Menguasai Tuduhan Bidah

Menguasai Tuduhan Bidah

Menguasai Tuduhan Bidah

Alhamdulillah malam Jumat kemarin di Pondok Raudhatul Ulum Suramadu kedatangan Gus Zuher Muhammad Dosen Ushul Fiqh Ma'had Aly Pondok Sarang. Kami ngaji bersama yang diikuti oleh Hadir-in dan Hadir-out (dari YouTube dan Zoom). Ada empat tema yang saya golongkan sebagai bahan tuduhan bidah. Jika anda menguasai dalilnya dan sejarah para ulama Salaf maka anda bisa mematahkan klaim aliran para pengaku Salafi;

1. Hadis Daif

Soal Talqin, baca Yasin, baca Quran di makam dan sebagainya selalu dituduh bidah karena hadisnya daif. Cukup dijawab bahwa ulama Salaf yang ahli di bidang hadis pun juga mengamalkan hadis daif:

وقد ثبت عن الإمام أحمد وغيره من الأئمة أنهم قالوا إذا روينا في الحلال والحرام شددنا وإذا روينا في الفضائل ونحوها تساهلنا

Telah tetap dari Imam Ahmad dan imam yang lain: “Bila kami meriwayatkan dari Nabi tentang hukum halal dan haram, maka kami sangat selektif dalam hal sanad. Jika kami meriwayatkan keutamaan amal dan selain hukum, maka kami tidak selektif” (Al-Hafidz Ibnu Hajar, Qaul Musaddad, 1/11)

Musnad Ahmad memuat sekitar 6000 Daif dari 27.688 sebagaimana ditakhrij oleh Syekh Syuaib Arnauth. Adab Al Mufrad karya Imam Bukhari mengoleksi hadis daif sebanyak 215, seperti ditakhrij oleh Syekh Albani. Demikian pula Muwatha’ Imam Malik dengan 333 riwayat daif. Jika mengaku pengikut Salaf padahal ulama Salaf menerima hadis daif, lalu ulama Salaf mana yang mereka ikuti?

2. Dalil Qiyas

Di Fikih Syafi'i ada metode Qiyas sebagai salah satu sumber hukum setelah Qur'an, Hadis dan Ijmak. Mana dalil keabsahan Qiyas? Yaitu terdapat dalam Firman Allah:

قَوْلُهُ : { أَطِيْعُواْ اللهَ وَأَطِيْعُواْ الرَّسُوْلَ } يَدُلُّ عَلَى وُجُوْبِ مُتَابَعَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ . قَوْلُهُ : { وَأُوْلِى الْأمْرِ مِنْكُمْ } يَدُلُّ عِنْدَنَا عَلَى أَنَّ إِجْمَاعَ الْأُمَّةِ حُجَّةٌ ... قَوْلُهُ : { فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ } يَدُلُّ عِنْدَنَا عَلَى أَنَّ الْقِيَاسَ حُجَّةٌ

“Firman Allah (ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul) menunjukkan kewajiban mengikuti al-Quran dan Hadis. Firman Allah (dan ulil amri) menunjukkan bagi kita bahwa Ijma’ umat Islam adalah sebuah hujjah. Dan firman Allah (jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu...) menunjuk-kan bagi kita bahwa QIYAS adalah sebuah hujjah” (Tafsir Al-Kabir 5/248-251)

Hasil ijtihad Qiyas ini sangat banyak sekali, mulai mengeraskan niat salat yang diqiyaskan saat Nabi mengeraskan bacaan niat haji:

قَالَ أَنَسٌ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَحَجٍّ (رواه مسلم 2195)

Anas berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda (dalam niat haji dan umrah): "Saya penuhi panggilan-Mu dengan Umrah dan Haji" (HR Muslim No 2195)

Imam Syafi'i pun mengeraskan bacaan niat sebelum salat:

أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ ، ثَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ كَانَ الشَّافِعِي إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ فِي الصَّلَاةِ قَالَ : بِسْمِ اللهِ مُوَجِّهًا لِبَيْتِ اللهِ مُؤَدِّيًا لِفَرْضِ اللهِ عَزَّ وَجَل َّاللهُ أَكْبَرُ

“Mengabarkan kepadaku Ibnu Khuzaimah, mengabarkan kepadaku Ar-Rabi’, ia berkata: ”Imam Syafi’i ketika akan masuk dalam Shalat beliau mengucapkan: “Bismillah Aku menghadap ke Baitullah, menunaikkan kewajiban kepada Allah. Allahu Akbar.” (Ibnu Al-Muqri, Al-Mu’jam: 317)

3. Keabsahan Tradisi Dalam Agama

Bagi yang pernah belajar Ilmu Ushul Fikih dan Kaidah Fikih akan mengerti bahwa Tradisi dapat diterima untuk diamalkan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di antaranya adalah yang dijelaskan oleh Syekh Khatib Asy-Syirbini:

وَحَكَى الْمُصَنِّفُ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَالْأَذْكَارِ وَجْهًا أَنَّ ثَوَابَ الْقِرَاءَةِ يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ كَمَذْهَبِ الْأَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ ، وَاخْتَارَهُ جَمَاعَةٌ مِنْ الْأَصْحَابِ مِنْهُمْ ابْنُ الصَّلَاحِ ، وَالْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ ، وَابْنُ أَبِي الدَّمِ ، وَصَاحِبُ الذَّخَائِرِ ، وَابْنُ أَبِي عَصْرُونٍ ، وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ ، وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ

“Al-Nawawi menyebutkan suatu pendapat Syafiiyah dalam Syarah Muslim dan Adzkar bahwa pahala bacaan al—Quran bisa sampai kepada mayit, seperti tiga madzhab yang lain. Pendapat ini dipilih oleh ulama Syafiiyah diantaranya Ibnu Shalah, Muhib al-Thabari, Ibnu Abi ad-Dam, pengarang al-Dzakhair, Ibnu Abi Ashrun. Inilah yang diamalkan umat Islam. Apa yang dilihat baik oleh umat Islam, maka baik pula bagi Allah” (Mughni al-Muhtaj 11/220)

Di bagian ini kita sering distigma dengan kalangan "Tradisionalis, Aswaja disingkat "Asli Warisan Jawa", dan lainnya. Sekali lagi Tradisi bisa diterima asalkan tidak ada unsur keharaman di dalamnya. Apakah semua bentuk kesamaan tradisi dengan agama lain tidak boleh dilakukan dalam Islam? Tidak demikian cara memahami dalil tasyabuh, tapi ada kriterianya seperti yang disampaikan oleh Ibnu Najim dari Mazhab Hanafi:

ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّشْبِيهَ بِأَهْلِ الْكِتَابِ لَا يُكْرَهُ فِي كُلِّ شَيْءٍ وَإِنَّا نَأْكُلُ وَنَشْرَبُ كَمَا يَفْعَلُونَ إنَّمَا الْحَرَامُ هُوَ التَّشَبُّهُ فِيمَا كَانَ مَذْمُومًا وَفِيمَا يُقْصَدُ بِهِ التَّشْبِيهُ كَذَا ذَكَرَهُ قَاضِي خَانْ فِي شَرْحِ الْجَامِعِ الصَّغِيرِ فَعَلَى هَذَا لَوْ لَمْ يَقْصِدْ التَّشَبُّهَ لَا يُكْرَهُ عِنْدَهُمَا

Tasyabbuh (serupa) dengan Ahli Kitab tidak makruh dalam segala hal. Kita makan dan minum. Mereka juga sama. Haram tasyabbuh jika (1) tercela (2) sengaja tasyabbuh. Jika tidak sengaja maka tidak makruh (al-Bahr al-Raiq, 4/74)

4. Ibadah Mahdhah

Di poin keempat inilah yang paling banyak mendapat tuduhan bidah. Semua ibadah dianggap sama sehingga setiap ada ijtihad di dalam agama dituduh bidah.

Bagi Fikih Syafi'i khususnya, ada ibadah Mahdhah yang secara tuntunan dan pengamalan sudah final dari Nabi, sehingga tidak ada peluang ijtihad karena dalilnya sudah jelas dan gamblang, misalnya jumlah rakaat salat. Tidak ada cerita bahwa warga NU menambah rakaat Subuh jadi 5 rakaat, jumatan jadi 10 rakaat dan lainnya.

Tapi ada juga ibadah Ghairu Mahdhah, dalil umumnya ada tetapi teknis pelaksanaannya terjadi beda pendapat di kalangan ulama, misalnya jumlah rakaat Tarawih, mayoritas mengatakan 20 rakaat, ada yang mengatakan 8 rakaat,  bahkan ada yang lebih banyak dalam Mazhab Maliki:

وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَسْتَحْسِنُ سِتًّا وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْرُ ثَلَاثٌ … وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ اْلأَمْرُ الْقَدِيْمُ : يَعْنِي الْقِيَامَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً

“Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa beliau menilai baik (salat Tarawih) 36 rakaat dan witir 3 rakaat… Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dahulu, yakni Tarawih 36 rakaat” (Bidayat al-Mujtahid, 1/312)

Contoh lain ada anjuran melakukan salat sunah sebanyak-banyaknya sesuai kemampuan. Maka Imam Ahmad selaku ulama Salaf salat 300 rakaat setiap hari padahal tidak ada contoh dari Nabi:

قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ كَانَ أَبِي يُصَلِّي فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثَلاَثَ مِئَةِ رَكْعَةٍ

 “Abdullah bin Ahmad berkata: Bapak saya (Ahmad bin Hanbal) melakukan salat dalam sehari semalam sebanyak 300 rakaat.” (Mukhtashar Tarikh Dimasyqa, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/399)

Demikian pula Imam Bukhari, beliau menentukan sendiri waktu salat istikharah padahal tidak ada ketentuan dari Nabi, yaitu saat menulis kitab Sahihnya:

قَالَ الْفَرْبَرِي قَالَ لِي الْبُخَارِي: مَا وَضَعْتُ فِي كِتَابِي الصَّحِيْحِ حَدِيْثاً إِلاَّ اغْتَسَلْتُ قَبْلَ ذَلِكَ وَصَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ 

al-Farbari berkata bahwa al-Bukhari berkata: "Saya tidak meletakkan 1 hadis pun dalam kitab Sahih saya, kecuali saya mandi terlebih dahulu dan saya salat 2 rakaat” (Siyar A’lam an-Nubala’, 12/402)

Karena menentukan ibadah tidak sesuai dengan ketentuan Nabi dianggap bidah oleh Salafi maka kitab Sahih Bukhari adalah produk hasil bidah.

Di ranah inipun pendapat Mufti Saudi membernarkan amalan Tarawih di Makah padahal tidak dilakukan oleh Nabi:

هذا عمل حسن فيقرأ الإمام كل ليلة جزءا أو أقل ... وهكذا دعاء الختم فعله الكثير من السلف الصالح ، وثبت عن أنس - رضي الله عنه - خادم النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه فعله ، وفي ذلك خير كثير والمشروع للجماعة أن يؤمنوا على دعاء الإمام رجاء أن يتقبل الله منهم

Khataman Quran saat Tarawih ini adalah AMAL YANG BAGUS. Juga membaca doa khatam sudah diamalkan oleh banyak ulama Salaf, Anas bin Malik. Bagi makmum dianjurkan membaca Amin (Majmu’ Fatawa Bin Baz 11/388) 

Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Menguasai Tuduhan Bidah - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terbaru