
Fikih Hiburan: Mencari Titik Temu Khilaf Ulama tentang Alat Musik dan Nyanyian
Keseimbangan Syariat dalam Hiburan
Hiburan adalah kebutuhan fitrah manusia, dan Syariat Islam tidak melarangnya secara mutlak. Namun, masalah permainan alat musik dan nyanyian telah menjadi salah satu isu furu' (cabang) yang paling memecah belah di kalangan ulama. Perdebatan ini melibatkan interpretasi Hadis yang berbeda-beda, serta penerapan kaidah Sadd al-Dzara'i (menutup pintu kerusakan). Meskipun demikian, ulama moderat selalu berupaya mencari titik temu perbedaan untuk memberikan kelapangan bagi umat.
Artikel ini akan mengupas tuntas isu ini, meninjau fakta tentang Ulama yang Gemar Musik sebagai bukti khilaf, dan mengarahkan pada kesimpulan yang adil dalam Mencari Titik Temu Perbedaan Para Ulama Dalam Masalah Permainan Alat Musik.
1. Tiga Pandangan Utama tentang Alat Musik
Dalam Fikih, terdapat tiga pandangan utama mengenai hukum mendengarkan dan memainkan alat musik:
A. Pandangan yang Mengharamkan Secara Mutlak (Tahrîm)
- Dasar Hukum: Pandangan ini berpegang pada Hadis yang dianggap shahih (otentik) oleh kelompok mereka, seperti Hadis tentang alat musik, sutra, dan khilaf lainnya yang mengancam pelakunya. Mereka juga mengacu pada ayat-ayat Al-Qur'an (seperti surat Luqman) yang ditafsirkan sebagai larangan keras terhadap nyanyian dan musik yang melalaikan.
- Mazhab: Pandangan ini sangat kuat dalam Mazhab Hanbali dan dianut oleh sebagian besar ulama Atsariyah dan kelompok Salafi-Wahhabi.
B. Pandangan yang Membolehkan Secara Mutlak (Ibâhah)
- Dasar Hukum: Pandangan ini menolak otentisitas Hadis yang mengharamkan secara mutlak, atau menafsirkannya hanya berlaku jika musik tersebut digabungkan dengan maksiat (seperti khamr, perzinaan, atau lirik yang vulgar/melalaikan).
- Fokus: Mereka berfokus pada Hadis-Hadis yang menunjukkan praktik nyanyian dan alat musik duff (rebana) di masa Nabi ﷺ (seperti saat Idul Fitri atau pernikahan).
C. Pandangan yang Membolehkan dengan Syarat (Tafshîl)
-
Pandangan Moderat: Ini adalah pandangan yang dipegang oleh banyak ulama besar Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanafi. Mereka membedakan alat musik menjadi dua:
- Alat Musik Peniup (Ma'azif): Seperti seruling, gitar, atau alat musik berdawai, yang hukumnya makruh atau haram (tergantung konteks).
- Alat Musik Pukul (Duff): Seperti rebana, yang hukumnya mubah (boleh) atau sunnah untuk acara tertentu (pernikahan, penyambutan).
2. Realitas Historis: Ulama yang Gemar Musik
Fakta bahwa ada Ulama yang Gemar Musik (atau setidaknya membolehkannya) menunjukkan bahwa khilaf ini sudah ada sejak dahulu dan bukan isu baru.
- Bukti Praktik: Ulama sufi besar dan filosof muslim sering kali menggunakan musik (sama') sebagai alat untuk meningkatkan spiritualitas, meskipun dengan batasan yang ketat (adab).
- Definisi Sama: Praktik mendengarkan ini berbeda dengan musik hiburan modern. Sama' adalah mendengarkan nyanyian yang liriknya mengandung pujian kepada Allah (zikir), madaih (pujian kepada Nabi), atau nasihat.
- Implikasi: Keberadaan ulama yang membolehkan atau mempraktikkan bentuk-bentuk musik tertentu menunjukkan bahwa larangan mutlak bukanlah konsensus (Ijma') di kalangan Jumhur (mayoritas).
3. Mencari Titik Temu yang Adil
Mencari Titik Temu Perbedaan Para Ulama Dalam Masalah Permainan Alat Musik harus didasarkan pada prinsip maslahah dan pencegahan kerusakan:
- Konsensus Larangan: Ulama sepakat bahwa nyanyian atau musik yang liriknya merusak moral (mengajak kepada maksiat, khamr, atau syahwat) dan musik yang melalaikan dari shalat wajib adalah haram secara mutlak.
- Fokus pada Tujuan: Fikih moderat mengajarkan bahwa hukum sebuah sarana (wasilah) mengikuti tujuannya (maqashid). Jika alat musik digunakan sebagai sarana pendidikan, dakwah, atau hiburan ringan yang tidak melalaikan, maka hukumnya menjadi mubah (boleh) atau makruh tanzih (tidak sampai haram).
- Hormati Khilaf: Seorang Muslim bebas mengikuti pandangan ulama yang mengharamkan sebagai bentuk wara' (kehati-hatian) atau mengikuti pandangan ulama yang membolehkan selama memenuhi syarat adab dan etika.
Maslahah dan Adab dalam Hiburan
Perdebatan tentang alat musik adalah perdebatan tentang batasan. Kita diajarkan oleh ulama untuk memilih hiburan yang membangun spiritualitas dan tidak melalaikan dari kewajiban.
Mencari titik temu dalam khilaf ini adalah tugas kita: menghormati ulama yang mengharamkan karena kehati-hatian mereka, dan mengambil manfaat dari pandangan ulama yang membolehkan asalkan memenuhi syarat kesucian lirik dan adab.
Sumber : Kajian Ulama