KLARIFIKASI TUDUHAN SYI'AH
Mohon maaf, izinkan saya untuk bertanya kepada orang-orang yang berakal normal di halaman ini. Kalau Anda menyatakan simpatik dengan hal positif dari suatu kelompok, apakah itu artinya Anda setuju dengan semua pendapat dari kelompok itu? Yang normal pasti akan menjawab: tidak! Perkara sesederhana ini dibuat heboh sama orang-orang wahabi.
Ada orang yang berusaha untuk menyebarluaskan tulisan lama saya yang berjudul: Milih Syi'ah atau Wahabi? Udah-udah jelas saya bilang, saya nggak milih kedua-duanya. Tapi, KALAU (perhatikan kata "kalau" ini dengan baik) dipaksa harus milih, saya bilang, ya saya bilang milih Syi'ah. Maksudnya hal-hal positif dari khazanah orang Syiah.
Khususnya dalam bidang ilmu-ilmu rasional seperti logika, filsafat, kalam dan sejenisnya. Dan memang itu fakta. Orang Syi'ah jauh lebih maju ketimbang Wahabi dalam bidang itu. Wahabi gimana mau maju. Filsafatnya aja diharamin kok! Lah saya ngomong begini doang jadi dituduh syiah. Atau diframing seolah-olah saya memilih Syiah secara mutlak. Dan membenarkan akidah mereka!
Padahal di tulisan itu juga saya bilang bahwa saya adalah seorang Sunni, yang teguh dengan kesunnian itu. Dan sudah barang tentu saya lebih bangga dengan tradisi intelektual para ulama saya sendiri. Tapi kalau disuruh milih ini mah antara dua kelompok yang sama-sama menyimpang. Milih Wahabi atau Syi'ah? Saya bilang, Syi'ah masih mending! Cuma ngomong gitu doang jadi melebar kemana2.
Ada lagi mungkin yang membayangkan bahwa Syiah itu kan kafir, kata sebagian orang. Kalau milih Syiah ketimbang Wahabi, berarti kamu memilih kekufuran dari keimanan dong! Simpatik dengan satu sisi tertentu dengan suatu kelompok itu ya nggak berarti menyetujui apalagi membenarkan kelompok itu. Logika sesederhana ini nggak bisa dicerna sama orang-orang wahabi. Heran saya juga.
Tapi, yasudahlah, kalau segini aja belum paham, saya sertakan klarifikasinya. Sekaligus versi asli dari tulisannya. Ingat, ini tulisan udah lama banget. Saya tulis di zaman mahasiswa dulu. Waktu lagi gemar membaca buku dari berbagai aliran. Eh dikorek2 oleh sebagian orang yang punya kepentingan. Berikut penjelasannya. Kalau nggak paham juga, yaudah suka2 kamu lah.
https://www.youtube.com/watch?v=AYBMCkt4sqI&t=4s
Berikut postingan Milih Syiah atau Wahabi (tanggal 21 Mei 2021) yang dimaksud :
MILIH SYIAH ATAU WAHABI?
Saya orang Sunni, nyantri di Pesantren Sunni, dan kuliah di kampus Sunni. Sampai detik ini, dan insya Allah sampai akhir hayat, saya akan memegang teguh ajaran kesunnian itu. Tapi, kalau disuruh memilih untuk menjadi wahabi atau syiah, terus terang saya lebih simpatik pada ulama-ulama Syiah, ketimbang tokoh-tokoh wahabi. Apa gerangan yang membuat saya lebih tertarik pada kelompok pertama itu? Barangkali, ini alasan yang sangat subjektif. Tapi, subjektivitas yang beralasan kadangkala bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh sebagian orang. Posisi utama saya jelas, bahwa saya tidak setuju dengan doktrin-doktrin mendasar dalam ajaran Syiah, juga tidak mengamini pandangan-pandangan keagamaan yang kerap didengungkan oleh orang-orang wahabi.
Tapi kenapa saya lebih simpatik kepada Syiah ketimbang wahabi? Satu, orang Syiah itu tradisi filsafatnya sangat kaya. Para pemikirnya berlimpah. Dan karya-karya intelektualnya telah banyak mewarnai alam intelektual Islam. Thaba’ Thabai, Baqir Shadr, Mulla Shadra, Muthahhari, Muzhaffar, Abdul Jabbar Rifa’i, Taqi Mishbah, Kamal Haidari, dan lain-lain, adalah beberapa nama yang bisa kita sebut untuk menggambarkan ketangguhan intelektual kaum Syiah itu. Terlepas dari penyimpangan dan ketidak-selarasan pandangan mereka dengan kaum Sunni, yang jelas mereka ini adalah para pemikir besar. Baqir Shadr, sampai saat ini, adalah salah satu filsuf favorit saya. Bagi saya, pelajar filsafat Islam yang belum mengenal Baqir Shadr tidak jauh beda dengan pelajar hadits yang belum menelaah Shahih Bukhari dan Muslim.
Hanya bukunya Baqir Shadr, sepanjang saya belajar filsafat, yang benar-benar nyaris membuat saya meneteskan air mata. Karena saking kagumnya saya akan ketajaman pemikiran manusia yang satu itu. Kagum bercampur rasa haru. Dia menulis buku yang berjudul, Falsafatuna, dan al-Usus al-Manthiqiyyah li al-Istiqra. Dua buku yang tidak mungkin bisa Anda nikmati kecuali setelah mengunyah dasar-dasar logika dan sejarah pemikiran filsafat. Saya sering menyarankan adik-adik kelas saya, dan juga para pembaca—melalui salah satu buku yang saya tulis—untuk menelaah dua kitab filsafat yang sangat keren ini. Luar biasa. Orang itu benar-benar genius. Saya sangat kagum. Bagaimana dengan orang-orang wahabi? Apa ada filsuf dari kalangan wahabi? Kalau mau tertawa, tolong jangan ditahan.
Lihatlah cara berpikir orang wahabi secara umum. Tatap pola komentar mereka ketika berselancar di media sosial. Simak juga cara mereka ketika mengemukakan ketidak-setujuan atas suatu pendapat. Saya suka dibuat geli oleh kedangkalan mereka-mereka itu. Kenapa bisa begitu? Jelas, salah satu sebabnya, mereka tidak mau mendalami ilmu-ilmu rasional yang dapat mengekarkan nalar, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Sunni dan Syiah. Konsekuensinya, hanya kedangkalan demi kedangkalan yang kita dapat. Andai kata ada orang Saudi yang menghadirkan istana termewah untuk saya, agar saya memeluk ajaran wahabi, dan menyebarluaskan mazhab itu, saya tidak akan sudi. Memeluk ajaran wahabi sama saja dengan menggadaikan anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan, yaitu keimanan dan akal sehat. Itu alasan pertama.
Kedua, orang Syiah tidak suka mengafir-ngafirkan, atau menyesat-nyesatkan pihak lain dengan cara-cara yang vulgar. Singkat kata, cara berpikir mereka jauh lebih terbuka ketimbang kelompok itu. Lain cerita dengan orang-orang wahabi. Sebagai konsekuensi dari kedangkalan berpikir mereka, mereka suka juga seringkali menunjukkan kedangkalan sikap. Sedikit-sedikit nyesatin orang, sedikit-sedikit dikatakan menghina Islam, sedikit-sedikit kafir. Lucunya, mereka sering mengajak orang untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Sunnah. Pertanyaanya, al-Quran dan Sunnah yang mana? Ya, al-Qurannya jelas al-Quran yang kita baca. Tapi menurut versi pemahaman mereka. Dan itulah Islam. Mending kalau punya cara berpikir yang canggih. Dangkalnya kadang nggak ketulungan. Pokoknya gaya berpikir orang wahabi itu menggelikan lah intinya.
Bagaimana dengan orang Syiah? Saya tidak ingin menolak fakta, bahwa di kalangan Syiah sendiri ada kelompok-kelompok ekstrem, yang tidak kalah dangkal dengan orang-orang wahabi itu sendiri. Jangankan di Syiah, di kita juga sebenarnya ada. Memang orang-orang semacam itu akan selalu ada. Dalam tubuh setiap mazhab dan setiap agama. Tapi dalam tubuh mazhab wahabi, saya melihat orang-orang semacam itu lebih banyak, dan lebih sering tampil di hadapan publik. Wajar kalau kita berkesimpulan begitu. Anda boleh berbeda pandangan dengan saya. Tapi fakta di lapangan akan menjadi saksi yang sebaik-baiknya. Mazhab Syiah memiliki ulama-ulama yang berpandangan moderat. Dalam mazhab wahabi juga mungkin ada. Tapi saya jarang melihat. Yang sering terlihat justru orang-orang yang berlumur kedangkalan berpikir itu.
Jadi, milih wahabi atau syiah? Kalau pilihannya ada tiga, jelas, saya tidak milih kedua-duanya. Saya ingin menjadi sunni, asy’ari, sesuai yang diamanatkan oleh almamater saya sendiri. Tapi, kalaulah harus dipaksa, saya lebih memilih mazhab Syiah. Tentunya Syiah yang moderat, yang memiliki tradisi intelektual yang kaya. Tidak seperti kelompok wahabi, yang suka menyesatkan dan mengafirkan sesama. Ulama panutan saya, Syekh Yusri, setiap hari kerjaannya mengkritik ajaran wahabi. Sekuat tenaga beliau ingin menjauhkan umat Islam dari mazhab itu. Dengan alasan bahwa, menurut beliau, mazhab wahabi itu merupakan fitnah di zaman ini (fitnatuzzaman). Tapi saya jarang melihat beliau mengkritik Syiah. Meskipun, beliau juga menolak, dalam arti tidak setuju, dengan sejumlah pandangan-pandangan keagamaan mazhab itu. Ini hanya soal pilihan saja. Terserah Anda mau ikut yang mana. Tapi, kalau mau iman Anda selamat, dan nalar sehat Anda terawat, jauhilah mazhab wahabi itu.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Nuruddin