Dalam peradaban manusia, kisah tentang perjalanan ke langit sering kali dianggap mitos atau dongeng. Namun, dalam Islam, peristiwa Isra Mi'raj memiliki makna yang jauh melampaui cerita khayalan. Ia adalah realitas transenden yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, melibatkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai utusan yang membawa pesan kebenaran.
Isra Mi'raj bukan sekadar perjalanan fisik atau spiritual, tetapi juga simbol mukjizat—sesuatu yang melampaui hukum alam. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa..." (QS. Al-Isra: 1).
Ayat ini bukan hanya teks, melainkan pesan tentang kekuasaan Ilahi yang tak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dalam bingkai keimanan, wahyu ini adalah kebenaran mutlak yang melampaui kapasitas akal manusia.
Dalam tradisi Asy'ariyah, akal manusia diakui memiliki keterbatasan. Banyak hal dalam kehidupan ini—dari awal penciptaan hingga akhirat—tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh logika. Namun, batasan akal bukanlah alasan untuk menolak kebenaran. Sebaliknya, ia menjadi pintu bagi manusia untuk menerima hal-hal ghaib yang diajarkan oleh wahyu.
Kisah Isra Mi'raj juga menjadi bukti kejujuran Nabi Muhammad ﷺ. Sosok yang dikenal sebagai al-Amin (yang terpercaya) ini tidak pernah berdusta, terlebih tentang perkara besar seperti perjalanan menuju Sidratul Muntaha. Kesaksian beliau, yang didukung oleh hadis-hadis mutawatir, adalah landasan bagi umat Islam untuk meyakini peristiwa ini sebagai bagian dari iman.
Apakah kita harus menolak sesuatu hanya karena ia melampaui logika kita? Jika demikian, maka seluruh keajaiban alam semesta pun akan dianggap mustahil. Dalam keterbatasan akal, manusia sering kali mengabaikan bahwa ada kekuatan Ilahi yang jauh melampaui pemahaman kita.
Isra Mi'raj mengajarkan bahwa keimanan adalah dialog antara akal dan wahyu. Akal mengantarkan kita untuk merenungi, tetapi wahyu memberikan jawaban yang melampaui renungan. Sebab di hadapan Yang Mahakuasa, logika hanyalah setetes dari lautan ilmu-Nya.
Jadi, apakah Isra Mi'raj dongeng? Tidak. Ia adalah realitas yang menantang kita untuk melampaui kesombongan akal dan menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Sang Pencipta.
Renungkan, dan tanyakan kepada diri: apakah akal kita cukup bijak untuk mengerti segalanya, atau justru membutuhkan cahaya wahyu sebagai penuntun?
____________
Kisah Isra' Mi'raj adalah fakta dan menjadi mu'jizat istimewa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dibandingkan para Nabi dan Rasul lainnya.
Kebenarannya divalidasi oleh al-Qur'an, hadis-hadis sahih, dan data-data ilmiah para ahli ilmu dari era Nabi masih hidup sampai hari ini.
Telah banyak tafsir, kitab hadis dan syarah hadis, kitab tarikh, dan berbagai referensi otoritatif lainnya yang ditulis dan diriwayatkan oleh para ahli ilmu yang terpercaya yang menukilkan tentang Isra' Mi'raj dari generasi ke generasi sampai saat ini.
Secara hukum akal, kejadian Isra' Mi'raj masuk dalam ranah 'jaiz'; bisa terjadi dan bisa tidak terjadi. Bukan mustahil terjadi.
Penolakan orang-orang kafir Quraisy dan murtadnya sebagian orang-orang yang lemah iman karena tidak percaya dengan realita Isra' Mi'raj serta digelarinya Abu Bakar dengan Al-Shiddiq adalah diantara bukti bahwa peristiwa Isra' Mi'raj benar-benar terjadi.
Isra' Mi'raj bukan sebuah dongeng. Bukan cerita dusta. Bukan informasi palsu.
Untuk mempercayainya perlu iman. Jika tidak beriman, tidak akan percaya dengan peristiwa Isra' Mi'raj.
Sumber FB Ustadz : M Maki