SAKLAR DAN MIE INSTAN
Oleh : Najih Ibn Abdil Hameed
Pernahkah Anda berfikir api bisa membakar, air bisa menyegarkan, obat bisa menyembuhkan?
Jika benar Allah satu satunya pencipta panas, segar, dan kesembuhan, mengapa api terasa panas? Apakah ketika haus tak perlu minum? untuk apa orang sakit berobat? Tidakkah cukup berdoa untuk semua itu?
Pembaca yang kebetulan sudah tahu jawabannya, dan sudah pernah mengkaji akidah ahlissunnah cukupkan baca sampai sini. Tidak banyak tambahan ilmu yang akan didapat dari uraian panjang selanjutnya.
Bagi yang kurang memahami sifat wahdaniyat fil af'al, taqdir, asbab, dan sunnatullah, boleh dilanjut sampai tuntas.
Baiklah, ada dua mauqif yang harus difahami dengan cara berbeda. Mauqif itiqadi (keyakinan) dan mauqif suluki (tindakan)
1. Mauqif itiqadi
Kembali ke beberapa milyar tahun lalu, saat alam semesta ini belum ada sama sekali. Belum ada air api dan obat. Belum ada panas segar dan sehat. Hanya satu wujud yang senantiasa ada dan tak pernah tiada. Allah subhanahu wataala.
Dia yang wahdaniyat fi zat fi sifat fil af'al.
Pada saat yang Dia kehendaki, satu persatu makluk diciptakan dari ketiadaan. Tentu saja suatu ketiadaan tak mungkin menciptakan dirinya sendiri, apalagi menciptakan lainnya.
Api tak mungkin menciptakan dirinya sendiri, apatah lagi menciptakan suatu yang disebut panas atau kalor. Zat zat penyusun alam tak mungkin menciptakan dirinya, memilih sifatnya sendiri, mengatur khasiyatnya sendiri, apalagi mempengaruhi lainnya, yang masih sama sama tiada.
Akan tetapi Allah sengaja mengawinkan setiap ciptaanNya satu dengan yang lain. Panas dikawinkan dengan api, kesembuhan dijodohkan dengan obat. Semesta dirakit sedemikian rupa hingga tersusun hukum hukum alam, yang keteraturan itu secara bertahap direkam dan ditulis oleh sebagian manusia untuk dikumpulkan menjadi ilmu pengetahuan alam. Sains.
Secara sederhana, saklar tak pernah mampu menyalakan lampu. Ada sumber energi nan jauh di sana yang kadang tak disadari. Tetapi sengaja saklar dirakit sedemikian rupa untuk mempermudah ketika hendak mematikan dan menyalakan.
Begitu pula panas, kenyang, sehat, sakit, gerak, diam, cinta, melahirkan, dan mati, semua itu diciptakan dan diatur sendiri oleh Allah, tanpa sedikitpun campur tangan api air dan benda mati lain. Hanya saja, Allah hendak memudahkan kehidupan manusia dengan membuat saklar saklar alam.
Saking seringnya tombol saklar ditekan, dan saat itu pasti direspon oleh nyala lampu, sehingga anak-anak berfikir saklarlah yang berperan menyalakan bohlam. Sebagaimana saintist berfikir bahwa benda benda materi lah yang bekerja mengatur hukum semesta.
Dalam akidah ahlussunnah, siapapun yang meyakini bahwa api bisa membakar atas kemampuan dia sendiri (alamiah/thob'i), maka dia telah kafir, keluar dari Islam.
Sedangkan siapa yang berkeyakinan bahwa api diberi kekuatan oleh Allah, lalu dilepas, dengan kekuatan dari Allah itu api bisa membakar, maka dia telah fasiq dan jahil meski tidak kafir.
Keyakinan yang harus kita bawa mati, bahwa segala benda alam, sifatnya, aksi dan reaksinya, semua adalah ciptaan Allah dan diatur oleh Allah sendirian. Sendiri. Wahdaniyat fil af'al. Hanya saja masing masing saling disambung sedemikian rupa sehingga membentuk hukum sebab akibat.
Allah ciptakan api dan Allah ciptakan panas dalam waktu bersamaan. Api disebut sebab, panas dan terbakar sebagai akibat. Pada suatu saat, bisa saja api diciptakan tanpa panas, untuk tujuan yang Allah kehendaki seperti untuk mukjizat dan karamah.
Itulah mauqif itiqadi. Ranah keyakinan.
2. Mauqif suluki
Setelah kita tahu bahwa Allah menciptakan unsur unsur alam ini saling terkait, ada yang dijadikan sebab dan ada yang dijadikan akibat, maka kita wajib tunduk patuh pada aturan Allah.
Kita tahu Allah mengawinkan panas dengan api, maka ketika Anda lapar, rebus mi instan dengan menyalakan kompor, seduh, tiriskan, aduk bersama bumbu, dan taraaaa...
Lancang sekali jika Anda mengandalkan keyakinan aqidah untuk mengatasi lapar. Bahwa yang menciptakan panas adalah Allah dan yang menciptakan kenyang adalah Allah maka saya tidak perlu makan. Cukup diam nanti akan dikenyangkan oleh Allah.
Siapa Anda sehingga beraninya seolah berkata kepada Allah : "Wahai Tuhan, aku sudah percaya bahwa Engkaulah yang menciptakan segalanya, kini aku kelaparan, maka kenyangkanlah aku, jangan merepotkan aku untuk merebus mi instan, Engkau maha kuasa dan maha pengasih".
Heh siapa Anda?
Siapa Anda, hingga saat penyakit mewabah, Anda seolah bilang kepada Allah : "Aku percaya bahwa sakit dan nyawaku di tangan-Mu, maka biarkan aku tidak mengindahkan protokol kesehatan, tapi jangan sentuhkan virus ke tubuhku, apalagi mematikanku"
Hey ngaca!!!
Bahkan para nabi dan wali pun tak ada yang berani lancang sepertimu. Mereka akan tetap makan ketika lapar, minum ketika haus, menikah untuk memilik anak, berobat ketika sakit, dan beribadah untuk mendapat ridha Tuhannya.
Mauqif itiqadi kita tancapkan dalam hati. Mauqif suluki kita jadikan perilaku.
Bojonegoro, 7 Juni 2020
Najih Ibn Abdil Hameed
Ref :
- Kifayatul Awam, 40
- Kubra Al Yaqiniyat, 279
- Syarh Al Hikam, 1/274
Sumber FB Ustadz : Najih Ibn Abdil Hameed
