Piring dari Tulang Babi
Lagi rame Food Tray MBG yang dalam produksinya bersentuhan dengan minyak babi. Jika ditelusuri, minyak itu hanya dibutuhkan ketika proses pembentukan atau percetakan, jikapun ia adalah minyak babi maka perannya hanya "di luar" dan tidak masuk ke dalam bahan. Atas dasar itu NU sudah berkomentar bahwa food tray itu tinggal dicuci saja karena unsur babinya ga ada di dalam food tray nya.
Sebenernya ada yang lebih sensitif lagi dan masyarakat banyak yang ga ngerti, yaitu tulang yang digunakan sebagai campuran bahan porselen, seperti piring, cangkir, mangkok, atau teko yang biasanya bertuliskan "bone".
Apa peran tulang di situ? Tulang menjadi campuran bahan porselen agar porselen tersebut bisa lebih kuat, tipis dan ringan, seperti melamin tapi ini keramik. Tulang itu dibakar di suhu tinggi, kemudian dihancurkan dan dicampur dengan tanah liat dengan porsi antara 30-40% dari total bahan.
Masalahnya di mana? Masalahnya, tulang itu bisa berasal dari tulang babi dan tulang sapi, dan kalaupun itu tulang sapi namun jika sapi itu matinya tidak disembelih maka tulangnya itu najis. Nah, ini jelas lebih sensitif dari food tray MBG karena najisnya itu ada "di dalam" piring, tidak sekedar di luar saja.
Bagaimana fikih memandang ini?
Jika mengambil mazhab Syafi'i, maka piring ini najis. Anda makan makanan yang basah maka makanan anda menjadi mutanajjis, dan menjadi haram. Pandangan ini yang menjadi standar fatwa MUI, maka jika restoran mengajukan sertifikat halal tapi piringnya adalah piring jenis ini maka kemungkinan besar akan diminta untuk ganti.
Jika mengambil mazhab lain, maka alternatifnya:
1. Mazhab Hanafi tidak menganggap tulang mayitah itu najis sebagaimana jumhur, maka jika tulangnya adalah tulang sapi yang matinya tidak disembelih maka tetap suci.
2. Konsep istihalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Hanafi, Hanbali dan Zahiri, akan mengubah hukum najis dan haram menjadi suci dan halal. Dalam kasus ini, tulang sudah berubah menjadi abu karena proses pembakaran, ia "sudah bukan lagi" tulang karena ia telah berubah menjadi abu. Maka jika itu digunakan dalam bahan pembuatan piring maka piring itu tetap suci karena telah terjadi proses istihalah dalam peleburan tulang itu.
3. Mazhab Syafi'i dan Hanbali memandang najis babi itu mughallazhah dan harus dicuci 7 kali, mazhab lain memandang najis babi sama dengan kencing atau kotoran lainnya, yang dalam mazhab Syafi'i masuk kategori najis mutawassithah.
Pandangan mana yang akan diambil?
Nah, sekarang coba mulai perhatikan bagian bawah piring, gelas, cangkir, ataupun teko saat kita makan, jika ada tulisan "bone" maka curigalah bahwa itu berasal dari tulang meski anda belum tahu tulang apa itu.
Dari sini kita melihat bahwa adanya perbedaan pendapat antara ulama itu memberikan kita ragam solusi yang bisa kita ambil. Kalo pake mazhab Syafi'i ya jadinya najis, kalo pake mazhab selain Syafi'i ya jadi nya suci.
Sumber FB Ustadz : Fahmi Hasan Nugroho
