Sabar Dalam Menghadapi Cobaan Dari Istri
Hidup adalah teka-teki yang dipenuhi ragam cobaan. Cobaan setiap manusia berbeda beda; ada seseorang yang di uji kesabarannya melalui hartanya, ada yang diuji dengan pekerjaannya, ada pula yang diuji kesabarannya dengan tingkah istrinya.
Tidak ada sebuah ujian dan cobaan, melainkan itu dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allah SAW. Para Ulama menganggap bahwa istri termasuk salah satu ujiannya para Anbiya dan Awliya.
Ka'ab Al-Ahbar pernah menyampaikan:
من صبر على أذى امرأته أعطاه الله تعالى من الأجر ما أعطى أيوب عليه السلام ومن صبرت على سوء خلق زوجها أعطاها الله من الأجر ما أعطى آسية بنت مزاحم رضي الله عنها
“Suami yang sabar menghadapi perlakuan buruk istrinya, niscaya Allah akan memberinya ganjaran senilai pahala yang dianugerahkan kepada Nabi Ayub As, dan istri yang sabar atas perlakuan kasar suaminya, kelak ia akan mendapat ganjaran senilai pahala yang telah diberikan kepada Asiyah binti Muzahim Ra (istri Fir'aun).”
قال حجة الإسلام الإمام الغزالي رحمه الله تعالى: «الصبر على لسان النساء مما يمتحن به الأولياء»
Hujjatul Islam Al-Imam Al-Ghazali berkata: "Sabar terhadap lisan istri merupakan salah satu cobaan para wali.”
وقال الإمام عبد الوهاب الشعراني رحمة الله عليه: «سمعت سيدي علياً الخواص رحمه الله يقول : قَلَّ أحد من الأولياء إلا وهو تحت حكم امرأته تؤذيه بلسانها وبأفعالها»
Syekh Abdul Wahab As-Sya'rani berkata: "Aku mendengar salah satu ucapan Syekh Ali Al-Khowas, beliau berkata seperti ini: ‘Sedikit sekali ada seorang wali kecuali berada dibawah perintah istri-nya, yang selalu menyakiti-nya dengan lisan dan perbuatan-nya.”
Islam sangat menjunjung tinggi sebuah hubungan pernikahan. Dan sangat menyayangkan terhadap percerai-an didalam rumah tangga. Rasulullah SAW bersabda:
أبغض الحلال إلى الله الطلاق
"Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah Talak.”
Rasulullah juga selalu berwasiat kepada ummat-nya agar tidak gampang menyelesaikan masalah rumah tangga dengan talak
روى الإمام مسلم في صحيحه، عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله ﷺ: «لا يَفْرَكْ مُومن مومنة، إن كره منها خُلقاً، رضي منها آخر»
"Tidak diperbolehakan seorang suami membenci istrinya. Jikalau ada satu sifat jelek pada istri, pasti masih ada sifat baik lain-nya yang dia sukai.” (HR. Muslim)
Para ulama sangat tidak menganjurkan talak dan melarang-nya, walaupun itu adalah perintah dari orang tua yang secara hukum asal: segala perintah orang tua itu wajib ditaati.
Fatwa Ulama Tentang Talak Atas Kehendak Orang Tua:
1. Al-Imam Hasan Al-Bashri
وروى أيضا، قال: أخبرنا حماد ابن سلمة عن حميد، عن الحسن البصري قال: قيل له: رجلٌ أَمَرَته أمه أن يُطلق امرأته؟ قال الحسن: ليس الطلاق من برها في شيء
Imam Hasan Al-Bashri pernah ditanya perihal laki-laki yang diperintahkan ibunya untuk mentalak istrinya, jawaban beliau : "Mentalak istri itu bukan termasuk berbakti kepada orang tua.”
2. Imam Ahmad Bin Hanbal
قال القاضي ابن أبي يعلى رحمه الله في (طبقات الحنابلة)، في ترجمة سندي أبي بكر الخواتيمي البغدادي: «قال سندي: سأل رجل أبا عبد الله قال: إنّ أبي يأمرني أن أطلق امرأتي؟ قال: لا تُطلقها، قال: أليس عُمر أمر ابنه عبد الله أن يُطلق امرأته؟ قال: حتى يكون أبوك مثل عمر رضي الله عنه
Imam Ahmad Bin Hanbal pun pernah ditanya demikian oleh seorang laki2: "Bapak-ku memerintahkanku untuk mentalak istriku.” Jawab Imam Ahmad: "Jangan kau taati.” Ditimpali oleh laki2 tadi: "Bukankan Sayyidina Umar pernah memerintahkan anak-nya yang bernama Abdullah untuk mentalak istrinya? Jawab Imam Ahmad: "Sampai ayahmu menjadi seperti Umar.”
Beberapa Kisah Tentang Para Nabi, Sahabat, dan Awliya Sang Sabar Menghadapi Istrinya:
1. Nabi Yunus As
قال حجة الإسلام الإمام الغزالي رحمه الله : «في أخبار الأنبياء عليهم السلام، أن قوماً دخلوا على يونس النبي عليه السلام فأضافهم، فكان يدخل ويخرج فتؤذيه امرأته، وتستطيل عليه وهو ساكت، فتعجبوا من ذلك، فقال: لا تعجبوا، فإني سألت الله تعالى وقلتُ : ما أنتَ معاقب لي به في الآخرة فعجله لي في الدنيا، فقال: إن عقوبتك بنت فلان تتزوج بها، فتزوجت بها وأنا صابر على ما ترون منها»
Imam Ghozali bercerita tentang Nabi Yunus didalam Ihya'-nya:
Suatu ketika Nabi Yunus didatangi kaum yang hendak bertamu kepadanya. Akhirnya, Nabi Yunus harus rela keluar dan masuk rumah untuk menghormati tamunya, yang dengan sebab itulah Nabi Yunus di bentak dan dimarahi oleh istrinya. Namun Nabi Yunus hanya diam saja, sampai membuat para tamunya terheran-heran.
Sampai akhirnya Nabi Yunus berkata: "Gausah heran, aku selama ini selalu berdoa kepada Allah dengan isi do’a: ‘Ya Allah, apa pun hukuman yang akan Engkau jatuhkan padaku di akhirat, tolong segerakanlah untukku di dunia’. Allah berfirman kepadaku: “Hukumanmu adalah menikah dengan putri si Fulan.” Lalu aku pun menikah dengannya, dan aku bersabar atas apa yang kalian lihat darinya.”
2. Nabi Muhammad SAW
وروي أنه دفعت إحداهن في صدر رسول الله ﷺ فزبرتها أمها، فقال عليه السلام: دعيها فإنهن يصنعن أكثر من ذلك.
Diriwayatkan bahwasanya sebagian istri beliau pernah mendorong dada beliau, sampai hal ini diketahui oleh Ibunda-nya dan hampir mencegah-nya, namun Nabi berkata: "Biarkan saja, dia selama ini sudah melakukan sesuatu yang lebih banyak dari sekedar itu.”
Sayyidah Aisyah juga pernah merasa kesal kepada Rasulullah SAW:
وقالت له مرة في كلام غضبت عنده: أنت الذي تزعم أنك نبي الله! فتبسم رسول الله ﷺ، واحتمل ذلك حلماً وكرماً.
وكان يقول لها: إني لأعرفُ غضبك من رضاك، قالت: كيف تعرفه؟ قال : إذا رضيت قلت : لا وإله محمد، وإذا غضبت قلت : لا وإله إبراهيم، قالت: صدقت، إنما أهجر اسمك»
Beliau berkata kepada Rasulullah SAW: "Oh, engkau ini orang yang mengaku-mengaku sebagai utusan Allah?” Kemudian Rasulullah hanya tersenyum mendengar itu, dan beliau menanggung hal itu dengan kesabaran dan kemurahan hati.
Suatu ketika Rasulullah pernah berkata demikian kepada Sayyidah Aisyah: "Aku bisa mengetahui kemarahanmu dan kesenanganmu.” Dijawab oleh Sayyidah Aisyah: "Bagaimana cara mengetahui-nya?” Dijawab oleh Rasulullah: "Ketika engkau sedang senang, pasti engkau gunakan bentuk sumpah : "Tidak, Demi Tuhan Nabi Muhammad. Namun ketika engkau sedang marah, engkau gunakan bentuk sumpah lain : "Tidak, Demi Tuhan Nabi Ibrahim.” Aisyah berkata: “Benar, aku hanya meninggalkan (menghindari) menyebut namamu.”
Ada juga kisah kecemburuan Sayyidah Aisyah Ra:
كانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّم عِنْدَ بَعْضٍ نِسَائِهِ، فَأَرْسَلَتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ بِصَحْفَةٍ فِيهَا طَعَامُ، فَضَرَبَتِ الَّتِي التي صلّى الله عليه وسلَّم في بيتها يَدَ الخادمِ، فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ فَانْفَلَقَتْ، فَجَمَعَ النَّبِي صلى الله عليه وسلَّم فَلَقَ الصَّحْفَةِ، ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيهَا الطَّعَامَ الذي كان في الصحفة ويقول : غَارَتْ أُمكم. ثُمَّ حَبَسَ الخَادِمَ حَتَّى أُتِيَ بصَحْفَةٍ من عند التي هو في بيتها، فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيحَةَ إِلَى الَّتِي كُسِرَتْ صحفتها، وأَمْسَكَ المَكْسُورةَ فِي بَيْتِ الَّتِي كَسَرَتْ
Dari Anas bin Malik: Suatu ketika Rasulullah SAW berada dirumah Sayyidah Aisyah. Lalu salah satu istri beliau, Ummu Salamah, mengirimkan khodimnya untuk membawakan satu piring yang berisi makanan untuk Rasulullah dan para sahabatnya.
Ketika khodim ini sampai dirumah Sayyidah Aisyah, tiba-tiba tangannya di pukul oleh Sayyidah Aisyah, sampai jatuhlah piring berisi makanan itu, dan pecah. Mengetahui itu, Rasulullah langsung mengumpulkan pecahan-pecahan piring dan makanan yang berantakan.
Beliau hanya berkata kepada para Sahabat yang bertamu: "Ibu kalian sedang cemburu"
Kemudian beliau menahan khadim itu untuk keluar hingga didatangkan sebuah piring dari rumah Sayyidah Aisyah yang saat itu beliau berada di rumahnya. Lalu beliau memberikan piring yang utuh kepada khadim tsb, untuk Ummu Salamah, dan menyimpan piring yang pecah itu di rumah Sayyidah Aisyah.”
(HR. Bukhori, No: 5225)
فإن كانت أمهات المؤمنين رضي الله عنهن، وهن الكاملات العاقلات الفاضلات، يغضبن من خير الخلق مولانا رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم الذي أثنى على عظيم أخلاقه رب العالمين في كتابه المبين، ويُراجعنه القول ... فكيف بمن يبحث عن زوجة يشترط فيها من الأخلاق والصفات ما لا تجده إلا في الحور العين المقصورات في الخيام في جنة الخلق والنعيم المقيم!؟
Jika para Ummahatul Mukminin RA -wanita-wanita yang sempurna, bijaksana, dan penuh keutamaan- pernah merasa marah kepada sebaik-baiknya makhluk, Rasulullah SAW, yang Allah Ta’ala sendiri memuji kemuliaan akhlaknya dalam kitab-Nya, maka bagaimana dengan laki-laki yang mencari istri dengan kriteria akhlak dan sifat yang tidak mungkin ditemukan kecuali pada bidadari yang dipingit di kemah-kemah surga, dalam taman keindahan dan kenikmatan abadi!?
3. Sayyidina Umar bin Khattab
قال أبو الليث السمرقندي رحمه الله في تنبيه الغافلين: ذكر أن رجلا جاء إلى عمر بن الخطاب يشكو إليه زوجته، فلما بلغ بابه، سمع امرأته أم كلثوم تطاولت عليه، فقال الرجل: إنّي أردت أن أشكو إليه زوجتي، وبه من البلوى مثل ما بي! فدعاه عمر رضي الله تعالى عنه ، فسأله فقال: إني أردت أن أشكو إليك زوجتي، فلما سمعتُ من زوجتك ما سمعتُ رجعت فقال عمر رضي الله تعالى عنه : إني أتجاوز عنها لحقوق لها علي، أولها: هي ستر بيني وبين النار، فيسكن بها قلبي عن الحرام. والثاني: أنها خازنة لي إذا خرجت من منزلي، وتكون حافظة لمالي. والثالث: أنها قصارة لي تغسل ثيابي. والرابع: أنها ظئر لولدي. والخامس: أنها خبازة وطباخة لي. فقال الرجل: إن لي مثل ما لك، فما تجاوزت عنها فأتجاوز
Abu Al-Laist As-Samarqandi dalam Tanbih Al-Ghafilin berkata: Ada seorang laki-laki yang datang kepada beliau untuk mengadukan perihal istrinya. Baru sampai pintu, laki2 tsb mendengar Sayyidina Umar sedang di Marahi oleh istrinya yang bernama Ummu Kultsum. Dalam hati laki2 tsb: "Aku ini ingin mengadu tentang hal ini, tapi kenapa beliau juga merasakan hal yang sama”. Tatkala ingin pulang kembali, Sayyidina Umar memanggil laki2 tsb seraya menanyakan tujuan datang kemari. Setelah tau tujuan-nya Sayyidina Umar berkata: "Aku ini selalu tabah menghadapi istri-ku karena aku ingat beberapa hal :
- Dialah yang menjadi penghalang antara-ku dan neraka. Sebab dengan dia, aku bisa menjauhkan hatiku dari perkara haram.
- Dia adalah harta-ku ketika aku keluar dari rumah, yang menjaga harta-hartaku.
- Dialah yang menyucikan pakainku, yang menyusui anak-anakku.
- Dialah yang mengasuh anak-anak ku.
- Dan dialah yang memanggangkan roti dan memasak-kan makanan untuk-ku.
Lalu lelaki itu berkata, ‘Aku memiliki hak yang sama seperti yang engkau miliki. Maka apa pun yang engkau maafkan darinya, aku pun akan memaafkannya.’
4. Imam Al-Qadhi Iyadh
فقال لنا حفظه الله : زار القاضي عياض بعض الفقهاء من أصحابه، فوجده قد انتهى من تأليف كتاب فنظر فيه القاضي عياض، فأعجبه، وطلب منه أن يُعيره إياه كي يقرأه، فذكر له صاحبه الفقيه بأن تلك هي نسخته الوحيدة، وأنه إن فقدت ضاع الكتاب، فوعده القاضي عياض بالحفاظ عليه وأنه سيعيده إليه يوم الغد
Al-Imam Qadhi Iyadh, Penulis Sirah Nabawiyah Masyhur yang berjudul “Assyifa Fi Ta'rif Huquq Al-Musthafa”, pernah menziarahi sebagian kerabat-nya yang merupakan pakar fiqh. Ternyata kerabat-nya tsb baru saja merampungkan karya terbaru-nya yang membuat Qadhi Iyadh kagum dan ingin sekali meminjam-nya. Lantas Qadhi Iyadh mengutarakan keinginan-nya tsb, walaupun kitab itu hanya ada satu salinan dan belum dicetak dimanapun. Akhirnya Qadhi Iyadh berusaha meminta dan berjanji akan menghafal serta mengembalikannya di keesokan hari-nya
فأخذه القاضي عياض معه للبيت، وسهر عليه تلك الليلة كلها يطالعه، قال: وكانت له زوجة أخذت تراوده وهو لا يلتفت إليها لاشتغاله بالقراءة، فلما أذن الفجر، خرج للمسجد للصلاة ولإقراء العلم، وحينما عاد لبيته وقت الظهيرة اشتم عند دخوله إليه رائحة لم يكن يعهدها، فسأل زوجته: ما أعددت لنا من طعام على الغذاء ؟ فأجابته: ما سوف تراه فلما وضعت الطبق على المائدة، وجد فيه كتاب صاحبه الذي أعاره إياه محترقاً! أحرقته زوجته من شدة غيظها وغضبها منه حيث لم يلتفت إليها ليلة البارحة، فوقع في يده، واغتم مما جرى، فقام وأخذ قلما وأوراقاً، وصار يكتب ما علق بباله من مطالعته للكتاب، ثم ذهب به لصاحبه الفقيه، وقال له: أنظر هل ينقص منه شيء ؟ فتصفحه صاحبه وقال له: لا، لا ينقص منه شيء !
Setelah kitab tsb berhasil beliau pinjam, beliau begadang semalaman untuk ditelaah dan dihafal. Kebetulan Qadhi Iyadh memiliki istri yang dimalam itu berusaha membujuk beliau. Namun Beliau tetap fokus membaca dan tidak menoleh sedikitpun kepada istrinya.
Ketika diwaktu fajar, Qadhi Iyadh keluar ke masjid untuk sholat dan mengajarkan ilmu. Tatkala beliau kembali ke rumah di waktu dzuhur, beliau mencium bau yang tidak biasa. Bertanyalah beliau kepada sang istri: "Makanan apa yang kau siapkan hari ini?” Dijawab oleh sang istri: "Kau liat saja nanti”. Setelah sang istri membawakan piring ke meja makan, beliau melihat kitab tersebut sudah dibakar dan berubah menjadi debu. Sebab rasa marah karena semalaman beliau tidak menggubris ajakan istri- nya.
Akhir-nya Qadhi lyadh mengambil pena dan kertas untuk menulis isi dari kitab tsb yang sudah beliau hafal. Setelah rampung menulis, beliau kembalikan kepada kerabat-nya, lalu bertanya: "Apakah ada satu huruf atau kata yang Chilang? Dijawab oleh kerabat-nya : "Tidak, sama sekali tidak.“
5. Al-Arif Billah Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i
قال العلامة الحنبلي محمد بن يحيى التادفي في كتاب (قلائد الجواهر)، عند ترجمته لهذا العارف الشهير : قال بعض أصحابه: إنه رآه في المنام في مقعد صدق مرارا ولم يخبره، وكان للشيخ امرأة بذيئة اللسان، تسفه عليه وتؤذيه فدخل عليه الذي رآه في مقعد صدق يوماً، فوجد بيد امرأته محراك التنور، وهي تضربه على أكتافه، فاسود ثوبه وهو ساكت، فانزعج الرجل وخرج من عنده، فاجتمع بأصحاب الشيخ وقال: يا قوم، يجري على الشيخ من هذه المرأة هذا وأنتم سكوت ؟! فقال بعضهم : مهرها خمسمئة دينار، وهو فقير.
فمضى الرجل وجمع الخمسمئة دينار، وجاء بها إلى الشيخ في صينية فوضعها بين يديه، فقال له: ما هذا ؟ فقال : مهر هذه الشقية التي فعلت بك كذا وكذا. فتبسم وقال: لولا صبري على ضربها ولسانها ما رأيتني في مقعد صدق
Muhammad bin Yahya dalam “Qalaid Al-Jawahir” berkata: Suatu hari murid beliau bermimpi melihat beliau berada di Surga. Keesokan harinya murid itu pun masih bermimpi dengan mimpi yang sama. Hingga beberapa kali berulang mimpi tersebut, namun sang santri tidak menceritakan kepada sang guru. Disatu sisi, Imam Ar-Rifa’i memiliki seorang istri yang kotor lisannya. Suatu ketika, murid tadi masuk ke dalam rumah Al-Imam dan mendapati ditangan istri beliau ada tongkat untuk meniup api, kemudian sang istri memukuli pundak Al-Imam sehingga baju beliau terlihat hitam, namun beliau tetap diam saja.
Lalu, santri tadi keluar dan berkumpul dengan santri-santri lainnya Al-Imam, dia berkata: "Wahai teman-temanku, Al-Imam telah diperlakukan seperti itu oleh istrinya, mengapa kalian semua diam saja?” Sebagian santri-santri tsb menjawab: "Mahar perempuan itu sebanyak 500 Dinar, sedangkan Al-Imam adalah orang faqir.”
Sang santri tadi pergi dan dia berniat untuk mengumpulkan uang sebanyak 500 Dinar, supaya Al-Imam menceraikan istrinya. Setelah uang itu terkumpul, santri tsb datang kepada Al-Imam, dan seketika itu dia meletakan uang sebanyak 500 dinar didepan Al-Imam. Al-Imam berkata: "Apa ini?", Jawab sang santri: "Ini adalah mahar perempuan keji yang telah melakukan anda seperti itu.” Al-Imam pun tersenyum, dan berkata: "Andai aku tidak memiliki jiwa kesabaran terhadap pukulan dan lisannya, niscaya engkau tidak akan bermimpi melihatku di Surga itu"
6. Sayyidi Abdul Wahab As-Sya’rani
وقد مر ما ذكره عن نشوز زوجته وعصيانها له، ومع ذلك تراه يقول عليه الرحمة والرضوان: ومما أنعم الله تبارك وتعالى به علي: كثرة صبري على زوجتي وجاريتي إذا مرضت، ولا أستنكف من أن أمسح ما تحتها من قاذورات إذا عجزت عن الذهاب إلى الخلاء» فعد ذلك من النعم التي أنعم الله بها عليه والتي تحتاج إلى الشكر ! وهذا حقاً خلق عجيب
Beliau berkata demikian: "Termasuk nikmat yang Allah berikan kepadaku adalah aku diberikan banyak kesabaran dalam menghadapi istri dan budak-budak perempuan-ku ketika sakit. Bahkan ketika mereka malas untuk pergi ke kamar mandi, aku tak merasa segan untuk membersihkan kotoran-kotoran dari-nya serta mengistinja'-kannya.”
Begitulah kiranya sang wali besar menganggap hal demikian sebagai nikmat dari Allah yang patut untuk disyukuri. Sungguh indah sekali Akhlaq beliau.
Sumber Cerita :
صفحات من أخبار الأنبياء العلماء والأولياء والحكماء في الصبر على الزوجات والحلم عليهن
Kitab itu ditulis oleh Syekh Yusuf Abjik As-Susi asal Maroko
_
والله الله المستعان
Sumber FB Ustadz : Hifdzil Aziz