sama-sama berfikir 

 • Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 5 Mei, 2025

Sumber FB Ustadz : Muhammad Ismael Al Kholilie 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Karomah Baalawi Antara Haluisme dan Realita - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®