Kepentingan Ilmu Ushuliddin
Dalam perspektif al-Imam Fakhruddin al-Razi
اعلم أنه سبحانه لما أمر بعبادة الرب أردفه بما يدل على وجود الصانع وهو خلق المكلفين وخلق من قبلهم، وهذا يدل على أنه لا طريق إلى معرفة الله تعالى إلا بالنظر والاستدلال
Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika Dia memerintahkan untuk menyembah-Nya, Dia langsung mengiringi dalil tentang wujudnya Sang Pencipta. Dialah yang menciptakan manusia yang diberi tanggung jawab (mukallaf) dan Dia juga yang menciptakan orang-orang sebelum mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada cara untuk mengenal Allah Ta’ala kecuali melalui nadhor("perenungan") dan istidlal (penalaran).
وطعن قوم من الحشوية في هذه الطريقة وقالوا الاشتغال بهذا العلم بدعة
Namun, sebagian kelompok dari kalangan hashwiyyah mencela metode ini dan mengatakan bahwa mempelajari ilmu ini adalah bid'ah.
ولنا في إثبات مذهبنا وجوه نقلية وعقلية
Kami memiliki dalil-dalil, baik dari sisi naql (teks agama) maupun akal, untuk membuktikan pandangan kami.
وههنا ثلاث مقامات:
Dalam hal ini, ada tiga pembahasan utama:
المقام الأول: في بيان فضل هذا العلم وهو من وجوه:
Pembahasan pertama: Penjelasan tentang keutamaan ilmu ini, yang dapat dilihat dari beberapa sisi:
أحدها: أن شرف العلم بشرف المعلوم فمهما كان المعلوم أشرف كان العلم الحاصل به أشرف فلما كان أشرف المعلومات ذات الله تعالى وصفاته وجب أن يكون العلم المتعلق به أشرف العلوم.
(1) Keutamaan suatu ilmu bergantung pada keutamaan objek yang dipelajari. Oleh karena itu, semakin mulia objek yang dipelajari, semakin mulia pula ilmu tersebut. Karena objek yang paling mulia adalah Dzat Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya, maka ilmu yang berkaitan dengannya menjadi ilmu yang paling mulia.
وثانيها: أن العلم إما أن يكون دينياً أو غير ديني، ولا شك أن العلم الديني أشرف من غير الديني، وأما العلم الديني فإما أن يكون هو علم الأصول، أو ما عداه، أما ما عداه فإنه تتوقف صحته على علم الأصول، لأن المفسر إنما يبحث عن معاني كلام الله تعالى، وذلك فرع على وجود الصانع المختار المتكلم، وأما المحدث فإنما يبحث عن كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم وذلك فرع على ثبوت نبوته صلى الله عليه وسلم، والفقيه إنما يبحث عن أحكام الله، وذلك فرع على التوحيد والنبوة، فثبت أن هذه العلوم مفتقرة إلى علم الأصول، والظاهر أن علم الأصول غني عنها فوجب أن يكون علم الأصول أشرف العلوم.
(2) Ilmu dapat dibagi menjadi ilmu agama dan ilmu non-agama. Tidak diragukan lagi bahwa ilmu agama lebih mulia daripada ilmu non-agama. Adapun ilmu agama, ia terbagi menjadi ilmu ushul (ilmu pokok) dan selainnya. Ilmu selain ushul bergantung pada kebenaran ilmu ushul.
Hal ini karena -misalnya- seorang mufasir meneliti makna firman Allah Ta’ala, dan itu bergantung pada (cabang dari) keyakinan tentang keberadaan Sang Pencipta yang Maha Memilih dan Maha Berkalam. Seorang ahli hadis meneliti ucapan Rasulullah ﷺ, dan itu bergantung pada keyakinan akan kenabian beliau ﷺ. Begitu pula, seorang ahli fikih yang meneliti hukum-hukum Allah, dan itu bergantung pada keyakinan tentang tauhid dan kenabian.
Dari sini jelas bahwa ilmu-ilmu selain ilmu ushul bergantung pada ilmu ushul, sedangkan ilmu ushul tidak bergantung pada ilmu-ilmu yang lain tersebut. Oleh karena itu, ilmu ushul wajib dianggap sebagai ilmu yang paling mulia.
وثالثها: أن شرف الشيء قد يظهر بواسطة خساسة ضده، فكلما كان ضده أخس كان هو أشرف وضد علم الأصول هو الكفر والبدعة، وهما من أخس الأشياء، فوجب أن يكون علم الأصول أشرف الأشياء.
(3) Kemuliaan suatu hal dapat terlihat melalui kehinaan lawannya. Semakin hina lawannya, semakin mulia hal tersebut. Lawan dari ilmu ushul adalah kekufuran dan bid’ah, keduanya merupakan hal paling hina. Oleh karena itu, ilmu ushul harus dianggap sebagai ilmu yang paling mulia.
ورابعها: أن شرف الشيء قد يكون بشرف موضوعه وقد يكون لأجل شدة الحاجة إليه، وقد يكون لقوة براهينه، وعلم الأصول مشتمل على الكل وذلك لأن علم الهيئة أشرف من علم الطب نظراً إلى أن موضوع علم الهيئة أشرف من موضوع علم الطب، وإن كان الطب أشرف منه نظراً إلى أن الحاجة إلى الطب أكثر من الحاجة إلى الهيئة، وعلم الحساب أشرف منهما نظراً إلى أن براهين علم الحساب أقوى.
(4) Kemuliaan suatu ilmu dapat berasal dari kemuliaan objeknya, dari besarnya kebutuhan terhadapnya, atau dari kekuatan bukti-bukti, sedangkan Ilmu ushul mencakup ketiganya. Hal ini karena ilmu astronomi (ilmu al-haiah) lebih mulia daripada ilmu kedokteran, mengingat bahwa objek pembahasan ilmu astronomi lebih mulia dibandingkan dengan objek pembahasan ilmu kedokteran. Namun, ilmu kedokteran lebih mulia dari ilmu astronomi jika dilihat dari sudut kebutuhan manusia, sebab kebutuhan terhadap kedokteran lebih besar daripada kebutuhan terhadap astronomi. Sementara itu, ilmu hisab (matematika) lebih mulia daripada keduanya karena bukti-bukti dalam ilmu matematika lebih kuat.
أما علم الأصول فالمطلوب منه معرفة ذات الله تعالى وصفاته وأفعاله، ومعرفة أقسام المعلومات من المعدومات والموجودات، ولا شك أن ذلك أشرف الأمور، وأما الحاجة إليه فشديدة لأن الحاجة إما في الدين أو في الدنيا، أما في الدين فشديدة لأن من عرف هذه الأشياء استوجب الثواب العظيم والتحق بالملائكة، ومن جهلها استوجب العقاب
العظيم والتحق بالشياطين. وأما في الدنيا فلأن مصالح العالم إنما تنتظم عند الإيمان بالصانع والبعث والحشر، إذ لو لم يحصل هذا الإيمان لوقع الهرج والمرج في العالم،
Adapun ilmu ushul, tujuan utamanya adalah mengenal Dzat Allah Ta’ala, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta memahami kategori-kategori pengetahuan, baik yang berupa sesuatu yang ada maupun yang tidak ada. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah perkara paling mulia.
Kebutuhan terhadap ilmu ini juga sangat mendesak, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Dalam agama, kebutuhan terhadap ilmu ini sangat besar karena barang siapa yang mengetahui perkara-perkara ini, ia akan mendapatkan pahala yang agung dan kedudukannya akan setara dengan para malaikat. Sebaliknya, barang siapa yang tidak mengetahuinya, ia akan mendapatkan hukuman yang besar dan kedudukannya akan serupa dengan setan.
Dalam dunia, kebutuhan terhadap ilmu ini penting karena keteraturan dunia hanya dapat tercapai dengan keimanan kepada Sang Pencipta, hari kebangkitan, dan hari dikumpulkan. Jika keimanan ini tidak ada, maka dunia akan dipenuhi kekacauan dan kerusakan.
وأما قوة البراهين فبراهين هذا العلم يجب أن تكون مركبة من مقدمات يقينية تركيباً يقينياً وهذا هو النهاية في القوة فثبت أن هذا العلم مشتمل على جميع جهات الشرف والفضل فوجب أن يكون أشرف العلوم.
Adapun dari sisi kekuatan barâhîn (bukti-bukti), maka bukti-bukti dalam ilmu ini harus terdiri dari premis-premis yang meyakinkan dan dirangkai secara logis sehingga mencapai keyakinan yang sempurna. Inilah puncak dari kekuatan itu.
Dengan demikian, jelaslah bahwa ilmu ini mengandung semua aspek kemuliaan dan keutamaan, sehingga ia wajib dianggap sebagai ilmu yang paling mulia.
وخامسها: أن هذا العلم لا يتطرق إليه النسخ ولا التغيير، ولا يختلف باختلاف الأمم والنواحي بخلاف سائر العلوم، فوجب أن يكون أشرف العلوم.
(5) Ilmu ini tidak dapat mengalami naskh (penghapusan atau perubahan hukum) atau perubahan, dan tidak berubah sesuai dengan perbedaan umat atau wilayah, berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Oleh karena itu, ilmu ini wajib dianggap sebagai ilmu yang paling mulia.
وسادسها: أن الآيات المشتملة على مطالب هذا العلم وبراهينها أشرف من الآيات المشتملة على المطالب الفقهية بدليل أنه جاء في فضيلة ﴿قل هو الله أحد﴾ [الإخلاص: 1] و ﴿آمن الرسول﴾ [البقرة: 285] وآية الكرسي ما لم يجئ مثله في فضيلة قوله: ﴿ويسألونك عن المحيض﴾ [البقرة: 222] وقوله: ﴿ياأيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين﴾ [البقرة: 282] وذلك يدل على أن هذا العلم أفضل.
(6) Ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok ajaran ilmu ini dan bukti-buktinya lebih mulia daripada ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok ajaran fikih. Sebagai bukti, dalam Al-Qur'an terdapat keutamaan yang besar pada ayat-ayat seperti "Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa" (QS. Al-Ikhlas: 1), "Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya..." (QS. Al-Baqarah: 285), dan "Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Berdiri Sendiri" (QS. Al-Baqarah: 255), yang tidak ada tandingannya dalam keutamaan dibandingkan dengan ayat-ayat yang berbicara tentang masalah fikih seperti "Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid..." (QS. Al-Baqarah: 222) dan "Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian berhutang piutang..." (QS. Al-Baqarah: 282). Ini menunjukkan bahwa ilmu ini lebih utama.
وسابعها: أن الآيات الواردة في الأحكام الشرعية أقل من ستمائة آية، وأما البواقي ففي بيان التوحيد والنبوة والرد على عبدة الأوثان وأصناف المشركين، وأما الآيات الواردة في القصص فالمقصود منها معرفة حكمة الله تعالى وقدرته على ما قال: ﴿لقد كان في قصصهم عبرة لأولي الألباب﴾ [يوسف: 111] فدل ذلك على أن هذا العلم أفضل،
(7) Ayat-ayat yang berisi hukum-hukum syariat dalam Al-Qur'an berjumlah kurang dari enam ratus ayat, sementara sisanya berfokus pada penjelasan tentang tauhid, kenabian, serta bantahan terhadap penyembah berhala dan berbagai jenis musyrikin. Ayat-ayat yang berisi cerita-cerita (kisah-kisah) bertujuan untuk menunjukkan kebijaksanaan Allah Ta'ala dan kekuasaan-Nya, seperti yang Allah firmankan: "Sungguh, dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal" (QS. Yusuf: 111). Ini menunjukkan bahwa ilmu ini lebih utama.
Sumber FB Ustadz : Nur Hasim