RINGAN SAJA
Ini status ringan, besok anak lanang libur, jadi ada waktu cukup lowong di malam ini. Hitung-hitung mengingat pelajaran Nahwu dan Sharaf, lah. Nahwu dan Sharaf itu, menurut alm. Kiai Nasichun (guru yang memberi saya nama julukan "Rumail"), punya penjelasan menarik dan memudahkan.
"Nahwu itu," kata alm. Kiai Nasichun, "...adalah ilmu untuk mengetahui harakat terakhir dari setiap kata dalam kedudukannya dari rangkaian kalimat. Sedangkan Sharaf itu ilmu untuk mengetahui bagaimana sebuah kata diberikan harakat yang benar huruf per hurufnya."
Contohnya adalah kalimat problematik seperti tangkapan layar berikut ini:
هل انت خافي؟
(hal anta khafiyun--apakah Anda orang yang menyembunyikan [apa]?)
Seharusnya yang enak ialah (jika tetap mekso dengan kalimat ini):
هل أنت خَفِيٌ؟
(hal anta khafiyun--apakah Anda [orang yang] tersembunyi?)
Alih-alih, seharusnya yang benar adalah:
هل أنت خائف؟
(hal anta kha'ifun--apakah Anda penakut?)
Penulis kalimat ini berkelit bahwa apa yang dia omongkan sudah benar. Dan taruhlah kita, kali ini, memakai asumsinya (bahwa yang benar adalah: "هل أنت خافي؟"). Akan tetapi, jika memang seperti itu, dia pun masih salah.
Kenapa?
Seharusnya dia menulis:
هل أنت خافٍ؟
(hal anta khafin)
Nahwu dan Sharaf bisa menjelaskannya dengan mudah:
Kata khafiyun (خافيٌ) mengikuti kata fa'ilun (فَاعِل), punya huruf illat di akhir kata berupa ya' (ي) yang wajib hilang dalam posisi marfu' dan majrur (seperti: مررتُ بخافٍ), dan harus diganti dengan tanwin (bacanya: فٍ, -fin).
Contoh pararelnya:
الرجلُ راضٍ بعمله
(al-rajulu radlin bi'amalihi--lelaki itu rida dengan amalnya)
Kata aslinya ialah radliyun (رَاضِيٌ), namun di-marfu' dengan tanwin menjadi radlin (راضٍ).
Atau contoh:
الجبلُ عالٍ في السماء
(al-jabalu 'alin fi al-sama'--gunung itu menjulang ke langit)
Kata aslinya ialah 'aliyun (عَالِيٌ), namun di-marfu' dengan tanwin menjadi 'alin (عالٍ).
Kembali ke persoalan sebelumnya, ada kondisi dimana huruf ya' (ي) di akhir kata khafin (خافٍ) bisa dimunculkan kembali, yaitu:
Pertama, ketika berstatus manshub (karena menjadi khabar dari kana [كان], misalnya):
هل كان الرجلُ خَافِيًا؟
(Hal kana al-rajulu khafiyan--apakah lelaki itu merupakan orang menyembunyikan [apa?])
Kedua, tersusun dalam mudlaf-mudlaf ilaih:
هل أنت خافي الحقيقة؟
(hal anta khafiyu al-sirri--apakah Anda orang yang menyembunyikan kebenaran?)
Walhasil, kalau mekso begini, dia keliru tiga kali:
- kalimatnya tidak mencapai derajat kalam (menyembunyikan apa?),
- gagal menulis dan membaca secara benar (yaitu: khafin [خافٍ]),
- dzauq Arabnya jelek.
Jika ia mengakui kekeliruannya, mungkin ia tidak akan menjadi bulan-bulanan. Dan jika dia benar-benar lulus TOAFL, maka gaya ngeles paling elegan bisa seperti ini:
"Maaf, saya salah tulis. Seharusnya saya menulis begini:
هل انت الخافيُ؟
(Hal anta al-khafiyu--apakah Anda [orang yang] menyembunyikan tersebut?)"
Kenapa?
Karena salah satu kondisi huruf ya' (ي) wajib ditampilkan ialah ketika kata itu menjadi isim ma'rifat dengan al (ال). Tapi sayangnya, dapatnya malah "anta khofi". Gedibal begini mau mengkritisi Al-Ghazali, kan, jadi diguyu pithik, dong?
Udah salah, ngotot pula. Ya salaaaam~
Salam 2 SKS, Gais.
(NB: ini berdasarkan ingatan saja, dan jika ada kekeliruan silakan dikoreksi)
Kenapa sih rangorang boomers pada susah mengakui kekeliruannya? Padahal permasalahannya sepele: هل انت خافي؟.
Tadi sempat saya tanya soal "أَنْبَأَ محمد أحمد عن عبد الوهاب", yang mudah saja menentukan siapa si pengabar. Maksudnya, saya kan memastikan bahwa محمد di sini sebagai pemberi kabar, karena tidak ada alif-tanwin, maka posisinya bukan manshub, maf'ul bih. Karena siyaq-nya begitu, dan kalam-nya memang begitu.
Ngerti gak jawaban kocaknya seperti apa? Begini:
"Kalau anda tambahkan Alif pada Muhammad, itu anda sudah memastikan. Padahal, alif itu ya bisa dibuang dan bisa tidak."
Pertama, saya tidak menambahkan alif-tanwin pada Muhammad. Kedua, jika Muhammad harus manshub (berarti jadi maf'ul bih), ya, wajib ada alif-tanwin. Kenapa dia bisa bilang gak wajib? Konsesus dari mana? Kaidahnya apa (boleh koreksi jika saya keliru!).
Lantas, gimana saya percaya kalau dia benar-benar memahami Schleiermacher, seperti di status ini?
Terus, "standing ovasion" itu apa? Huruf "t" dan "s" itu di kibot qwerty agak jauh. Gak mungkin typo~
(Saya cantumkan tangkapan layar di komentar, yang menunjukkan bahwa Schleiermacher mengharuskan penafsiran “أَنْبَأَ محمدُ أحمدَ…” tidak boleh selalu mengikuti selera penutur atau pembaca ketika ia terikat oleh tanda kasus (seperti ketika Muhammad tidak ditulis dengan alif-tanwin). Schleiermacher justru mendukung pendekatan gramatikal‑kontekstual semacam ini dan tidak mengajarkan bahwa makna sepenuhnya tergantung niat pengarang. Bukannya psikologi-psikologi seperti yang diulas Mas-Mas Bengkalis ini)
baca juga : Kualitas Bahasa Arab dari Pengkritik Imam Al Ghazali
Sumber FB Ustadz : Rumail Abbas