Tuhan Tidak Harus Selalu Baik
Beberapa agama di dunia mencoba mendoktrin umatnya bahwa Tuhan pasti selalu berbuat baik dan terbaik, bahwa dia Maha Pengasih, Penyayang, Pemurah, dan seterusnya. Bagi mereka, Tuhan tidak mungkin berbuat tidak baik, kejam, dan seterusnya. Ajaran semacam ini melawan realitas empiris di mana berbagai hal buruk dan kejam terjadi di seluruh dunia setiap harinya. Ada yang terlahir cacat, ada yang seumur hidup berada dalam kemiskinan, ada yang mati kelaparan, ada yang terkena wabah, ada yang tertimpa kecelakaan dan seterusnya.
Karena tidak realistis, ajaran agama yang hanya menjual "kasih Tuhan" saja selalu menjadi bahan bulliyan para ateis. Katanya Tuhan Maha Pengasih, kok hambanya dibiarkan sengsara? Katanya Maha Pengayang, kok hambanya dibuat menderita? Itu Tuhannya bohong atau Tuhannya tidak mampu menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan hambanya? Begitulah pertanyaan para ateis di seluruh dunia tentang kesengsaraan duniawi. Belum lagi dalam agama masih diperkenalkan neraka, tempat siksaan abadi yang jelas bukan tempat curahan kasih sayang Tuhan sehingga doktrin "kasih Tuhan" menjadi tidak konsisten. Daerah yang menjadi pusat agama tidak realistis seperti itu selalu menjadi pusat berkembangnya ateisme.
Dalam tubuh Islam, ada juga aliran yang mendoktrin bahwa Tuhan pasti selalu berbuat yang terbaik. Mereka adalah aliran Muktazilah yang divonis sesat oleh para ulama Aswaja sebab ajaran mereka tidak realistis dan hanya berujung pada munculnya ateisme. Para Mutakallim Ahlussunnah Wal Jamaah menjelaskan bahwa selain tidak realistis, ajaran seperti itu bertentangan dengan syariat yang memberikan berbagai aturan yang menyulitkan seperti harus shalat, puasa dan seterusnya yang akan lebih mudah bagi manusia kalau tidak ada beban aturan semacam itu.
Imam as-Sanusi berkata:
فالمعتزلةٌ إنَّما يوجبونَ مِنَ الممكنات على الله تعالى فعل الصلاح والأصلح للخلْقِ، والمشاهدة والشرع يقضيان بفساد قولهم في ذلك
"Muktazilah mengharuskan Tuhan berbuat hal yang tidak diharuskan berupa melakukan kebaikan dan hal terbaik bagi makhluk. Realitas empiris dan syariat memastikan kesalahan ucapan mereka dalam hal tersebut" (as-Sanusi, Syarh Umm al-Barahin)
Imam ad-Dasuqi menjelaskan perkataan as-Sanusi tersebut sebagai berikut:
أما قضاء المشاهدة بفساد قولهم : فلوقوع المحن للناس من فقر ومرض ؛ فإن هذه لا مصلحة فيها ، وأما قضاء الشرع بذلك : فلأنه أتى بتكليف العباد ، وهو مشتمل على المشاق والمكاره ، وليس فيه مصلحة بحسب الظاهر
"Adapun kepastian realitas empiris bahwa ucapan mereka salah adalah karena terjadinya musibah bagi manusia berupa kefakiran dan sakit. Dalam hal ini tidak ada kebaikannya. Adapun kepastian syariat tentang kesalahan mereka adalah karena Allah membebani para hambanya dengan aturan yang mengandung kesulitan dan hal yang tidak mengenakkan. yang dalam hal tersebut secala lahiriah tidak ada kebaikannya." (ad-Dasuqi, Hasyiyah ad-Dasuqi 'ala Syarh Umm al-Barahin)
Biasanya mereka akan berapologi bahwa musibah dan beban aturan syariat (taklif) mengandung kebaikan bagi manusia sebab nantinya hal itu akan mendatangkan pahala. Apologi mereka sama seperti ucapan para da'i yang tidak memahami ilmu hakikat bahwa musibah dan aturan agama yang ribet dikesankan sebagai bentuk "kasih sayang Tuhan" bagi manusia. Imam ad-Dasuqi menjawab apologi tersebut:
فإن قالوا : إن المحن والتكليف فيهما مصلحة باعتبار ما يترتب عليهما من الثواب .. قلنا لهم : الله قادر على إيصال الثواب بدون التكليف والمحن
"Apabila mereka berkata bahwa musibah dan beban aturan syariat mempunyai sisi kebaikan dengan memandang bahwa di balik itu ada pahalanya, maka kami, Ulama Aswaja, berkata pada mereka bahwa Allah mampu memberikan pahala tanpa memberikan beban aturan atau pun musibah". (ad-Dasuqi, Hasyiyah ad-Dasuqi 'ala Syarh Umm al-Barahin)
Ajaran Islam yang dipahami oleh Ahlussunnah Wal Jamaah (Asy'ariyah-Maturidiyah) adalah ajaran realistis yang mengagungkan Tuhan secara maksimal di mana Tuhan diyakini punya kehendak bebas (iradah) yang mutlak tanpa bisa diintervensi kondisi apa pun dan tidak bisa diikat oleh aturan apapun. Terserah Tuhan apakah Dia mau memberikan kebaikan atau pun keburukan pada makhluk yang Dia ciptakan sendiri. Terserah makhluknya suka atau pun tidak suka, Tuhan tidak memerlukan persetujuan mereka.
Allah adalah sosok yang melakukan apa pun kehendaknya (فعال لما يريد), bukan sosok yang bisa diatur harus berbuat ini dan itu, termasuk harus berbuat baik dan memberi yang enak-enak pada manusia. Di dunia, Allah menciptakan kebahagiaan dan juga kesengsaraan. Di akhirat, Allah menciptakan surga dan neraka. Siapa yang melaksanakan perintahnya akan diberikan surga dan siapa yang tidak mau taat akan dimasukkan ke neraka. Dua sisi antara harapan mendapat kebaikan abadi (raja') dan kecemasan mendapat murka (khauf) harus selalu ada beriringan dan seimbang. Allah berfirman:
وَاِنَّ رَبَّكَ لَذُوْ مَغْفِرَةٍ لِّلنَّاسِ عَلٰى ظُلْمِهِمْۚ وَاِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيْدُ الْعِقَابِ (الرعد: 6)
"Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai ampunan bagi manusia atas kezaliman mereka dan sesunggunnya Tuhanmu Maha Berat Siksanya."
فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ رَبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلايُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ [الْأَنْعَامِ: 147]
"Apabila mereka menuduhmu berdusta, maka katakan: Tuhan kalian mempunyai kasih sayang yang luas, tapi tidak ada yang dapat menolak murkanya pada mereka yang membangkang"
إِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ} [الْأَعْرَافِ:167]
"Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat menyiksa dan sesungguhnya Dia Maha mengampuni dan mengasihi"
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الألِيمُ [الْحِجْرِ:49، 50]
"Sampaikanlah pada hambaku bahwa Aku Maha Mengampuni dan Mengasihi, dan bahwa siksaku adalah siksa yang sangat menyakitkan"
Dua sisi berupa Tuhan memberi kasih sayang dan surga di satu sisi serta memberi kemurkaan dan neraka di sisi lainnya adalah dua hal yang harus diyakini dalam diri orang beriman. Dari situlah nanti tumbuh keseimbangan antara khauf (ketakutan) dan raja' (harapan). Dengan ketakutan akan siksa, dia mampu bertahan agar tetap berada dalam jalan kebaikan; tidak mencuri meski lapar, tidak berbuat semena-mena meski mampu, tidak membunuh meski benci, tidak hidup bermalas-malasan dan seterusnya. Dengan harapan, dia mampu bertahan menghadapi ujian dan segala penderitaan, tidak putus asa dan tidak sibuk menyalahkan Tuhan.
Sebab itu, menjadi orang beriman artinya menjadi orang yang bermental tangguh. Orang yang bermental krupuk tidak akan mampu merasakan manisnya iman sebab mentalnya terlalu lemah. Ketika mendapat kesusahan hidup atau melihat penderitaan di dunia, orang bermental krupuk akan sibuk menyalahkan Tuhan dan mempertanyakan kasih sayangnya. Banyak dari mereka yang bunuh diri dan banyak pula yang akhirnya tidak percaya pada Tuhan sebab tidak sesuai dengan ekspektasi yang mereka buat sendiri yang seolah-olah bisa mengatur Tuhan harus begini dan begitu.
Sebagian agama malah saking putus asanya dalam melihat realitas dunia yang buruk hingga "menciptakan" sosok saingan Tuhan tapi versi jahat yang menurut mereka memberikan kesengsaraan dan neraka hingga dibayangkanlah ada Tuhan baik dan ada Lucifer sebagai Tuhan jahat; ada Sang Terang dan ada Sang Gelap. Tanpa sadar, keyakinan syirik mereka ini justru menunjukkan bahwa Tuhan mereka lemah dan terbatasi hingga sebagian dari mereka dengan absurd mengakui kelemahan Tuhannya hingga untuk memberikan ampunan masal bagi manusia saja diyakini Tuhannya harus membunuh anaknya sendiri sebagai tebusan.
Sebagian lagi saking lemahnya mental mereka hingga menolak eksistensi neraka. Bagi mereka, tidak mungkin Tuhan yang maha pengasih menciptakan nereka. Tanpa sadar dia ini sedang membuka pintu kesemena-menaan bagi manusia. Kalau tidak ada neraka berarti bebas berbuat apa saja bukan? Kalau tidak ada pertanggung-jawaban, maka tentu manusia tidak perlu bertanggung jawab. Tidak perlu menjadi orang baik sebab menjadi orang jahat pun tidak ada konsekuensinya. Tidak perlu ketertiban hukum sebab tanpa neraka hukum rimba adalah hal natural.
Dua paragraf di atas adalah keyakinan non-muslim yang jelas salahnya. Adapun keyakinan seorang muslim Ahlussunnah Wal Jamaah, maka Tuhan hanya ada satu, tidak ada saingannya dan kehendaknya mutlak. Bila Tuhan memberikan kebahagiaan di dunia, maka dia bersyukur. Bila Tuhan memberikan kesengsaraan di dunia, maka dia sabar. Untuk akhirat, dia berharap mendapat ridha Tuhan dalam bentuk surga dan dia hidup bertanggung jawab di dunia demi menghindar dari murka Tuhan dalam bentuk neraka. Rasulullah bersabda:
لَوْلَا عفوُ اللَّهِ وتجاوُزه، مَا هَنَّأَ أَحَدًا الْعَيْشَ وَلَوْلَا وَعِيدُهُ وَعِقَابُهُ، لَاتَّكَلَ كُلُّ أَحَدٍ
"Seandainya tidak ada ampunan dan permakluman dari Allah, maka tidak akan ada yang dibiarkan hidup. Seandainya tidak ada ancaman dan siksanya, maka semua orang akan berdiam diri [tanpa berbuat baik]".
Semoga bermanfaat.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad