Irisan antara Wahabi-Taimiy, Filsafat Yunani dan Ateisme

Irisan antara Wahabi-Taimiy, Filsafat Yunani dan Ateisme

Irisan antara Wahabi-Taimiy, Filsafat Yunani dan Ateisme

Meskipun sepintas kelompok tersebut terlihat berseberangan, tapi keduanya mempunyai irisan yang sama persis yang sejak awal dikecam keras oleh Ahlusunnah wal Jama'ah (Asy'ariyah-Maturidiyah), yaitu: Mereka semua meyakini qidamnya alam. Mereka mengakui bahwa alam semesta terus mengalami perubahan, tapi secara umum menurut mereka alam sudah ada sejak awal mula.

1. Filsafat Yunani menekankan bahwa alam bersifat qidam, yakni ada tanpa awal mula. Mereka bertuhan, tapi menjadikan Tuhan dan alam sama-sama ada tanpa awal mula. Keyakinan ini secara tegas dikafirkan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Tahafutul Falasifahnya.

2. Ateisme juga sama meyakini bahwa alam ini ada tanpa awal mula. Bedanya dengan para ahli filsafat, mereka tidak mengakui adanya wajibul wujud (Tuhan) yang menyertai alam. Bagi mereka, cukup alam saja yang ada sebab itu yang bisa diobservasi sedangkan Tuhan hanya konsep buatan manusia. Kekafiran mereka tidak perlu dibahas lagi.

3. Ibnu Taimiyah, panutan utama Wahabi-Taymiy, meyakini bahwa alam semesta juga qadim bersama Tuhan. Memang bagian-bagian alam mengalami perubahan (huduts) dan bahkan muncul dan musnah, tapi baginya secara global alam sendiri tidak punya awalan. Terlihat jelas siapa rujukannya dalam hal ini, siapa lagi kalau bukan filsafat Yunani? Hanya saja agar tampil beda, istilahnya dia modifikasi, istilah aslinya adalah alam semesta qadim meskipun detailnya mengalami perubahan lalu diubah menjadi alam semesta berisi hal-hal yang mengalami perubahan (hadits) tapi secara jenis tidak berawal (hawadits la awwala laha atau qidam an-nau'). Beda diksi tapi maknanya 100% sama. 

Karena akidahnya sama, maka kita bisa saksikan para filsuf yang semula meyakini wajibul wujud dalam sejarahnya kemudian berubah menjadi ateis. Demikian juga kita saksikan orang-orang Saudi sekarang, negaranya Wahabi-Taimiy, semakin banyak yang menjadi ateis. 

Wahabi-Taimiy tidak akan bisa membantah ateis yang mengatakan bahwa alam bersifat qadim sehingga tidak butuh pencipta. Karena sama-sama meyakini alam bersifat qadim, keyakinan ateisme masih lebih kuat dari Wahabi-Taimiy sebab mereka beranjak dari bukti empiris, sedangkan argumen Ibnu Taimiyah sudah tidak empiris tidak logis pula.

Adapun Ahlussunnah Wal Jama'ah, mereka setia pada sabda Rasulullah: 

كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ 

"Allah sudah ada dan [saat itu] tidak ada sesuatu pun selain Dia" (HR. Bukhari)

Artinya, semua makhluk tidak ada yang qadim, satu pun tidak, baik secara partikular atau pun global. Hadis ini menjadi patokan Ahlussunnah (Asy'ariyah) untuk mengembangkan rasio mereka lebih lanjut. Semua selain Allah berasal dari ketiadaan, tidak ada yang qadim, lalu Allah menciptakannya di waktu yang Allah kehendaki. Allah adalah Sang Khaliq sewaktu belum ada makhluk sekali pun. 

Akidah Ahlussunnah ini disebut sebagai ijmak (konsensus) oleh Ibnu Hazm dalam Maratib al-Ijma'-nya dengan penekanan bahwa yang mengingkarinya kafir. Lalu Ibnu Taymiyah yang tidak terima terhadap itu membantah dalam Naqd Maratib al-Ijma' dengan mengatakan bahwa penentangnya tidak kafir dan hadis tersebut menurutnya yang benar adalah "tidak ada sesuatu sebelum Allah", bukan tidak ada sesuatu selain Allah. Tanpa data apa pun, ia berasumsi bahwa versi riwayat "tidak ada sesuatu selain Allah" dan "tidak ada sesuatu bersama Allah" adalah riwayat bil makna. 

Ini materi yang jarang sekali mereka bahas terang-terangan di media sosial sebab sumbernya adalah filsafat yunani. Kita doakan semoga kawan-kawan Wahabi-Taymiy tidak ikutan menjadi ateis sebab keyakinan yang mengekor pada Filsuf Yunani ini. 

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Irisan antara Wahabi-Taimiy, Filsafat Yunani dan Ateisme - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®