Jabr al-Khatir

Jabr al-Khatir

Jabr al-Khatir

Maksud dari Jabr al-Khatir adalah menjaga (menenggang) perasaan orang lain ; menghiburnya ; dan membalut luka di hatinya. Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi, ayah Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi pernah berpesan bahwa amal terbaik untuk mendekatkan seseorang kepada Allah Swt adalah jabr al-khawatir.

Dalam QS. ‘Abasa, Allah Swt meng-‘itab Rasul-Nya untuk men-jabr khatir seorang buta yang bersedih karena Rasulullah Saw berpaling darinya demi mendakwahi tokoh-tokoh Quraisy. Sahabat yang buta itu adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Imam Thabari meriwayatkan dalam tafsirnya:

قال الثوري: فكان النبي صلى الله عليه وسلم إذا رأى ابن أم مكتوم يبسط له رداءه ويقول: مرحبا بمن عاتبني فيه ربي

“Sufyan ats-Tsauri berkata: Setelah peristiwa itu, setiap kali melihat Ibnu Ummi Maktum, Nabi Saw akan membentangkan selendangnya sambil berkata: “Selamat datang orang yang Allah telah meng-‘itab-ku karenanya.” (Sebagian ulama hadits menyebut riwayat ini lemah).

Sudah maklum bahwa Nabi Saw punya dua orang muadzin; Bilal bin Rabah untuk azan pertama dan Ibnu Ummi Maktum untuk azan kedua. Azan pertama tidak membutuhkan ketepatan waktu. Tapi azan kedua mesti tepat karena ia dikumandangkan saat fajar shadiq terbit.

Yang jadi pertanyaan, kenapa untuk azan kedua yang memerlukan ketelitian dan ketepatan, Rasulullah Saw justeru mengamanahkannya pada seorang yang buta? Dr. Adnan Ibrahim berpendapat, boleh jadi hal ini untuk men-jabr khatir Ibnu Ummi Maktum. Seolah-olah Rasul berkata padanya: “Engkau memang buta secara fisik, tapi tidak secara batin, dan kami percaya dengan keputusanmu dalam menentukan kapan azan mesti dikumandangkan.” Dengan demikian ia tetap dihargai meski ada kekurangan secara fisik.

*** 

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan lainnya, suatu hari Shafiyyah binti Huyay menangis dan mengadu pada sang suami; Rasulullah Saw. Rasul bertanya apa yang menyebabkannya menangis. Sambil terisak, Shafiyyah mengatakan bahwa Hafshah (isteri Nabi yang lain) menyebutnya sebagai: “Puteri Yahudi…”, dan itu sangat melukai perasaannya.

Dengan penuh cinta dan untuk men-jabr khatir-nya, Rasulullah Saw berkata pada Shafiyyah: “Engkau adalah puteri seorang Nabi (maksudnya keturunan Nabi yaitu Harun bin Imran, atau Ishaq bin Ibrahim). Pamanmu juga seorang Nabi (maksudnya Musa bin Imran as), dan suamimu juga seorang Nabi (maksudnya dirinya).” Kemudian Saw berkata pada Hafshah: “Tidakkah engkau takut pada Allah?”

*** 

Sayyidah Aisyah ra tentu tahu hadits Rasulullah Saw bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tapi Aisyah ra tidak memahaminya secara kaku. Substansi dari hadits ini adalah memberi lebih baik daripada meminta-minta. 

Maka ketika memberi kepada fakir atau miskin, Aisyah ra berusaha agar tangannya yang di bawah dan tangan si penerima yang di atas. Untuk apa? Untuk menjaga air mukanya. Untuk menjaga perasaannya. Untuk men-jabr khatir-nya.

*** 

Ada seorang tokoh tabi’in bernama Hatim al-Asham (Hatim si Tuli). Sebenarnya ia tidaklah tuli. Ia dijuluki ‘tuli’ karena sebuah peristiwa.

Suatu ketika ada seorang wanita yang bertanya masalah agama padanya. Tanpa sengaja sang wanita mengeluarkan angin dan bersuara. Tentu saja ia sangat malu. Apalagi berada di depan tokoh seperti Imam Hatim.

Untuk menjaga perasaan wanita ini, agar ia tidak malu, Hatim berkata dengan suara keras: “Apa yang engkau tanyakan tadi?” Seolah-olah ia tidak mendengar apa yang ditanyakan wanita itu. Seolah-olah ia tuli. Mengetahui orang yang ditanya ‘tuli’ wanita itu pun menjadi lega.

*** 

Mari mencontoh salaf dalam akhlak-akhlak seperti ini, bukan hanya dalam pendapat ; halal-haram, boleh-tidak boleh, sunnah-bid’ah. 

Ketika memberi pada fakir-misikin; sedekah, zakat dan sebagainya, sudahkah kita jaga perasaan mereka? Atau jangan-jangan ada yang merasa ‘puas’ melihat wajah memelas mereka, naudzubillah.

Ketika mudik nanti, perlukah memamerkan kesuksesan dan harta yang diperoleh di rantau pada orang kampung? Tidakkah sebaiknya kita jaga perasaan mereka yang hidup pas-pasan dan sering kekurangan?

Jabr al-Khatir ; terlihat sederhana tapi sungguh sarat makna dan insya Allah berat di timbangan pahala.

تقبل الله منا ومنكم صالح الأعمال

[YJ] 

Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Jabr al-Khatir - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®