"Nabi Tidak Melakukan" atau "Nabi Melarang", Mana Yang Harus Ditinggalkan?
Pertanyaan ini saya jadikan pembuka pada seminar pembekalan Imam dan khatib sekaligus bedah buku milik saya yang berjudul Buku Pintar Mengalahkan Dalil Salafi. Para peserta tertegun sejenak karena mereka terlalu sering mendengar "Jika tidak dilakukan oleh Nabi maka tinggalkan. Tidak ada contoh dari Nabi harus dijauhi", dan seterusnya. Apakah betul? Salah. Ini cuma omongan ustaz-ustaz Salafi yang didoktrin kepada para pengikutnya yang awam dengan dalil dan tidak belajar ilmu Ushul Fiqh dan sejenisnya.
Perhatikan, justru ayat berikut ini membantah statmen di atas:
َمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا [الحشر/7]
“...Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang NABI LARANG bagimu maka tinggalkanlah....” (al-Hasyr: 07)
Allah tidak berfirman "Apa yang TIDAK dilakukan oleh Nabi maka tinggalkan". Tidak ada ayat seperti ini. Jadi para Ustaz salafi memang aneh, mengajak kembali ke Qur'an tapi justru bertentangan dengan Qur'an.
Bagaimana menjawab bantahan mereka "Salat Subuh tidak ada larangan melakukan 3 atau 4 rakaat? Kalau tidak ada larangan berarti boleh menambah?" Bagi kita ini pertanyaan ada kelas Tsanawiyah yang belum genap belajar Kaidah Fikih di kelas Aliyah. Di Kaidah Fikih sudah dijelaskan:
الأمر بالشيء نهي عن ضده من وجوب وندب
"Perintah terhadap sesuatu adalah larangan melakukan yang berlawanan, b aik hukum wajib atau sunah".
Perintah salat Subuh 2 rakaat dari Nabi sudah pasti dilarang melakukan yang tidak sesuai, kalau itu ibadah wajib ya berarti haram melakukan sebaliknya. Kalau ibadah sunah berarti makruh jika sampai melakukan kebalikannya.
Dalil penguat terdapat pada hadis berikut yang selalu saya sampaikan dengan bahasa: "Kalau yasinan malam Jumat hukumnya haram dan masuk neraka, mengapa bukan Qur'an langsung yang mengharamkan?", "Kalau Maulid Nabi adalah sesat dan masuk neraka mengapa bukan Allah langsung yang melarang dalam Qur'an?", "Andaikan Tawassul adalah syirik mengapa tidak satupun ayat bicara tentang Tawassul dengan para Nabi, malah yang dipakai adalah ayat penyembah berhala? Padahal Tawassul tidak sama dengan menyembah berhala?" padahal Nabi bersabda:
« مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُو حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَافِيَةٌ فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ نَسِيًّا ». ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ ( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا)
Hadis: “Apa yang dihalalkan Allah dalam kitab Nya maka halal. Apa yang Ia haramkan maka haram. Jika Allah diam atas sesuatu, maka itu adalah kebolehan. Maka terimalah. Sebab Allah tidak pelupa [QS Maryam: 64]” (HR al-Baihaqi dan Thabrani, hadis hasan)
Di bagian kedua saya memberi bantahan soal Klaim Ustaz Salafi perihal beribadah harus ada perintah. Betul harus ada perintah tapi dalil memiliki bagian yang kadang tidak disampaikan oleh golongan mereka. Mereka sering membawa hadis berikut:
« مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ »
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa beramal yang tidak ada perintah kami, maka amal itu ditolak” (HR Muslim)
Nah di sinilah metode dalam standar ilmu Ushul Fiqh berbeda karena mereka belum dalam belajarnya. Dalil itu ada dua bentuk, dalil khusus dan dalil umum. Sementara kelompok Salafi selalu menuntut pakai dalil khusus. Padahal pakai dalil umum pun boleh. Kalau tidak percaya berikut contoh ulama Salafi pakai dalil umum:
Contoh ulama Salafi yang berfatwa menggunakan dalil-dalil umum tapi tidak dihukumi bidah oleh yang lain. Silakan lihat di kitab Fatawa Nur Ala Darb:
Pertama, ada pertanyaan apakah boleh baca salawat kepada Nabi saat salat? Mufti Saudi membolehkan dalam salat sunah, padahal tidak pernah dicontohkan oleh Nabi, namun memakai dalil umum:
ﻟﻌﻤﻮﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ اﻣﺮﺉ ﺫﻛﺮﺕ ﻋﻨﺪﻩ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻋﻠﻲ »
Berdasarkan keumuman sabda Nabi "Betapa rugi seseorang yang mendengar namaku disebut tapi ia tidak bersalawat kepadaku"
Kedua, setelah azan pertama dalam salat Jumat apakah boleh melakukan salat sunah? Beliau mengutip pendapat ulama yang memakai Dalil umum:
ﻭﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻗﺎﻟﻮا: ﻳﺼﻠﻲ؛ ﻟﻌﻤﻮﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺑﻴﻦ ﻛﻞ ﺃﺫاﻧﻴﻦ ﺻﻼﺓ » ﻭﻫﺬا ﺃﺫاﻥ ﺷﺮﻋﻲ، ﺃﺣﺪﺛﻪ اﻟﺨﻠﻴﻔﺔ اﻟﺮاﺷﺪ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﻟﻠﻤﺼﻠﺤﺔ اﻟﺸﺮﻋﻴﺔ
"Sebagian ulama membolehkan salat setelah azan jumat, karena keumuman hadis Nabi: "Diantara dua azan ada salah sunah". Azan pertama ini juga azan Syari yang dibuat oleh Utsman bin Affan untuk maslahah dalam agama".
Dan terlalu banyak kalau dikutip kesemuanya. Jadi bila ada ajaran yang hari ini diamalkan dan tidak dijumpai di masa Nabi, tapi memiliki sumber dari Dalil umum hukumnya boleh dan bukan bidah. Terbukti banyak ulama Salafi juga yang memakai Dalil umum dan bukan Dalil khusus.
○ Penguatan dalil Aswaja bersama para imam dan khatib dari NU Gresik yang digagas oleh LTM Ust Nasichun Amin Gresik sebagai komandannya.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin