
Jembatan Kekuasaan dan Nurani: Struktur Hubungan Ulama dan Penguasa dalam Sejarah Islam
Keseimbangan Antara Baitul Mal dan Keutuhan Ilmu
Hubungan antara ulama (otoritas spiritual) dan penguasa (otoritas politik) adalah barometer kesehatan umat. Sepanjang sejarah Islam, hubungan ini sangat dinamis, di mana ulama memiliki peran ganda: sebagai penasihat negara dan sebagai penjaga kebenaran yang independen. Keseimbangan ini seringkali diuji oleh faktor finansial—apakah ulama tetap independen meskipun menerima gaji dari Baitul Mal (kas negara)?
Artikel ini akan mengupas tuntas struktur hubungan ini, meninjau bagaimana sistem gaji ulama di masa Daulah Abbasiyah menjamin independensi, dan bagaimana tiga ulama paling berpengaruh di pusat kekhilafahan menjalankan peran mereka dengan nasihat yang seperti Nabi.
1. Gaji dan Independensi: Pelajaran dari Daulah Abbasiyah
Meskipun ulama idealnya hidup mandiri, sejarah mencatat bahwa banyak ulama yang bekerja untuk negara, terutama di bidang pendidikan dan peradilan. Gaji ulama di masa Daulah Abbasiyah menunjukkan bahwa sistem pendanaan dari negara tidak selalu mengorbankan integritas.
- Jabatan Resmi: Banyak ulama diangkat sebagai Qadhi (hakim), Mufti (pemberi fatwa), atau Imam Masjid Utama. Mereka menerima gaji yang layak, memastikan mereka dapat fokus pada tugas-tugas keagamaan tanpa khawatir mencari nafkah.
- Sumber Independen: Namun, ulama yang dihormati jarang menggantungkan hidupnya sepenuhnya pada gaji negara. Banyak dari mereka tetap memiliki sumber pendapatan mandiri (berdagang, bertani, atau menulis) yang berfungsi sebagai jaring pengaman dan penjaga nurani.
- Tujuan Finansial: Penerimaan gaji negara dilihat sebagai kompensasi atas waktu dan jasa, tetapi ketaatan utama mereka tetap kepada Allah, bukan kepada dirham penguasa. Ini adalah kunci agar seorang ulama tetap berani menjalankan perannya sebagai wali kebenaran.
2. Tokoh Kunci di Pusat Kekhilafahan
Setiap periode sejarah memiliki tiga ulama paling berpengaruh di pusat kekhilafahan yang memegang peran sentral dalam menentukan arah kebijakan negara berdasarkan syariat:
- Penasihat Agama (Wuzara' Din): Ulama ini bertindak sebagai penasihat spiritual bagi Khalifah atau Sultan, memastikan kebijakan negara tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
- Hakim Agung (Qadhi Qudhat): Posisi ini dipegang oleh ulama fikih tertinggi, yang bertugas menegakkan keadilan dan memastikan sistem peradilan berjalan sesuai dengan hukum mazhab yang dianut.
- Guru Utama (Syaikhul Islam): Ulama ini bertanggung jawab atas pendidikan tinggi dan fatwa keagamaan, memberikan legitimasi ilmu kepada penguasa dan umat.
Peran mereka adalah jembatan yang menghubungkan otoritas siyasah (politik) dengan otoritas syariat (agama).
3. Otoritas Moral: Nasihat yang Menyentuh Nurani
Keberanian seorang ulama dalam berinteraksi dengan penguasa tidak hanya didasarkan pada ilmu, tetapi pada kekuatan moralnya. Hanya ulama yang tulus dan berani bicara apa adanya yang memiliki nasihat yang seperti Nabi.
-
Syarat Nasihat yang Efektif: Nasihat ulama menjadi efektif jika:
- Ikhlas: Didorong oleh ketulusan untuk kemaslahatan penguasa dan umat, bukan kepentingan pribadi.
- Ilmiah: Disertai dalil yang kuat dan disampaikan dengan hikmah (kebijaksanaan).
- Konsisten: Tetap teguh pada kebenaran, bahkan di saat ancaman.
- Ulama dan Penguasa: Sejarah menunjukkan bahwa penguasa yang bijak selalu mencari ulama dengan kualitas ini, sementara penguasa yang zalim akan menyingkirkan atau mencoba menyuap mereka. Ulama sejati akan memilih dipenjara atau diasingkan daripada mengorbankan integritas mereka.
Peran Abadi Ulama
Hubungan antara ulama dan penguasa adalah cerminan dari tantangan menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Ulama yang menerima gaji di masa Daulah Abbasiyah tetap dianggap mulia asalkan mereka mampu menjaga independensi dan integritas mereka.
Pelajaran terbesar bagi umat saat ini adalah: hargai ulama yang memiliki otoritas moral—yang nasihatnya seperti Nabi—dan kritislah terhadap ulama yang menukar ilmu mereka demi kenikmatan atau fasilitas kekuasaan. Integritas ulama adalah perisai terakhir umat dalam menghadapi kezaliman.
Sumber : Kajian Ulama