TINGKAH LUGU & LUCU YANG BIKIN MALU
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Diantara keluguan sebagian pihak dalam menyikapi khilafiyah dalam masalah agama adalah ketika mereka malah mengkambing hitamkan perbedaan diantara para ulama sebagai penyebab dari kemunduran umat Islam hari ini.
Sehingga kemudian mereka berkeinginan menghapus perbedaan yang ada, lalu menggantinya dengan satu pendapat yang mereka katakan sebagai yang paling sesuai dengan al Quran dan as Sunnah.
Mereka ini memposisikan diri sebagai semacam 'juri' yang bisa mengadili para imam yang hidup di kurun terbaik umat ini. Atau mereka menjadi seperti wasit yang seolah-olah bisa menengahi sebuah kegaduhan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat di antara ulama madzhab.
Atau bisa jadi yang lebih parah dari itu, mereka mengira telah menjadi semacam juru damai dari ahli-ahli ilmu yang dianggap telah bertingkah tak ubahnya anak-anak kecil yang masih bodoh dan sedang berantem rebutan mainan.
Lalu dengan rasa pongah dan bangganya mereka merasa mampu menentukan mana yang benar dan mana yang salah dari pihak yang berseteru itu. Sambil lagaknya mencemooh dengan mengatakan : Gitu aja nggak tahu!
Sungguh tingkah polah orang-orang lugu ini begitu lucu yang seharusnya membuat mereka malu bisa seaneh itu.
Apa mereka tidak tahu ketika disebut umat dahulu itu mudah bersatu, bukan berarti di zaman dulu itu tidak ada perbedaan dan juga perselisihan di tubuh umat Islam. Emang kaum Muslimin itu malaikat apa? Seribu tahun lebih menjadi pemegang peradaban dunia, lalu semua adem ayem tanpa adanya gejolak sedikitpun ?
Ini bahkan ada yang gagal pahamnya akut sekali, menganggap lahirnya madzhab-madzhab dalam keilmuan sebagai indikasi adanya perpecahan yang terjadi di tengah umat Islam seperti halnya munculnya firqah-firqah yang menyimpang.
Sejak kapan adanya madrasah keilmuan dan munculnya kelompok pergerakan menjadi bukti dari perpecahan ? Justru itu menunjukkan keagungan dan keluasan keilmuan Islam, yang memang sayangnya agak susah untuk diterima oleh orang-orang kupeh, suka pendek dan patah-patah cara berfikirnya.
Di zaman Nabi ﷺ saja ada kelompok-kelompok seperti Muhajirin dan Ansar. Di tubuh Ansar sendiri masih ada lagi sub suku, yaitu Aus dan Khadzraj. Yang mana masing-masing saling bersaing dan berlomba memberikan yang terbaik untuk Islam.
Dan hal itu tidaklah dicela oleh Nabi ﷺ , justru seringnya diberi motivasi. Barulah ketika ada benih ta'asshub kesukuan, barulah beliau hadir untuk meluruskan dan mengarahkan, tapi bukan dengan cara membubarkan kelompok yang ada.
Di zaman shahabat pun kemudian lahir madrasah-madrasah kelimuan yang berbeda-beda. Dengan corak yang tentu saja tidak bisa sama. Ada madrasahnya Ibnu Abbas yang cenderung luwes, ada madrasahnya Ibnu Umar yang terkenal tegas. Juga ada madrasah Ibnu Mas'ud, Anas bin Malik dan masih banyak yang lainnya.
Tapi semuanya diikat oleh kesamaan visi tentunya, menyebarkan ilmu dan dakwah Islam ke seluruh alam. Hanya orang yang terlalu lugu saja yang kemudian menganggap bahwa perbedaan ijtihad diantara para shahabat, berarti telah terjadi perpecahan dalam Islam.
Secara politik atau pemerintahan lebih dinamis lagi. Terjadi gesekan yang sangat panas, sebagian masih dalam ranah ijtihad, tapi tak bisa dipungkiri sebagian lain sudah masuk ke ranah ambisi. Dinasti pun silih berganti memegang tampuk pemerintahan Islam.
Tapi begitulah, peradaban kaum muslimin di masa lalu seindah dan sehebat apa pun, tetaplah itu peradaban manusia biasa yang tidak ma'shum, yang tentu akan selalu ada cacat dan kekurangannya.
Namun meski demikian, bisa kita saksikan, begitu mereka dahulu terpisah, mudah sekali untuk kembali terhubung. Saat mereka terbelah, tidak sulit untuk menyatukan kembali.
Bacalah sejarah, maka anda pasti akan tahu, bahwa umat Islam di masa lalu tidak akan mungkin mampu membangun peradaban yang tinggi memukau, kalau mereka tidak mau bersatu.
Dan kegagalan anda ketika memahami bahwa persatuan hanya bisa terwujud ketika tidak ada perbedaan. Kapan dan di mana pernah ada persatuan dengan model yang anda maksudkan itu?
Karena realitanya secara dalil dan fakta bersatu itu tidak harus melebur menjadi satu. Tapi bisa berpadu meski berbeda corak, warna dan perannya, itulah persatuan.
Karena memang sebagian perbedaan itu ada yang sudah sunnatullahnya begitu. Ah anda ini koq begitu saja nggak (mau) tahu, jadi orang mohon jangan terlalu lugu. Itu tingkah lucu yang cenderung bikin malu tahu....
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq