Khilafiyah Ala Salafi
Oleh Ustadz : Rahmat Taufik Tambusai
Ada yang bertanya kepada kami, apa perbedaan sikap antara aswaja dan salafi dalam perkara khilafiyah ?
Untuk melihat perbedaannya, zaman sekarang tidak susah, di media sosial telah dipertontonkan baik secara tulisan maupun berupa lisan.
Kalau ulama aswaja ketika membahas perkara khilafiyah, dikaji dan disampaikan secara adil dan bijak, dipaparkan secara proporsional dalil yang membolehkan dan yang tidak membolehkan tanpa menginjak injak pendapat yang tidak sependapat dengan mereka.
Sehingga ulama aswaja tidak mudah membidahkan, mensyirikkan atau mengkafirkan dalam perkara khilafiyah, selama masih ada dalil yang menyokongnya minimal dalil yang bersifat umum.
Kenapa bisa demikian, karena madrasah aswaja telah menyusun kaidah secara sistematis dalam memahami dalil, sehingga siapa pun berinteraksi dengan perkara baru sudah terikat dengan kaidah tersebut, sehingga terjaga dari penyimpangan dalam istimbat hukum.
Sangat jauh berbeda dengan sikap salafi dalam perkara khilafiyah, tidak adil dan tidak bijak dalam menyikapi nya, di satu sisi perkara khilafiyah mereka masukkan ke dalam perkara pokok, padahal sudah jelas perkara khilafiyah, sehingga yang berbeda dengan pendapat yang mereka pakai dianggap ahli bidah, syirik dan kafir.
Dan disisi lain, jika perkara khilafiyah tersebut ada kepentingan bagi kelompok mereka maka dianggap itu hal biasa, walaupun mayoritas ulama lebih cenderung mengatakan haram, tetapi karena ada kepentingan pribadi maka dicari dalil pembenarannya.
Mereka akan mati matian membela dan membenarkan pendapat yang mereka pegang, seolah olah ulama aswaja tidak paham bahwa perkara tersebut termasuk perkara khilafiyah.
Dan dalam perkara khilafiyah yang ada kepentingan mereka di dalamnya, mereka bisa toleransi dan membenarkan perkara tersebut bagian dari khilafiyah, tetapi jika tidak ada kepentingan di dalamnya maka mereka buang secara utuh, dan yang berbeda dengan mereka, maka dicap pelaku bidah, syirik, sesat dan kafir.
Sebagai contoh yang sedang viral, seorang ustadz salafi ketahuan merokok, di dalam klarifikasinya mengatakan bahwa itu halal menurut keyakinannya, bagi aswaja perkara merokok tidak menjadi masalah, karena ulama berbeda dalam status hukumnya, yang menjadi masalah adalah sang ustadz dalam perkara khilafiyah yang lain tidak bersikap adil seperti dalam perkara rokok, tetapi tajam lisannya menghalalkan darah sesama muslim.
Peringatan Maulid nabi, isra mikraj, membaca Al Quran di kuburan, ziarah kubur, zikir berjamaah dan perkara khilafiyah yang lain, dalam pandangan salafi tidak termasuk khilafiyah, maka pelaku nya dituduh sebagai ahli bidah, penyembah kubur dan syiah.
Sepintas salafi menggunakan standar ganda dalam perkara khilafiyah, jika ada kepentingan maka diakui sebagai perkara khilafiyah, dan jika tidak ada kepentingan maka dimasukkan ke dalam perkara pokok, sehingga yang berbeda dengan mereka langsung dicap penentang sunnah dan ahli bidah.
Contoh standar ganda salafi, mereka lantang menyuarakan bahwa bank itu ribawi, haram berinteraksi dengannya, tetapi ketika membuka donasi tetap melalui rekening bank, bukankah ini standar ganda ?
Jika seandainya mereka bisa bersikap adil sedikit saja dalam perkara khilafiyah maka tidak akan memancing perselisihan di dalam tubuh umat islam.
Intinya letakkan yang pokok kepada pokok, yang khilafiyah pada perkara khilafiyah, maka kita akan beragama atas ilmu bukan atas kepentingan duniawi.
Dalu - dalu, Minggu 2 Maret 2025
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa