๐๐จ๐๐จ๐ ๐๐จ๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐ข๐
Ustadz, bagaimana hukum jual beli online dengan sistem COD?
๐๐ฎ๐๐ฎ๐ฏ๐ฎ๐ป
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam transaksi jual beli. Salah satu dampak nyata dari perkembangan teknologi adalah kemudahan dalam aktivitas jual beli, baik dari segi teknis maupun objek transaksi.
Di Indonesia, jual beli online terus berkembang setiap tahunnya dengan berbagai variasi model dan sistem pembayaran. Salah satu metode yang cukup populer adalah sistem pembayaran Cash on Delivery (COD).
Sistem COD menawarkan kemudahan bagi pembeli karena memungkinkan mereka membayar barang setelah diterima. Namun, belakangan ini muncul berbagai kasus yang berkaitan dengan sistem ini.
Tidak jarang pembeli menolak membayar karena merasa barang yang diterima tidak sesuai dengan harapan, lalu mengembalikannya kepada kurir. Bahkan, dalam beberapa kasus, pembeli menyalahkan kurir seolah-olah mereka yang bertanggung jawab atas barang yang dikirim, padahal kurir hanyalah perantara.
Melihat fenomena ini, bagaimana sebenarnya hukum COD dalam Islam? Dan bagaimana sistem COD yang sesuai dengan prinsip syariat?
๐ฃ๐ฒ๐ป๐ด๐ฒ๐ฟ๐๐ถ๐ฎ๐ป ๐๐๐ฎ๐น ๐๐ฒ๐น๐ถ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ข๐ ๐ฑ๐ฎ๐น๐ฎ๐บ ๐๐๐น๐ฎ๐บ
Secara umum, jual beli adalah akad tukar-menukar barang atau jasa dengan dasar suka sama suka. Adapun Cash on Delivery (COD) adalah sistem pembayaran di mana penjual dan pembeli bersepakat untuk melakukan pembayaran secara tunai ketika barang telah diterima. Dalam praktiknya, COD dilakukan dengan dua metode:
Pembeli dan penjual bertemu langsung di suatu tempat untuk melakukan transaksi.
Pembeli menerima barang melalui kurir, lalu membayar setelah barang sampai di tangannya.
Lantas, bagaimana hukum jual beli dengan metode COD menurut Islam?
๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฏ๐ฒ๐ฑ๐ฎ๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ฝ๐ฎ๐ ๐จ๐น๐ฎ๐บ๐ฎ ๐๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐๐ธ๐๐บ ๐๐ข๐
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli dengan sistem COD. Sebagian ulama menganggapnya halal, sementara sebagian lainnya menilainya haram karena tidak memenuhi syarat sah jual beli dalam Islam. Berikut penjelasan dari masing-masing pendapat:
๐. ๐ฃ๐ฒ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ฝ๐ฎ๐ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐บ๐ธ๐ฎ๐ป
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa transaksi jual beli dengan sistem COD hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli utang dengan utang, yang dilarang dalam Islam. Mereka berdalil dengan hadits Nabi ๏ทบ:
ุฃู ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ููู ุนู ุจูุน ุงููุงููุก ุจุงููุงููุก
"Rasulullah melarang jual beli utang dengan utang."[1]
Lafadz Al Kaliโ ( ุงููุงูุฆ)secara bahasa artinya nasiah (tertunda) atau terhutang.[2]
Meski hadits larangan jual beli secara hutang dengan hutang ini dianggap lemah, mayoritas ulama menyatakan bahwa jual beli dengan cara tersebut adalah terlarang. Bahkan ada klaim ijma dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh imam Ibnu Qudamah rahimahullah :
ูุงู ุงุจู ุงูู ูุฐุฑ: ุฃุฌู ุน ุฃูู ุงูุนูู ุนูู ุฃู ุจูุน ุงูุฏูู ุจุงูุฏูู ูุง ูุฌูุฒ. ููุงู ุฃุญู ุฏ : ุฅูู ุง ูู ุฅุฌู ุงุน
โIbnul Mundzir mengatakan, โUlama sepakat bahwa jual beli utang dengan utang tidak boleh. Imam Ahmad mengatakan, โUlama sepakat dalam masalah ini.โ[3]
Dan terang bahwa dalam sistem COD, akad jual beli terjadi tanpa adanya serah terima barang dan pembayaran secara langsung. Pembeli dan penjual berpisah tanpa adanya pembayaran dan serah terima barang di tempat akad, sehingga transaksi ini masuk dalam kategori jual beli utang dengan utang yang terlarang.
๐. ๐ฃ๐ฒ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ฝ๐ฎ๐ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ฎ๐น๐ฎ๐น๐ธ๐ฎ๐ป
Sebagian ulama berpendapat bahwa jual beli COD dibolehkan karena tidak bertentangan dengan prinsip muamalah yang diperbolehkan dalam Islam. Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh kalangan yang mengharamkan dianggap tidak bisa menjadi hujjah karena statusnya lemah. Dalam Syarah Yaqud an Nafis disebutkan :
ูุงูุทุฑู ุงูุชุฌุงุฑูุฉ ุงูููู ุ ุงูุชู ุชุชู ุจูู ุงูุชุฌุงุฑ ูู ูุฏูุจู ุงูุดุฑูุงุชุ ูู ูู ุณูู ุ ุชุฌุฏ ุงูุชุงุฌุฑ ูุชูู ู ุน ู ูุฏูุจ ุงูุดุฑูุงุช ุนูู ุชูุฑูุฏ ุณูุนุฉ ู ุนููุฉ ูุชููุงู ุนูููุง ุฅู ุง ุจุงููุตู ุฃู ุจู ุดุงูุฏุฉ ุนููุฉ ูู ูุฐุฌ ู ููุง. ููู ูุง ูุชู ูุจุถ ุงูููู ุฉ ูู ุงูู ุฌูุณ ูุนูู ู ุฐูุจ ุงูุดุงูุนู ูุง ูุตุญ ูุฐุง ุงูุนูุฏ. ููู ููุงู ุฃููุงูุง ูู ุงูู ุฐูุจ ุงูุฃุฎุฑู ุชุญู ููู . ูู ููู ู ุงูู ูููู: ูุฌูุฒ ุฃู ูุชุฃุฎุฑ ูุจุถู ููู ูู ูุซูุงุซุฉ ูุฃูุซุฑู ุง ูู ููู ุฐูู ุดุฑุทุง.
"Cara perdagangan yang terjadi hari ini antara pedagang dan wakil perusahaan, apakah termasuk akad salam? Seorang pedagang bisa bersepakat dengan wakil perusahaan untuk mendatangkan komoditas tertentu yang disepakati, baik melalui sifat-sifat barang atau dengan melihat contoh serupa.
Namun, tidak ada serah terima harga di majelis akad. Dalam madzhab Syafiโi, akad ini tidak sah. Namun, ada pendapat lain dalam madzhab yang membolehkannya. Di antaranya, Imam Malik berpendapat bahwa pembayaran boleh tertunda hingga dua, tiga hari, atau lebih, selama tidak menjadi syarat dalam akad."[4]
Kalangan yang membolehkan ini selain menganggap larangan jual beli secara utang yang menjadi dasar pendapat pertama adalah lemah, juga pertimbangan selanjutnya adalah karena adanya kebutuhan Masyarakat yang mendesak diera modern ini. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Syatha rahimahullah :
ูุงูุฃุตุญ ุฃููุง ุจูุน ุฏูู ุจุฏูู ุฌูุฒ ููุญุงุฌุฉ
"Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa akad ini termasuk jual beli utang dengan utang, namun dibolehkan karena kebutuhan manusia terhadap akad tersebut."[5]
Namun pilihan yang lebih selamat adalah sebaiknya melakukan transaksi dengan system COD cek dulu. Karena itu artinya transaksi jual belinya dilakukan setelah barang diterima, dan ini tidak dianggap sebagai jual beli hutang dengan hutang.
Wallahu aโlam.
_______
[1] Hadits Dhaif, lihat โIlal Daruquthni (13/193). Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (5/254)juga menukul perkataan imam SyafiโI : โAhli hadis menilai lemah hadis ini.โ
[2] An Nihayah (4/194)
[3] Al Mughni (4/186)
[4] Syarhul Yaqut an Nafis(2/35)
[5] I'anatut Thalibin (3/89)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq