Ketika Para Kiai Berbeda
Perbedaan itu sudah menjadi Sunnatullah, sesuai ayat:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja) ...” (al-Maidah: 48)
Ahli Tafsir, Ibnu Katsir, memberi penafsiran satu agama dan satu syariat. Jadi, jika Allah berkehendak maka manusia akan Islam semuanya. Tapi Allah memiliki kehendak agama berbeda-beda. Satu agama pun masih berbeda Mazhabnya. Satu Mazhab juga berbeda Ormasnya. Sesama Ormas masih berbeda partainya. Yang satu partai berbeda calon presidennya. Dan perbedaan itu tidak ada selesainya.
Alhamdulillah dulu pernah ngaji kitab Akidah yang agak besar sehingga tahu cara bersikap mana kala ada perbedaan di kalangan ulama, khususnya para Sahabat Nabi.
Perbedaan antara Sayidina Ali dan Sahabat Muawiyah menjadikan aliran dalam Islam berbeda-beda cara bersikapnya, ada yang menjadi fanatik ke salah satunya dan membenci yang lain, bahkan ada yang keluar dari barisan sembari mengutuk keduanya. Tapi Ahlussunah tidak seperti di atas.
Ada dua bentuk yang disampaikan oleh ulama kita:
1. Diam, tidak ikut-ikutan. Cara ini disampaikan Syekh Ibnu Ruslan dalam nazam Zubad;
وما جرى بين الصحاب نسكت ¤ عنه وأجر الاجتهاد نثبت
"Apa yang terjadi di antara Sahabat Nabi kita diam. Dan kita menetapkan pahala bagi ijtihad mereka".
2. Komentar yang baik dan tidak hasud. Dijelaskan oleh Syekh Ibrahim Al-Liqani dalam nazam Jauharah At-Tauhid:
وأوِّلِ التَّشَاجُرَ الذي وَرَدْ ¤ إنْ خُضْتَ فيه واجْتَنِبْ داءَ الحَسَدْ
"Takwilkan perseteruan yang terjadi jika engkau ikut berkomentar. Dan jauhkan dari penyakit kedengkian".
Sudah jamak diketahui bahwa nazam di atas diintisarikan dari hadis Nabi shalallahu alaihi wasallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
• Para Ulama, Kiai-kiai, Habaib, Asatidz dan orang-orang saleh yang telah mengajarkan ilmu kepada saya posisinya berada di atas kepala saya, seberapa pun kuatnya perbedaan antara mereka.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin