
Etika Khilaf: Faktor Perbedaan Ulama, Batasan Diskusi, dan Bahaya Salah Perbandingan
Khilaf sebagai Kekayaan Metodologis
Perbedaan pendapat (Khilaf) di antara ulama mujtahid adalah fakta yang tidak terhindarkan dalam fikih, dan sering disebut sebagai "rahmat" bagi umat karena memberikan kelapangan. Namun, khilaf ini harus dipahami dengan benar: ia memiliki Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama yang sistematis dan ilmiah. Sayangnya, banyak penuntut ilmu pemula (disebut Nabitah) sering melakukan Salah Perbandingan, Salah Data yang berakibat fatal dalam pemahaman Syariat.
Artikel ini akan mengupas tuntas Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama, menjelaskan mengapa Perbedaan Itu Terbatas Antara Para Ulama (Saja), dan mengkritik bahaya salah perbandingan dalam mengolah data fikih.
1. Faktor Ilmiah Terjadinya Khilaf
Perbedaan antara Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah, misalnya, bukanlah karena ego, melainkan karena perbedaan metodologi ilmiah. Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama meliputi:
- Perbedaan Usul Hadis: Ulama berbeda dalam menentukan apakah suatu Hadis itu shahih atau dhaif. Contohnya, Mazhab Hanafi memiliki kriteria penerimaan Hadis Ahad yang lebih ketat dibandingkan Mazhab Syafi'i.
- Perbedaan Prioritas Dalil: Ulama berbeda dalam menentukan mana yang lebih didahulukan antara Hadis Ahad dengan Amal Ahlul Madinah (praktik penduduk Madinah), atau antara Hadis dengan Qiyas (analogi fikih).
- Perbedaan Memahami Lafaz: Lafaz bahasa Arab seringkali memiliki makna ganda (musytarak). Ulama berbeda dalam memilih makna yang paling tepat (misalnya, makna quru' dalam konteks masa iddah, apakah suci atau haid).
Intinya, khilaf adalah hasil dari proses ijtihad yang jujur dan ilmiah, yang bertujuan mencari kebenaran, bukan mencari popularitas atau permusuhan.
2. Batasan Adab: Khilaf Terbatas pada Ahlinya
Ketika Perbedaan Itu Terbatas Antara Para Ulama (Saja), ini berarti ulama menjaga etika:
- Bukan Konsumsi Publik: Ulama mujtahid terdahulu seringkali berdebat keras dalam forum ilmiah privat, namun mereka sangat berhati-hati dalam memublikasikan perbedaan mereka kepada awam, karena takut menimbulkan fitnah dan kebingungan.
- Wajib Ittiba': Bagi orang awam (muttabi') dan penuntut ilmu pemula, kewajiban mereka adalah mengikuti (ittiba') satu Mazhab atau merujuk pada ulama tepercaya. Mereka tidak memiliki kapasitas untuk memilih-milih dalil atau menimbang khilaf antara Imam Malik dan Imam Syafi'i.
- Menghormati Kredibilitas: Membiarkan perbedaan dikelola oleh ulama adalah bentuk pengakuan terhadap otoritas ilmu mereka. Seorang awam tidak berhak menyalahkan ulama besar, tetapi harus menerima hasil ijtihad mereka sebagai sumber rujukan yang sah.
3. Bahaya Fatal Salah Perbandingan
Salah satu penyakit terbesar dalam menuntut ilmu adalah kurangnya metodologi, yang memicu Salah Perbandingan, Salah Data Fatal Akibatnya.
- Perbandingan Tidak Setara: Kesalahan fatal terjadi ketika seseorang membandingkan data fikih secara tidak setara, misalnya: membandingkan pendapat Imam Syafi'i (Mujtahid Mutlak) dengan pendapat seorang ustadz kontemporer (non-Mujtahid), atau membandingkan Hadis Shahih dengan Hadis Maudhu' (palsu) tanpa dasar ilmu.
- Syubhat Data: Penuntut ilmu yang baru belajar sering terperosok ke dalam syubhat (kerancuan) karena mengambil data mentah (Hadis atau fatwa) tanpa memahami konteks Faktor Terjadinya Khilaf tersebut. Mereka gagal membedakan mana Hadis Mansukh (terhapus) dan mana yang Nasikh (menghapus).
- Akibat Fatal: Dampak fatalnya adalah mereka menjadi sombong, mudah menyalahkan ulama lain, dan akhirnya terjebak dalam penafsiran yang dangkal, yang dapat mengarah pada sikap ghuluw (berlebihan) atau taharrur (sembarangan) dalam beribadah.
Adab Di Atas Khilaf
Kajian tentang Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama mengajarkan kita tawadhu' (kerendahan hati). Khilaf adalah ilmu, dan ilmu harus dikelola oleh ahlinya.
Mari kita berpegang pada adab keilmuan: menghormati semua ulama mujtahid, menyadari keterbatasan kapasitas kita sebagai awam, dan menjauhi salah perbandingan agar ilmu yang kita dapatkan membawa barakah dan bukan fitnah.
Sumber : Kajian Ulama