Tinjauan Ulama atas Zakat Uang, Nikah Beda Agama, dan Amalan Khusus

​Fikih Praktis dan Isu Kontemporer: Tinjauan Ulama atas Zakat Uang, Nikah Beda Agama, dan Amalan Khusus

​Fikih Praktis dan Isu Kontemporer: Tinjauan Ulama atas Zakat Uang, Nikah Beda Agama, dan Amalan Khusus

Keragaman Jawaban dalam Fikih Harian

​Fikih, atau hukum Islam, adalah disiplin ilmu yang paling dinamis. Ia dituntut untuk memberikan jawaban atas masalah-masalah kehidupan sehari-hari, mulai dari ibadah hingga interaksi sosial yang kompleks. Seringkali, masalah-masalah ini tidak memiliki jawaban tunggal yang disepakati, melainkan memunculkan perbedaan pendapat (khilaf) yang sah di kalangan ulama mazhab.

Pembahasan ini akan mengupas tuntas tiga isu fikih praktis yang paling sering dipertanyakan umat: status hukum Nikah Beda Agama, khilaf tentang Zakat Fitrah dengan uang, dan beberapa amalan ibadah khusus seperti Puasa Rajab dan shalat Jumat. Kita akan melihat bagaimana Ijma Ulama (konsensus) dan pertimbangan maslahah (kemaslahatan) menjadi penentu dalam mengeluarkan fatwa.

​1. Nikah Beda Agama: Posisi Ijma Ulama

​Isu Nikah Beda Agama adalah salah satu masalah sosial-keagamaan yang paling sensitif dan memerlukan kejelasan hukum yang sangat tegas.

  • Ijma tentang Wanita Muslimah: Hampir seluruh Ijma Ulama seputar Nikah Beda Agama menyepakati bahwa haram hukumnya bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan pria non-Muslim (baik Ahli Kitab maupun non-Ahli Kitab). Konsensus ini didasarkan pada kekhawatiran terhadap akidah anak dan posisi suami yang akan menjadi pemimpin (qawwam) dalam rumah tangga.
  • Perbedaan tentang Pria Muslim: Ada sedikit khilaf historis mengenai boleh tidaknya pria Muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani) dengan syarat ketat. Namun, ulama kontemporer cenderung melarang atau sangat membatasi kebolehan tersebut karena risiko hilangnya ghirah (kecemburuan agama) dan keraguan terhadap keaslian Ahli Kitab saat ini.

​Dalam masalah ini, ulama sangat mengutamakan prinsip sadd adz-dzarāi' (menutup pintu kerusakan). Pandangan yang paling kuat adalah menaati Ijma yang melarang wanita Muslimah menikah dengan pria non-Muslim.

​2. Zakat Fitrah dengan Uang: Mempertimbangkan Kemaslahatan

​Dalam masalah ibadah, seringkali timbul khilaf terkait bentuk pelaksanaannya yang paling bermanfaat bagi penerima.

  • Pandangan Mayoritas Mazhab: Mayoritas ulama (Mazhab Syafi'i, Maliki, Hanbali) berpendapat bahwa Zakat Fitrah wajib dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok (beras, gandum, kurma, dll.), sesuai sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
  • Pandangan Mazhab Hanafi & Deretan Ulama yang Membolehkan: Mazhab Hanafi, dan didukung oleh deretan ulama yang membolehkan Zakat Fitrah dengan Uang (termasuk ulama kontemporer), berpendapat bahwa boleh atau bahkan lebih utama dikeluarkan dalam bentuk nilai uang yang setara dengan harga makanan pokok.

​Pendapat yang membolehkan uang mendasarkan diri pada kaidah kemaslahatan (maslahah). Dikatakan bahwa uang lebih bermanfaat bagi fakir miskin karena mereka dapat menggunakannya untuk kebutuhan apa pun (membayar sewa, membeli obat, atau kebutuhan non-makanan), sementara beras (makanan pokok) mungkin sudah tersedia. Hal ini menunjukkan dinamika fikih yang mempertimbangkan konteks ekonomi.

​3. Fikih Ibadah Khusus: Puasa Rajab dan Shalat Jumat

​Ulama juga memberikan panduan untuk ibadah-ibadah yang memiliki dalil yang diperdebatkan atau berkaitan dengan waktu tertentu.

  • Hukum Puasa Rajab Menurut Ulama Mazhab: Puasa di bulan Rajab adalah contoh masalah fadhail al-a'mal (keutamaan amal). Ulama sepakat bahwa puasa sunnah mutlak (kapan saja) adalah dibolehkan. Namun, hukum Puasa Rajab secara khusus diperdebatkan. Sebagian ulama Mazhab (seperti Syafi'iyyah) memandangnya mustahab (dianjurkan), asalkan tidak diyakini sebagai ibadah wajib atau dikhususkan secara berlebihan. Sebagian ulama lain memakruhkannya jika dilakukan secara penuh satu bulan (seperti puasa Ramadhan) karena Hadis yang meragukan.
  • Datang Shalat Jumat Saat Khotib Sudah di Mimbar: Ini adalah masalah fikih praktis tentang hukum tahiyyatul masjid (salat penghormatan masjid). Ulama umumnya bersepakat bahwa jika seseorang datang Shalat Jumat saat Khatib sudah di mimbar, ia tetap dianjurkan melaksanakan salat Tahiyyatul Masjid (dua rakaat ringan) sebelum duduk. Hal ini berdasarkan Hadis yang melarang duduk sebelum salat dua rakaat meskipun khatib sedang berkhutbah, menunjukkan prioritas amalan sunnah tertentu di atas mendengarkan khutbah.

​Menghargai Keputusan Mazhab

Pembahasan fikih praktis ini menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang luas untuk perbedaan pendapat (khilaf) demi mengakomodasi kebutuhan umat, asalkan ada dasar dalil yang kuat.

​Bagi umat, penting untuk:

  1. Mengikuti: Mengikuti fatwa ulama yang otoritatif di wilayahnya.
  2. Mendahulukan Konsensus: Mengutamakan pendapat Ijma Ulama dalam masalah akidah dan perkawinan sensitif (seperti Nikah Beda Agama).

​Dengan menghargai deretan ulama yang membolehkan Zakat Fitrah dengan Uang dan memahami khilaf dalam Puasa Rajab, kita telah mengamalkan fikih dengan tasamuh (toleransi) dan pertimbangan kemaslahatan.

Sumber : Kajian Ulama kategori ulama

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Tinjauan Ulama atas Zakat Uang, Nikah Beda Agama, dan Amalan Khusus - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®