Benarkah Asy'ariyah Mengabaikan Hukum Alam?

BENARKAH ASY'ARIYAH MENGABAIKAN HUKUM ALAM?

BENARKAH ASY'ARIYAH MENGABAIKAN HUKUM ALAM?

Ada sebuah pertanyaan klasik yang sebetulnya sudah sering saya bahas, yaitu apakah api mempunyai kekuatan untuk membakar secara independen? Akidah Ahlussunah wal Jama'ah (Asy'ariyah-Maturidiyah) dengan tegas menjawab: Tidak! Semua perubahan yang terjadi di alam semesta adalah karena diciptakan Allah. Allah menciptakan api, Allah juga yang menciptakan kertas, dan Allah juga yang menciptakan pembakaran ketika api menyentuh kertas. Dari sudut pandang penciptaan, hanya Allah yang dapat membuat sesuatu ada dari tiada. Pembakaran yang sebelumnya tidak ada menjadi ada bukan karena api, tapi karena diciptakan oleh Allah. 

Apa masalahnya kalau diyakini bahwa api mempunyai kekuatan membakar dari dalam dirinya sendiri? Jawabannya, itu berarti ada sebuah aksi yang lepas dari qudrah dan iradah Allah, dan itu menunjukkan kelemahan bagi Allah. Dengan kata lain, qudrah dan iradah Allah tidak lagi menjangkau aksi tersebut sebab ia bisa terjadi tanpa kehendak Allah. Konsekuensinya fatal, artinya Tuhan tidak maha kuasa. Tuhan yang demikian sama saja dengan manusia yang membuat mesin tapi ia tidak mampu mengontrol gerak mesin itu tiap mili detiknya sehingga bisa saja mesin itu berjalan di luar kehendak si pembuat. Tuhan yang  qudrah dan iradahnya terbatas tidak layak disebut sebagai Tuhan.

Lalu kalau semua hal di semesta ini hanya berjalan ketika dikontrol oleh qudrah dan iradah Allah tanpa meyakini adanya kekuatan apa pun dalam benda-benda, apakah berarti Ahlussunah wal Jama'ah mengabaikan atau menentang hukum alam? Jawabannya, sama sekali tidak demikian.

Hukum alam hanya istilah bagi konsistensi pola penciptaan Allah. Tiap anda menyentuhkan api ke kertas, maka Allah selalu menciptakan pembakaran selama kertasnya tidak basah dan ada oksigen di sana. Pola  penciptaan ini selalu konsisten hingga orang yang tidak paham akidah menyangka bahwa api mempunyai kemampuan mandiri untuk membakar. Ini sama seperti sebuah keyboard yang ketika ditekan huruf A selalu muncul karakter A di layar lalu orang yang tidak paham menyangka tombol A punya kekuatan khusus untuk memunculkan karakter A, padahal itu hanya algoritma saja yang ketika algoritmanya diganti, maka tombol A bisa saja disetel memunculkan huruf B. Sama seperti itu, kalau Allah mau, dengan qudrah dan iradahnya api ciptaannya bisa saja tidak dikaitkan dengan panas dan pembakaran tapi justru dengan dingin dan sejuk, seperti kasus Nabi Ibrahim. Namun hal yang tidak biasa ini amat jarang terjadi sebab ada pola penciptaan yang selalu dilakukan secara konsisten.

Keyakinan Ahlussunah wal Jama'ah di atas bukan untuk mengatakan bahwa api belum tentu membakar kertas kering dan bukan juga mengatakan bahwa minum air tidak bisa menghilangkan dahaga dan seterusnya yang menabrak sains. Keyakinan di atas hanya agar orang memahami bahwa pola penciptaan yang konsisten itu berjalan atas qudrah dan iradah Allah, bukan sesuatu yang lepas dari keduanya sehingga andai saja Allah mau maka bisa saja hal sebaliknya yang terjadi. Dengan kata lain, Asy'ariyah-Maturidiyah juga mengakui bahwa kertas kering di tempat yang dipenuhi oksigen pasti akan terbakar bila disentuh api, dan api kecil pasti akan mati kalau disiram air, dan seterusnya. Pengetahuan bahwa ini semua pasti terjadi merupakan bagian dari apa yang disebut oleh ulama Asy'ariyah sebagai ilmu 'adi atau ilmu yang diperoleh dari keberulangan fenomena yang konsisten (penelitian saintifik).

Dalam konteks inilah, Syaikh al-Farhari dalam an-Nibras berkata:

قال المحققون : العلم العادي علم يقيني ضروري ، جرت عادة الله بخلقه في العاقل مع حكم العقل بأن نقيضه غير محال

"Para ulama peneliti berkata: ilmu 'adi adalah ilmu yang bersifat meyakinkan (yaqini) dan tidak memerlukan perenungan (dharuri). Kebiasaan konsisten Allah berlaku pada ciptaannya bagi orang yang memahami hukum rasional bahwasanya kebalikannya bukan hal yang mustahil" (al-Farhari, an-Nibras Syarh al-Aqaid an-Nasafiyah, 581).

Ilmu 'adi, yang kita kenal sekarang sebagai sains, disebut sebagai ilmu yaqini dan dharuri oleh ulama Asy'ariyah di atas, alias ilmu yang kesimpulannya menghasilkan pengetahuan yang meyakinkan dan juga kesimpulannya tidak perlu dipikirkan terlebih dahulu. Sebab itu tidak akan anda temui satu pun Aswaja yang ketika mau memasak lantas masih berpikir dulu apakah ketika api di kompor dinyalakan maka air di panci akan mendidih?. Kalau ada yang menyangka Asy'ariyah mengajarkan hal konyol semacam ini atau menyangka Asy'ariyah mengabaikan hukum alam atau sains, maka artinya dia orang bodoh yang tidak paham maksud para ulama Aswaja. 

Lalu bagaimana bila kita abaikan keyakinan Aswaja yang rumit seperti di atas dan berpegang pada kesimpulan sains saja? Bagaimana kalau kita bilang saja bahwa api punya kekuatan yang dapat membakar sehingga kertas kering yang disentuhnya pasti terbakar, tanpa kita kaitkan dengan qudrah dan iradah Allah? Jawabannya, kalau ini kita yakini dan kita praktikkan secara konsisten, maka tidak ada tempat bagi mukjizat. Orang awam akan berkata bahwa api pastilah membakar sehingga kisah Nabi Ibrahim pastilah fiktif. Agar tidak terjadi hal yang demikian, maka Ahlussunah wal Jama'ah membagi ranah pengetahuan menjadi ranah ilmu aqli (ilmu rasional) yang digunakan dalam akidah dan ranah ilmu 'adi (sains) yang digunakan secara praktis sehari-hari. Secara sains, kertas kering pasti terbakar ketika bertemu api, dan secara akidah diyakini bahwa pembakaran itu adalah pola penciptaan Allah yang konsisten tapi tidak mengikat bagi Allah sehingga sains tidak bisa membatasi kuasa Tuhan, justru sains berjalan atas kuasa Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan selalu konsisten sehingga berlakulah hukum alam, tapi hukum alam tidak mengikat bagi Tuhan. Sesimpel itu maksudnya.

Semoga bermanfaat. 

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Benarkah Asy'ariyah Mengabaikan Hukum Alam? - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®